Sabtu, 31 Desember 2011

PEMBELAJARAN AKHIR TAHUN



                Untuk sebuah penghormatan pada teman yang tinggal menjalani fase akhir menyelesaikan program doktor, dari kantor mengirim satu rombongan ke Bogor menggunakan bus. Beberapa teman protes dan mengumpat-ngumpat ketika mereka merasa didorong untuk mau bersusah-susah tetapi saat berangkat baru tahu beberapa teman mereka justru mengambil jalan yang mudah dan tidak susah serta tidak melelahkan, naik pesawat.  Mana rasa toleransi dan kebersamaannya ? Memangnya kita gak bisa beli tiket pesawat apa ? Demikian teriak yang lain, sementara yang lainnya ada juga yang merasa dikibuli karena telah dijanjikan tersedianya sarana transportasi yang lengkap dan nyaman, tetapi kenyataan jauh dari yang diharapkan. Perjalanan dari Malang ke Bogor ditempuh selama 27 Jam, pulangnya lebih hebat lagi karena harus ditempuh dengan waktu 30 jam plus bonus makin debar-debar hati dan harus melalui proses ‘ngeban’ terlebih dahulu. Bagaimana tidak berdebar-debar setelah mengetahui bahwa sang sopir ternyata yang sering nampak kelelahan dan ngantuk telah  kerja lembur empat hari sebelumnya tanpa off pulang ke rumah atau istirahat yang cukup.

                Seperti halnya kebiasaanku, walau juga gelisah, aku mencoba mengajak teman-teman yang gundah untuk tetap berupaya mencoba menikmati perjalanan yang telah kita pilih. Berupaya meminimalisir hal buruk yang bisa saja terjadi.  Aku salut atas kesabaran teman-teman. Ada teman yang sangat perhatian pada sang sopir, kalau kelihatan capai atau ngantuk berat maka kepada sang sopir diminta untuk menepi entah untuk alasan ke toilet, istirahat, sholat atau makan, sementara kebutuhan untuk sopir dan kenet selalu disediakan. Yang lain mencoba menghibur dengan bernyanyi, bersendau gurau, goda menggoda, aku sendiri ikut bernyanyi atau menggoda anak teman yang lucu menggemaskan. Kami diselamatkan oleh suasana tol jagorawi yang relative tidak ramai seperti hari biasanya, juga jalanan yang tidak macet di jalan protokol kota Bogor, trus dapat panduan dari kakakku yang mengarahkan lewat jalan baru lingkar Bogor Utara sehingga yang prediksinya kami terlambat menjadi tepat waktu mengikuti ujian terbuka sang teman.

                Menurut Guru Spiritualku, kesabaran adalah puncak dari perolehan. Jadi teman-teman yang sudah mampu bersabar  ditempa perjalanan panjang melelahkan  berarti telah lolos ujian dan berada pada puncak perolehan, mereka mau susah dan senang bersama, makan nasi indramayu seharga dua ribu perporsi pun dilahapnya dengan suka cita. Pernah suatu waktu kepada para calon pemimpin Sang Guru bertutur, bahwa ada lima (5) hal penting agar seseorang bisa dihormati omongan dan tindakannya. Satu, bisa mengerti , sadar dan mampu mengaktualisasikan apa yang hak dan bathil; dua, mampu memberi dan menerima nasehat yang baik; tiga, mengurangi perbedaan dan pertentangan dengan argumentasi yang baik, yang benar sehingga akan dapat bersifat menyadarkan; empat, tetap memperlakukan dengan baik orang-orang yang berseberangan paham dan gerakan, lawan-lawan, atau  kompetitornya; lima, menjadi  teladan, seorang terpercaya tidak cuma hanya ngomong saja tapi  menjadikan dirinya sebagai panutan yang dalam tindakan.

                Bagiku, perjalan yang kami lalukan di penghujung tahun 2011 adalah sebuah ‘hikmah’, sebuah perjalanan yang sarat dengan pembelajaran hidup. Satu, pembelajaran dari sang teman yang akhirnya meraih gelar doctor, terbetik pembelajaran bahwa hijrah dengan niat dan upaya yang kuat akan mampu merubah hidup. Kebetulan sang teman adalah seorang sarjana peternakan, lalu S3 nya dia hijrah ke perikanan, walau cukup alot perjuangannya aku melihat kehijrahannya telah  merubah banyak kehidupannya, ada lompatan yang tidak mungkin terjadi tanpa tindakan hijrah. Dua, perjalanan itu juga memberi pembelajaran padaku bahwa  beberapa ‘teman-teman’ telah beranjak menengah dan berada pada tingkat kematangan hidup yang cukup tinggi, toleransi yang tinggi, kesabaran yang tinggi, tetapi sensitif pada sikap diskriminatif dan disharmoni. Sebagian besar telah menempatkan ‘kualitas hidup’ menjadi hal yang mesti diutamakan, termasuk pementingan pada kesehatan tubuh.

                Perjalanan tersebut kata Guruku yang lain mestinya harus menjadi pembelajaran bagi siapapun yang akan menjadi pemimpin, pemimpin apapun dan tingkat apapun,  contohlah Rasulullah, walau beliau adalah seorang pilihan Allah tetapi dalam memimpin beliau selalu: bersikap lemah lembut, selalu memaafkan kesalahan orang lain betapapun besar kesalahannya terhadap beliau, selalu memintakan ampun dosa dan kesalahan orang lain bukan memanfaatkan kesalahan orang lain untuk penonjolan dirinya, selalu mengajak bermusyawarah dalam memutuskan sesuatu hal dan kosekuen dengan hasil musyawarah itu, selalu bertawakal kepada Allah SWT dengan perencanaan dan sistem kerja yang diupayakan matang.  Aku berdoa mudah-mudahan perjalanan di akhir tahun kemarin bisa menjadi perjalanan ‘spiritual’ teman-teman, mampu mencerahkan hati dan hidup kita.  Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar