Minggu, 28 Agustus 2011

UCAPAN MAAF DI HARI RAYA



Hari Raya Idul Fitri masih kurang dua hari lagi, namun di hpku sms ucapan berhalal bi halal sudah mulai bermunculan. Sebelumnya sms itu bagiku merupakan hal biasa, rutin tahunan, yang harus juga dibalas dengan penyesuaian kata-kata ucapannya dan status orangnya, karena tentu beda antara membalas ucapan kepada saudara, teman, guru, sahabat, anak-anak, murid, kolega dan lain-lainnya. Tidak tahu sekarang, semalam ketika ada keinginan menulis dan tidak ad aide, dan ketika ada sms aku menjadi terinspirasi, sms yang masuk aku cermati dan aku pelajari. Bahkan aku coba brossing sms di internet, wo…. banyak dan beragam sekali. Buat orang yang sulit berkata-kata, kemudahan untuk menggunakan kata-kata yang telah dibuat orang lain kini makin membantu. Kemajuan teknologi telah dengan mudah memperluas kesempatan berbagi dan mendorong kreativitas manusia.

Teknologi hp dengan fitur ‘forward’ dan ‘edit’nya memungkinkan seseorang memanfaatkan ucapan yang telah diterimanya untuk disampaikan kepada orang lain dengan imbuhan lain atau langsung kirim. Tentu pilihan itu sudah diukur kecocokannya, kepantasannya, keindahannya tergantung ukuran dan kesenangan masing-masing orang perorang. Ada yang suka berpantun, ada yang suka serius, lucu, unik dan ada pula yang konservatir dan lugas seperti yang biasa tertulis di kartu-kartu lebaran tempo dulu. Aku sendiri pernah kepincut untuk ‘menggunakan’ ucapan dari saudara yang aku merasa cocok dan mengadaptasikan sebagai ucapan untuk keluarga kami. Aku juga tahu beberapa temanku mengutip dari internet, beberapa yang lain aku tahu juga buat sendiri.


Ada teman yang berterus terang sekalipun tidak pernah membuat, males dan tidak bisa, ia hanya menunggu ucapan orang lain lalu menggunakannya untuk orang lain. Saya tahunya ketika mencoba memuji ucapan yang dikirimnya, ia menjadi merasa malu dan ia mengatakan ‘kui aku kulakan friend’. Tapi ia jujur, memang selama ini sang teman ini tidak pernah berpantun, tidak pernah mengekspresikan bakat seni puitisnya, tiba-tiba di hari fitri ia menjadi melankolis, padahal aku suka dan memuji ucapannya dengan senang. Buatku, sang teman ini sesungguhnya sudah mempunyai ‘ketertarikan’ pada hal yang indah, yang menghaluskan rasa, cuma tidak terkondisi lantaran diliputi aktivitas yang menuntutnya serba mekanis dan cepat. Atau bisa juga lingkungannya tidak mendukung untuk memungkinkan seminya pengetahuan ‘rasa’.


Alhammdulillah, dari dulu aku sendiri disuburkan pada lingkungan yang mendorong untuk segala sesuatu kalau perlu buat sendiri, bahkan kalau bisa untuk dibagi. Sejak SMP aku beruntung punya guru lukis dan guru bahasa Indonesia yang memungkinkan aku berkreativitas membuat kartu lebaran sendiri, bahkan membuatkan keperluan teman. Hal itu terus terus terkondisi hingga kuliah, karena aku punya komunitas seni ‘Lentera’, ‘Kenthong banyumasan’ dan ‘Teater Bio’. Sampai sekarang hal itu masih terpelihara ala kadarnya, konon kata Guru Spiritualku itu baik untuk menjaga sekaligus mensyukuri nikmat anugerah Allah SWT menyangkut penggunaan totalitas otak kita. Katanya orang akan mudah mengalami struk, stress kalau sisi otak yang mengelola pengetahuan ‘transendental’ dan ‘subyektif/seni/olah rasa’ jarang digunakan. Untuk itu sampai kapanpun aku berharap masih diberi energi untuk membaca, menulis, dan melukis.


Kata Guru Lakuku, bahwa ucapan untuk Hari Raya Idul Fitri itu sebenarnya sederhana saja intinya, yaitu ‘mengucapkan kemenangan puasa’ yang diekspresikan dengan ucapan ‘Selamat idul Fitri’ bermakna selamat kembali bersih, serta ‘ucapan permohonan maaf’ atas dosa dan kesalahan sesama manusia yang diekspresikan melalui ucapan ‘mohon maaf lahir batin’. Tetapi karena kodratnya bahwa manusia suka akan keindahan, sopan santun dan halus bahasa maka ucapan itu menjadi ‘perlu’ dirangkai sedemikian rupa agar lebih menyenangkan hati. Tetapi juga jangan disalahkan ketika tatanan ucapan Hari Raya kemudian bergeser dari intinya, misalnya bunyinya cuma begini: ‘…..setelah kita sebulan berpuasa, hari ini kita kosong-kosong ya….’. Itu ucapan yang ‘ngegaul’ sesuai dengan umur dan komunitas anak-anak sekolahan, jangan dinilai dengan ukuran ucapan orang tua.


Untuk menambah gambaran tentang ragam ucapan yang mewarnai hadirnya Hari Raya Idul Fitri yang merupakan hari kemenangan bagi umat Islam sedunia ini, di bawah ini saya kutip sms yang pernah masuk hpku dan beberapa dari internet.





“Hati bergetar kala mendengar kumandang takbir Akbar . Mengingatkan datangnya Hari Kemenangan. Minal Aidin Wal Faizin, mohon maaf lahir dan batin”



“Fitrah sejati adalah mengakbarkan Allah… dan Syariat-Nya di alam jiwa...di dunia nyata, dalam segala gerak di sepanjang nafas dan langkah semoga seperti itulah diri kita di hari kemenagan ini... Selamat Idul Fitri , Mohon Maaf lahir dan Batin ".



“Sebait Kata Maaf Tuk Menghapus Salah & Khilaf ... Agar Hari Kita Bersih Seperti Terlahir Kembali… Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1432 H Mina Aidin Walfaidzin ‘ Mohon Maaf Lahir & Batin “

“Mangan sate sak gulene, sego megono bumbu kemiri kapan wae lebarane, sugeng riyoyo idul fitri tumbar merico kecap asing nyuwun ngapuro lahir lan batin ".



“Eid… a time for joy, a time for togetherness, a time to remember my blessings...May Allah bless you.."



“Pertemuan hanya sarana, yang utama. Nyuwun pangapunten sedaya kalepatan.. kagayuh krenteging ati, karena zaman tak dapat dilawan, Kepercayaan harus diperjuangkan”



“Takbir, tahmid, dan tahlil berkumandang menghantarkan gema hati tuk memohon ampunan kepadaNya kepada sesama umatNya tulus ikhlas dari lubuk sanubari yang terdalam Selamat Idul Fitri Minal Aidin Wal Faidzin. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan ."



“Sepuluh jari tersusun rapi… Bunga melati pengharum hati.... SMS dikirim pengganti diri .... Memohon maaf setulus hati.... Mohon maaf lahir dan batin, met idul fitri...."



“Teriring gema takbir memuji kebesaran Allah SWT. Kami mengucapkan Selamat hari Raya Idul Fitri. Mohon Maaf Lahir dan Batin ".



" Satukan tangan satukan hati. Itulah indahnya silahturahmi di hari kemenangan. Kita padukan keikhlasan untuk saling memaafkan. Selamat hari raya Idul Fitri, Mohon maaf Lahir Batin ".



“Dalam kerendahan hati ada ketinggian budi. Dalam kemiskinan harta ada kekayaan jiwa. Hidup ini terasa indah jika ada maaf. Taqabalallahu Minna Waminkum… “

"anak kodok makan ketupat, makan ketupat sambil melompat, kita ketemu tak sempat lewat,
Mohon maaf lahir bathin ye… "

"Mata bisa salah lihat. Kuping bisa salah dengar. Mulut bisa salah bicara. Hati bisa salah sangka. Di hari yang fitri ini. Mohon maaf lahir dan batin. Selamat Hari Raya Idul Fitri."

Nah, untuk lebaran tahun ini, kemarin malam telah aku coba rangkai ucapan yang aku rangkai khusus untuk pembaca blog ini, sekaligus mulai aku kirim ke kerabat, guru-guruku, teman-teman dan kolega aku yang aku sayangi. Tentu ungkapan melalui tulisan atau sms harus disadari belumlah cukup, mengokohkan silahturahmi akan makin indah dan lebih nyata ketika kita bisa berjabat tangan, berinteraksi, berbagi rejeki, berbuat kebaikan bersama, saling mengingatkan, saling bantu membantu dan lain sebagainya yang positif. Untuk itu mari kita selalu berdoa diberi barokah umur dan kesehatan hingga kita bisa bertemu dan bertatap muka. Amin.

……dengan kerendahan hati…..
sebelum bedug bertalu, sebelum takbir menggema
ijinkan kami ulurkan tangan beruntai keiklasan
dengan beribu ketulusan
berharap bersih dan satukan hati
perkokoh silahturahmi
menghidupkan hidup
Selamat Idul Fitri 1432
mohon maaf lahir batin
(Untung & Kel)

Jumat, 26 Agustus 2011

JALAN KELUAR



Minggu pagi ketika aku sedang asyik menata anggrek di rumah, sahabatku datang dengan anak dan istrinya. Aku tinggal kerja rutinku dan selanjutnya menyalaminya dan bercengkerama di pinggir kolam karena sambil mengawasi anak temenku yang lagi kegirangan melihat sisa ikan koi-koiku yang berebut makanan. Hal pertama yang muncul dari bibirnya adalah kata sanjungan, tentang apa lagi kalau tidak tentang tanaman yang memenuhi tiap sudut rumahku. Dia bilang: “……Beginilah semestinya dosen pertanian, ‘no talk only but full action’ , kebanyakan cuma omong doang haaa…..haa “. Aku tidak menanggapi, tapi belakangan aku jelaskan mengapa juga aku memilih banyak aksi nyata dari tidak sekedar banyak bicara. Intinya itu semua juga berawal dari ‘rasa malu’ akibat cuma banyak omong di forum, aku dianggap ngajar sepeda tapi tidak bisa naik sepeda. Ngajari berbagai seluk beluk budidaya tanaman tapi tidak pernah menanam. Bagaimana bisa benar ?


Sang teman yang satu ini, adalah satu generasi menjadi PNS yang diperbantukan di swasta. Satu juga nasib di tempatkan di tempat kerja yang berbeda dari basik asalnya. Kalau aku dari disiplin ilmu biologi dan harus mengajar di Fakultas Pertanian, sementara dia asalnya dari lingkungan ormas keagamaan A kemudian harus kerja di lembaga milik ormas keagamaan B. Sebetulnya hal tersebut kami sepakati bukan dan tidak akan menjadi problem pada situasi jaman yang menuntut kuatnya ‘pluralisme dan demokrasi’. Kenyataan memang demikian minimal hingga 20 tahunan kami kerja, terbukti dia sampai bisa meraih gelar professor, sedang aku karena males ngurus pangkat belum bisa seperti dia. Tetapi belakangan aku baru tahu bahwa sang teman ini ada kendala besar untuk berkarir menjadi pimpinan di lembaga tempat ia kerja, alasannya menyangkut aturan kelembagaan yang mengaruskan pimpinan mengakar pada ke B tersebut. Padahal dari segi kapasitas, sang teman ini jelas di atas rata-rata, dia telah tumbuh tidak saja member kontribusi ke dalam tapi juga bisa diterima dan mewarnai bidang keahliannya.


Ukuran kapasitas menjadi orang yang bisa diterima dan bisa memberi nilai menurutku telah ia buktikan, tidak mudah menjadi orang ‘yang beda’ diterima dan tumbuh di lingkungan tidak semestinya. Kalau seseorang kulit hitam tumbuh dan berprestasi di lingkungan masyarakat kulit hitam adalah hal biasa. Tetapi kalau seseorang kulit hitam tinggal dan tumbuh di masyarakat kulit putih, lalu ia mampu berkontribusi, berbaur, mengembangkan diri bahkan ia juga bisa diterima habitat kulit asalnya serta di luar masyarakat tempat ia tinggal maka itu adalah sebuah keunggulan atau orang yang berkapasitas. Karena keadaan sang temanpun bisa menerima, ia sabar, tetap berkarya, itu semua dianggap sebagai kesalahan awal yang tidak perlu disesali. Walau sesungguhnya hati kecilnya meronta, siapa sih yang tidak ingin berkarir dan menjadi orang yang mampu berbagi lebih banyak ?


Dalam sikap penerimaan yang iklas, tak diduga ia dilamar kepresidenan untuk menjadi salah satu purangga staf ahli presiden SBY. Dia berbisik padaku, jangan woro-woro, belum pasti, tapi Alhamdulillah ijin dari pimpinan tempat ia kerja sudah sudah oke. Awalnya ia kawatir ijin tidak akan keluar, karena memang selama ini tradisi pengabdian ke lembaga tempat ia kerja sangat dinomer satukan. Mendengar kabar itu aku katakana pada dia mungkin dan mudah-mudahan ‘ini jalan keluar’ kebuntuan berkarir yang selama ini dirasakan. Dari hpnya sebentar-sebentar datang ucapan selamat, bukan dari orang sembarangan, tetapi dari tokoh-tokoh masyarakat mulai dari bupati, wali kota, pimpinan Koran, partai, anggota dewan, sesama profesi, organisasi tempat ia beraktivitas dan masih banyak lagi. Ia dengan santun berterima kasih, lalu menyampaikan bahwa hal itu baru diproses, belum, tunggu kalau sudah pasti teman-teman akan dikabarinya.


Guru spiritualku berbisik padaku, itulah kebesaran dan maha bijaksananya Allah. Rizki dikejar ke mana dan dengan cara apapun kalau memang bukan rizki kamu, maka rizki itu akan lari menjauh dan sulit untuk didapatkan. Tetapi kalau sudah rizki kamu, ke mana dan sedang di mana kamu, dalam sesulit kondisi apapun, gangguan apapun, rizki itu tidak peduli pasti dan pasti akan menghampirimu. Karena Allah tidak pernah tidur, selalu melihat apa yang kita lakukan, tindakan yang baik, iklas dan sabar disertai doa yang khusuk akan diijabeni bahkan akan diberi dengan limpahan yang lebih besar. Sementara orang-orang yang hidupnya cenderung suka mempersulit orang lain, sesungguhnya kalau mau merenungkan, harusnya sadar karena dengan cara begitu berarti ia sudah memilih jalan yang sulit untuk dirinya sendiri. Hukum kebiasaan mempermudah akan lebih dimudahkan, kebiasaan memberi akan lebih diberi, kebiasaan mengasihi maka akan lebih dikasihi, ….tapi semua tetap kuncinya di iklas dan sabar.


Kepercayaan dalam menghadapi kesulitan hidup harus kita bangun, kita harus percaya bahwa Allah SWT telah menegaskan bahwa pada setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Sebuntu apapun jalan menurut kita, itupun sesungguhnya masih terbuka jalan ke luar kalau kita percaya pada Allah SWT. Alhamdulillah, banyak teman dan banyak guru yang hadir dalam hidupku justru memberi ‘benggala’ atau pencerminan hidup yang mudah-mudahan makin menjernihkan pikiran dan nuraniku. Semua jelas memperkaya hidupku, menyadarkan bahwa hidup harus dihidupi agar hidup makin hidup.

Selasa, 23 Agustus 2011

KOI KESAYANGAN




Kehilangan hal yang disayangi, hal yang selama ini memberi kebahagiaan, kesenangan dan kegembiraan akan memberi rasa duka cita yang mendalam. Kedukaan itu tidak terduga, walau kita tahu bahwa kehilangan adalah hal wajar dan pasti akan dialami siapapun. Berduka adalah hal yang tidak diinginkan siapapun, namun selalu bisa dialami oleh siapapun atas sebab apapun baik menyangkut hal besar maupun hal-hal kecil. Hanya saja respon kedukaan yang biasanya berbeda, yang sehat adalah kedukaan yang tidak perlu berlarut-larut, yang mengakibatkan orang hilang gairah kerjanya dan kehilangan harapan. Jelas bahwa kehilangan adalah hal yang menyebabkan kelengkapan hidup kita menjadi berkurang. Aku pernah bertutur di blog ini bagaimana kebingunganku ketika dompet berserta berbagai surat-surat penting hilang di pasar Bringhardjo Jogjakarta. Pulang berkendara tanpa identitas dan SIM untuk mengemudi tetapi harus mengemudi. Duka cita sebagai manusia pasti kita pernah dan mungkin sering merasakan.

Walau tanpa tangis dan raut duka, keluargaku beberapa minggu ini lagi berduka terutama barangkali aku yang paling merasakannya. Sebab-musababnya mungkin kebanyakan orang akan menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat tidak berarti dan sederhana, yaitu kematian berkala ikan-ikan koi peliharaan kami. Sekitar 60 ikan koi aneka warna tiba-tiba mati sedikit demi sedikit, selidik punya selidik kata temanku yang Kepala Balai Perikanan di Bangil itu gara-garanya sederhana yaitu menambah jenis ikan koi baru kebetulan membawa penyakit ‘KHV’ atau Koi Herpes Virus, sehingga dengan cepat menular dan mematikan. Memang benar beberapa minggu yang lalu atas pemikiran bersama kami baru menambah koi yang warnanya beda, yaitu yang putih, perak dan kuning yang belum kami punya.


Bagaimana kami tidak berduka ? Selama ini kolam koi kami adalah hiburan mengasyikan, peredam kepenatan kerja dan kejenuhan akibat hirup pikuk kehidupan kota yang makin sumpek. Ikan-ikan koi peliharaan kami lincah bergerak dari satu sudut ke sudut kolam, kadang menyelam, berkejaran dan sudah sangat jinak. Suara decakan mulut saja sudah membuat mereka bergerak menuju tempat kami biasa memberi makan. Ikan-ikan tersebut tanpa takut bisa kami pegang dan biasa menghisap-hisap telapak tangan yang penuh makanan ikan, rasanya seperti dihisap dan kasapnya gigi halus di mulutnya. Tidak mengenal waktu mereka sering menghibur kami, termasuk juga tamu-tamu yang akrab yang kami ajak masuk ke samping rumah. Sekarang keceriaan dan hiburan segar itu tiada, sebagian besar koi-koi dan suasana kolam menjadi tidak tertolong walau berbagai upaya telah kami upayakan, pemberian garam, obat-obatan, kini ikan tersisa sepuluh ekoran dan kolam sudah dikurangi airnya biar agak hangat.


Kata guru lakuku, koi herpes virus memang merupakan penyakit pada sebangsa ikan emas termasuk koi yang sangat ganas, begitu dalam kolam satu ekor terserang penyakit ini maka dalam hitungan 6 - 14 hari bisa mematikan 90 – 100 persen populasi ikan koi yang ada. Cerita orang mengalami stress akibat kasus koi peliharaan mereka terserang herpes virus ini banyak terjadi, artinya ternyata kedukaan yang aku alami tidak sendiri dan belum seberapa. Sejak tahun 2002 hingga 2007 di Indonesia kerugian akibat penyakit ini mencapai 250 milyar. Itu menjawab pertanyaan aku selama ini mengapa banyak kolam-kolam koi di daerah sentra yang kosong dan tidak difungsikan. Berarti daerah itu juga merupakan daerah yang ikut menderita kerugian akibat penyakit ‘koi herpes virus’ dan memang dari sana koi baru aku dapatkan ketika tidak sengaja ada kegiatan ke daerah itu.


Setiap hari perhatian kami banyak tersita pada problem kolam itu, kami terus berupaya, satu demi satu ikan yang mengalami gejala sakit kami pantau dan ditangani khusus, tapi tak upaya apapun tidak menolong, selalu ada minimal dua ekor, pernah sehari sampai menggelepar delapan ekor. Kedukaan akibat kematian koi-koi peliharaan kami, ternyata berhikmah menyenangkan anak-anak kecil tetangga kami. Koi yang menggelepar-menggelepar, tiba-tiba berenang cepat tanpa arah, sehingga sering ada yang membentur kaki pot besar tempat tanaman gelombang cinta yang berada di tengah kolam sehingga sekarat. Anak-anak itulah yang kemudian dengan ‘suka cita’ membawanya pulang untuk dimasak sebagai hidangan puasa. Kami sendiri tidak sampai hati mengkonsumsinya. Satu ekor yang besar aku rasa bisa disantap untuk satu keluarga kecil, hal itulah yang sedikit menghibur kami. Kami sudah berusaha, menyelamatkan yang kami cintai, tapi koi-koi itu lebih memilih membahagiakan anak-anak kecil di bulan yang penuh berkah ini. Harusnya uang yang untuk beli koi baru, mestinya aku belikan ikan konsumsi lalu aku bagikan ke mereka-mereka. Kesadaran memang sering kali datang terlambat. Allah Maha Besar yang menggerakan apapun sesuai dengan keinginanNya, kewajiban kita membeningkan hati sehingga untuk memahami dan mengimaniNya.

Senin, 22 Agustus 2011

TIGA HAL PENTING



Ketemu teman lama sering kali memberi kesan yang berbeda, memberi rasa yang tidak biasa, ada rasa gembira, rasa senang, bahagia, penasaran, obat kerinduan dan lain sebagainya. Demikian pula ketika aku ketemu sahabat lama, sahabat saat masih kuliah, sering belajar besama, main bersama, ia sering ke rumahku dan memberi kesan yang mendalam pada ibuku khususnya. Ia selalu ceria, sering dari tempat kostnya ia menenteng gitarnya untuk kemudian ngamen dari rumah ke rumah dan berakhir di rumahku. Lalu di depan ibuku uang recehan hasil ngamen dibeber dan dihitung satu-persatu kadang sambil makan makanan seadanya yang ada di rumah. Dapat uang berapa dari mengamen, bukan hal penting, karena teman satu ini sesungguhnya bukan orang yang kurang uang, orang tuanya berkecukupan di Bojonegoro. Baginya ngamen hanya sebuah kegiatan ‘menyenangkan hati’ saja, bagaimana tidak karena ia tidak perduli pada hasil ngamennya bahkan ia pernah sengaja iseng ngamen ke rumah ‘cewek’ yang ia taksir, lalu ketika ceweknya yang benar keluar hendak memberi uang recehan, ia menggodanya dan malah minta makan dengan alasan lapar. Toh, sang cewek tidak pernah meremehkan bahkan keluarganya menerima dengan baik.


Dua puluh tahun kami tidak ketemu, ia sempat terkejut dan sedih ketika aku kabari bahwa ibuku sudah meninggal, sementara aku tahu orang tua dia masih sehat dan keduanya sudah pensiun. Kami masing-masing tentu sudah berbeda, sama-sama punya keluarga, punya pengalaman sendiri-sendiri. Aku lihat dia lebih dewasa dibanding terakhir aku ketemu. Pengalaman hidup yang cukup berat membuat dirinya banyak belajar dan menjadikan hikmah hidup. Aku senang ketemu dengan dia, salah satunya karena ‘jalinan silahturami’ berarti tersambung lagi, di sisi lain aku bisa belajar dari pengalaman dia. Sekarang hpku sering berbunyi di waktu subuh sms dari dia, ia berbagi kata bijak, seperti seorang guru ia sering berbagi hal penting untuk kebaikan hidup.


Seperti layaknya seorang guru spiritual, suatu pagi ia sms padaku bunyinya adalah : ‘Di dalam kehidupan ada 3 hal yang takan kembali, yaitu: 1). Waktu, 2). Ucapan, dan 3) Kesempatan. Maka dari itu jangan sia-siakan waktu, berhati-hatilah dengan apa yang hendak kita ucapkan, serta jangan abaikan kesempatan’. Bukan hal yang baru memang, tapi setidaknya mengingatkan kepada kita untuk selalu berkesadaran bahwa waktu tidak mungkin balik, begitu lewat maka lewat pula waktu milik kita. Kita harus hargai tiap detik nafas, umur hidup kita mesti dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik. Kata-kata yang kita ucapkan juga tidak bisa kembali, bisanya hanya kita ralat atau kita cabut pernyataan tersebut. Maka dari itu kita mesti hati-hati dengan perkataan kita, salah-salah bisa menjadi pencelaka diri kita sendiri atau orang lain. Kata-kata sering dianggap bisa lebih tajam dari pedang, luka akibat kata-kata lebih sulit terobati bahkan kalau diwujudkan dalam ‘fitnah’ maka kata-kata dikatakan lebih kejam dari pembuhuhan. Trus menyangkut ‘kesempatan’ kita tahu semua akan cepat berlalu bila tidak secepatnya kita manfaatkan.


Selain 3 hal yang takan kembali, sang teman juga menulis 3 hal menurutnya harus kita jaga jangan sampai hilang, yaitu: 1). Kasih Sayang, 2). Harapan, dan 3). Ketulusan. Nah, benar sekali bukan ???! Hayo siapa mau mendebat dan tidak setuju. Siapa yang mau kehilangan satu hal saja misalnya kasih sayang, apakah kira-kira kita bisa bahagia ? Kemudian sang teman melanjutkan tausiahnya menyangkut 3 hal yang paling berharga, yaitu: 1). Kejujuran, 2). Kepercayaan, dan 3). Sahabat. Lalu mengakhirinya dengan 3 hal yang tidak boleh dilupakan, yaitu: 1). Tuhan, 2). Nabi Muhammad dan 3). Orang Tua dan Keluarga. Wah…sudah aku katakan ketemu teman lama seperti ketemu seorang guru, guru spiritual yang mampu menyadarkan dengan pola sederhana, lugas dan meng-intisari.


Menyimak ungkapan 3 hal yang disampaikan teman lama, aku merasa dibagi sesuatu yang berharga di bulan puasa ini. Puasa kata guru ngajiku merupakan ibadah yang harus memjadi proses ‘pensalehan individu’ dan ‘pensalehan sosial’ seseorang. Maksudnya bahwa puasa selain diharapkan menjadi proses penguatan moral individual seseorang juga semestinya merupakan penyadaran dan aktualisasi kepedulian sosial. Semangat berbagi rejeki, kelimpahan kebutuhan hidup kepada fakir miskin dan mereka yang terkena musibah adalah hal yang positif, termasuk berbagi ‘tausiah’ kebaikan juga merupakan hal positif yang akan mengantar pada pembentukan pribadi yang berkesalehan sosial. Sekarang ini, bangsa kita tengah menghadapi ujian besar. Sebagai bangsa yang memiliki kekayaan alam yang besar, sebagai negara yang rakyatnya mayoritas mengaku beragama Islam, pemimpinnya banyak yang tampil sebagai sosok yang berkesalehan individual. Sayang hal itu tidak memberi gambaran kesalehan sosial, tergambar realita eksloitasi alam untuk kepentingan segelintir orang masih mendominasi, tingkat korupsi sangat tinggi dan tersistem, kebohongan dan rekayasa menjadi panglima, kedamaian dan keamanan masyarakat masih jauh dari harapan.


Tiga hal penting yang ternyata tidak tiga, mudah-mudahan bisa menjadi rambu-rambu atau peringatan, tanda yang harus kita jalani agar peraihan ‘kesalehan individu dan sosial’ mulai nyata. Memang kita tidak bisa berharap banyak ketika perangai politik kita ‘tidak tahu malu dan penuh tipu muslihat’. Tetapi tanpa harapan sama saja kita kehilangan hal yang sangat penting sebagai modal perubahan. Semangat berbagi dan saling bertausiah harus kita kobarkan agar arah ‘keadilan dan kesejahteraan sosial’ bisa kita kedepankan.