Kamis, 28 April 2011

SARAPAN GADGET




Benar atau salah, bila aku berkeyakinan bahwa pada saat ini hal awal yang dipikirkan atau dilakukan oleh kebanyakan manusia setelah mereka bangun pagi adalah mengkonsumsi ‘gadget’ atau ‘sarapan pagi gadget’, bukan lagi sarapan dan minum naget atau apapun, misalnya: nasi goreng, minum teh manis, atau menghirup kopi. Aku sendiri jujur melihat di keluargaku hal yang demikian telah terjadi, sekarang aku, anak istriku begitu bangun menjelang subuh yang pertama aku cari adalah ‘handpone’ untuk melihat jejak komunikasi yang terbaru, pun demikian ketika bangun di siang hari manakala sedang sedang dalam perjalanan atau sedang dalam peristirahatan tetap saja tangannya menggapai-gapai hal yang sama, tidurpun alat komunikasi selalu ada di sampingnya.


Perubahan telah banyak terjadi dalam tatanan hidup kita, keterbukaan informasi membuka pikiran semua manusia, lalu mendorong terjadinya perubahan demi perubahan yang lebih cepat dan mewarnai banyak aspek kehidupan. Semua itu sangat dipengaruhi oleh perubahan radikal tata cara komunikasi manusia yang sebelumnya hanya menggunakan teknologi biasa dan kini menggunakan teknologi nano, teknologi satelit, teknologi computer. Kini informasi diunduh dan didistribusikan melalui informasi digital berbasis internet yang makin mudah, cepat, murah, mampu meretas batas wilayah, bangsa, kebudayaan, tradisi, sehingga perubahan disuatu belahan bumi dengan sangat mudah bisa menjadi virus yang memicu perubahan di belahan bumi yang lain. Informasi intelizen yang sangat rahasia bisa diunduh dengan semangat keterbukaan untuk membuka aib dan kebobrokan penguasa, perang politik, dengan cara merilis di dunia maya untuk komsumsi masyarakat dunia.


Berbagai Informasi sekarang begitu mudah disampaikan, mudah juga untuk didapat, bisa diunduh, diolah, dan atau langsung didistribusikan melalui internet yang begitu terbuka tidak memandang siapa dan kapasitasnya apa. Siapapun bisa berekspresi, sejelek apapun karya, gaya, suara atau apapun, sesederhana atau sekomplek apapun yang disampaikan yang namanya ‘jagad dunia maya’ dengan setia menerima. Lewat situs tertentu orang yang sebelumnya biasa-biasa saja tiba-tiba bisa menjadi popular, bisa menjadi selebritis dadakan seperti Justin Beiber, di Indonesia kita kenal ‘sang polisi Gorontalo’ atau ‘sang pelantun Keong Racun’.


Gadget adalah sebuah istilah yang sangat popular bagi ‘pegaul’ internet, blog, web yang sepertinya memiliki arti fitur, piranti atau instrument yang memiliki tujuan dan fungsi specifik praktis yang umumnya diberikan pada sesuatu yang dianggap berbeda dengan yang ada sebelumnya. Di blog kita bisa unduh gadget untuk melengkapi perfoma dan tampilan blog. Gadget bisa berupa piranti untuk untuk menempatkan foto-foto, kata-kata, benner, slide, posting komentar, logo, link, statistic pengunjung, album, dan lain-lain. Orang bercengkrama di facebook , twitter, sesungguhnya mereka tengah bermain ‘gadget’, ketika pagi hari bangun kemudian mereka menggapai hp lalu melihat ‘sms’ atau ‘jejak’ informasi yang masuk, meresponnya, menutup vitur, sesungguhnya mereka juga lagi bergadget, lagi sarapan gudget.


Kehadiran gadget kata guru spiritual saya, benar-benar sangat mempengaruhi kehidupan manusia, pengaruh yang positif maupun pengaruh yang negatif sama kuat. Pengaruh positif misalnya bisa melahirkan kemudahan-kemudahan, informasi yang terbuka dan kaya, terpicunya kreativitas dan inovasi, membangun semangat toleransi dan semangat berbagi. Gadget juga memberi pengaruh negatif berupa lahirnya generasi konsumtif, generasi yang suka serba instans, cenderung narsis, dan suka buang-buang waktu untuk hal yang sesungguhnya tidak penting. Rentang waktu ke depan ‘gadget-gadget’ baru pasti akan terus bermunculan, jendela-jendela dunia maya itu akan terus berevolusi mengajak manusia menjauhi realita hidup yang makin susah dan keras. Kita dininabobokan, dibius makin menjauh dari kesadaran yang sebenarnya mesti dilahirkan, yaitu hidup itu singkat dan sangat berharga. Tetapi itupun, sesungguhnya tinggal bagaimana kita menyikapinya, jadi apapun kembali tergantung ‘penyikapan kita’. Karena penyikapan kita yang akan mengendalikan pilihan-pilihan kita terhadap godaan-godaan ‘gadget’ mana yang tidak perlu diakrabi karena tanpa sadar mendorong kita berada pada situasi ‘buang waktu dan tidak produktif’, cenderung merugikan kehidupan. Maka sikap kita harus dikiblatkan pada ‘gadget’ positif, dan itupun disesuaikan dengan kebutuhan dan tidak berlebihan tetapi ditata bagaimana bisa lebih mencerdaskan dan menyadarkan akan kemanusiaan kita, mendewasakan kita untuk menghargai waktu.

Senin, 11 April 2011

BLOKO SUTO



Kang Begjo sadar sedar-sadarnya sebagai orang Jawa tepatnya orang Banyumas, berupaya sekuat apapun untuk mengendalikan diri, dorongan menjadi ‘bloko suto’ sering kuat sekali. Konon menurut orang tua, itulah bawaan orang Banyumas yang sulit dipungkiri, sulit dibuang, suka blak-blakan, terus terang, dan tidak toleransi untuk basa-basi atau berpura-pura kepada siapapun, tetapi semua dilakukan tanpa tendensi menjelekan ataupun menyakiti orang. Meskipun ia telah merantau jauh dari bumi Serayu itu dan telah memetamorfosis dirinya mengadopsi berbagai ilmu laku, belajar toleransi, basa-basi, berpura-pura untuk pergaulan dan menyenangkan orang lain. Kadang-kadang perilaku turunan itu muncul begitu saja pada kondisi tertentu, terutama suasana yang menggelisahkan. Seperti siang ini, pada acara pertemuan di tempat ia kuliah, pada saat teman-temannya tidak berani tunjuk hidung kesalahan pengelola, kang Begjo dengan terus terang membeberkannya.

Sikap kang Begjo yang berani mengungkap akar masalah yang menjadi kendala besar proses penyelesaian kuliah ia dan teman-temannya, seperti menjadi stimulator keberanian teman-temannya. Seperti alunan simponi suara teman-temannya kemudian menimpali dan mengiyakan beberapa kebijakan pengelola yang tidak pas menurut mereka. Tapi juga tidak sedikit teman-temannya yang lebih memilih posisi aman dengan cara diam dan cuma diam, walau setiap perubahan kebijakan belakangan mereka juga ikut merasakan dan menikmatinya. Padahal bila kang Begjo mau, seirama dengan pikiran yang telah bermetamorfosis, dia mestinya tidak perlu ambil resiko, toh bagi dia apa yang menjadi problem teman-temannya telah ia lalui relatif tanpa masalah, komunikasi dia dengan pengelola juga relatif sangat baik. Bakat genetiknyalah yang menyeruak tanpa kompromi lalu berterus terang menyangkut yang ia dengar, rasakan, lihat, terima tanpa rasa takut dan sungkan. Itulah yang namanya ‘bloko suto’.

Banyak orang Banyumas menceritakan bahwa sikap ‘bloko suto’ sering muncul begitu saja tanpa disadari, jadi mereka berterus terang tanpa beban, tidak ada yang namanya tenggang rasa, kasihan atau takut, yang pasti sikap tersebut muncul tanpa disadari, menyeruak begitu saja lugas memaparkan sesuatu hal yang seringkali orang lain tidak mampu mengungkapkannya lantaran sungkan, tidak berani, tidak enak, atau toleransi. Misalnya saja berani membuka kesalahan ‘seseorang’, kebohongan seseorang atau kejelekan orang atau bicara apapun yang intinya bicara apa adanya. Jadi pada sikap ‘bloko suto’ tidak ada istilah ‘berbohong untuk kebaikan’, toleransi untuk menyenangkan orang, diam untuk menyelamatkan muka teman dan lain-lain. Tetapi sikap ‘bloko suto’ juga bukan berarti menunjukkan orangnya yang ‘tegaan’, kejam, itu sikap yang bersahaja saja, tiada memiliki maksud menjatuhkan orang, mendiskreditkan orang, seperti sikap anak kecil bicara apa adanya dan seenaknya. Yang bersangkutan baru sadar ketika semuanya selesai tersampaikan atau diberi tahu orang bagaimana ia ‘berani’ bicara. Sampai di situ, baru pikirannya bisa menimbang, kadang lahir penyesalan telah bloko suto. Beruntung kalau kemudian mereka yang disadarkan kesalahannya justru kemudian berterima kasih, tapi bisa juga akan muncul sebaliknya.

Kang Begjo juga bertutur bahwa kemarin setelah ia ‘berbloko suto’ sejenak kemudian ia merasa sadar, seperti kemudian muncul rasa bersalah, rasa menyesal kok beraninya ngomong terus terang sedemikian rupa, padahal yang dihadapi adalah orang tua dan gurunya yang harus dihormati pastinya, syukur kemudian ada secercah solusi. Tapi ia juga sadar bahwa potensi genetik orang Banyumas mengalir ditubuhnya dominan, tidak bisa dipungkiri, tidak bisa disembunyikan, sewaktu-waktu bisa saja lahir ‘ekspresi gen’ itu dan menguasai kesadaran, rasionalitas, dan laku dirinya. Pada kontek kang Begjo, kita bisa lihat bahwa perasaan salah, menyesal , tidak enak yang justru lahir belakangan tersebut makin mempertegas bahwa ‘bloko suto’ adalah ekspresi tak terkendali, ekspresi ‘hidden dominan’ yang meledak hanya pada saat kesadaran, rasionalitas, dan laku orang Banyumas yang ‘bersahaja’ terposisikan dalam situasi yang perlu upaya menyelamatkan ketidak berdayaan. Orang Banyumas yang mampu memetamorfosis kesadaran, pikiran dan tingkah lakunya dengan ‘kearifan’ lain di luar budaya daerahnya akan mampu mereduksi sikap ‘bloko suto’.

Kata Guru Spiritualku bahwa ‘bloko suto’ adalah sikap yang baik karena disitu mengandung kekuatan kejujuran yang sangat tinggi hanya bertemperamen lugas dan lugu. Saking lugas dan lugunya sehingga mengabaikan ‘perasaan’, mengabaikan unggah-ungguh, mengabaikan ‘tata cara’ yang dalam masyarakat kita tidak bisa dikesampingkan dan sangat diperlukan. Maklum saja Banyumas adalah orang Jawa paling pinggir Barat jauh dari akar budayanya Jawa (Solo) juga jauh dari akar budaya Sunda yaitu Bandung, bahasanyapun ‘ngapak-ngapak’ terkesan kasar berbeda dengan orang Jawa di Jogja maupun Solo. Logatnya dengan mudah bisa menjadi bahan tertawaan orang. Berkait berterus terang, kita selayaknya tetap menghargai orang yang bersalah, karena kesalahan mereka itu justru penting menjadi pelajaran buat kita agar kita bisa memperoleh perbaikan. Kelola ‘potensi bloko suto’ dengan baik dan beri cita rasa agar bisa menjadi pola komunikasi yang santun dan bermartabat, penuh perasaan, dan berunggah-ungguh. Sehingga akan terbangun rasa saling menghargai, yang salah harus belajar seleh, yang bener jangan menjadi keblinger, semua harus tepo sliro mencari rahmat dan kebahagiaan bersama. Semua orang harus mau belajar dan berusaha ikut mendorong tercapainya ketenangan, kenyamanan dan menciptakan rasa pemenuhan yang adil dan bijaksana untuk meraih kebahagiaan dan kedamaian.