Sabtu, 26 Mei 2012

LADY GAGAL


                Jagat Indonesia yang tenang-tenang saja, tiba-tiba hiruk pikuk gegap gempita lantaran ada penolakan ‘pagelaran Lady Gaga’. Tidak itu saja, hiruk pikuk rencana pertunjukan kini malah berubah menjadi kegaduhan. Dimulai dari ancaman ‘ormas keras’ yang menolak dan mengancam akan membubarkan pertunjukan jika tetap diselenggarakan, hal tersebut memunculkan kegundahan penggiat seni atas pelanggaran kebebasan ekspresi , mengundang empati para penggiat HAM, mengundang simpati para agamawan yang mengedepankan toleransi, menjadikan posisi polisi yang canggung dan serba salah karena tidak mau terpancing emosi. Sikap polisi yang canggung, memancing kritik masyarakat terhadap salah satu institusi penegak hukum ini, masyarakat sampai pada kesimpulan polisi tidak berani menghadapi ‘ormas keras’, polisi menjadi banci, menjadi tidak berdaya.
                Seorang guru bijak menulis di media, bahwa bangsa ini tidak pernah dewasa, bahwa bangsa ini tidak cerdas, tidak sadar bahwa ‘polemik’ adalah cara modern untuk publikasi gratis. Konser Lady Gaga sesungguhnya bila diwajarkan, paling hanya akan ditonton oleh sebagian masyarakat yang menggilainya. Maksimal sesuai kapasitas tempat pertunjukan, hanya akan ditonton oleh orang yang mampu membayar tiket ratusan ribu hingga jutaan. Tetapi begitu dipolemikan, seluruh bangsa ini dipaksa mengenal Lady Gaga melalui polemik di televisi, radio, internet, anak-anak muda secara otomatis penasaran ingin mengetahui ‘penyanyi kontroversial’ ini. Akhirnya yang semestinya bila Lady Gaga hanya dilihat masyarakat melalui pertunjukkannya, maka masyarakat hanya mengetahui apa yang boleh ditampilkan di Indonesia. Tetapi ketika terbangun polemik, kepenasaran masyarakat terutama anak muda, dengan leluasa terpenuhi oleh keterbukaan dunia maya. Di dunia maya siapapun bisa melihat penampilan sang lady dalam berbagai gaya, termasuk yang bagi masyarakat Indonesia dianggap tidak layak menjadi tontonan.
                Angka brossing tentang Lady Gaga tentu terus menerus naik, karena dari hari ke hari kepenasaran dan komentar melalui posting di web juga terus naik, kreativitas komentar, dorongan untuk berpendapat tentu menggelitik semua orang. Seperti penulis ini, terus terang, berarti sudah tergelitik menambah jumlah tulisan tentang sang lady. Bila kita brossing akan tersedia ratusan juta hal menyangkut penyanyi kontroversial ini. Ini yang menurut sang guru bahwa ‘polemik’ yang terjadi telah lebih merusak pikiran bangsa ini, dibanding bila tanpa kontroversi di masyarakat yang cenderung dikipas-kipasi oleh pers dan media elektronik. Bila dihitung secara rupiah, energy, waktu yang tersedot kasus ini  tentu nilai kerugian dan kesia-siaan tidak sedikit. Pengguna internet di Indonesia menurut Word Internet Statistic 2012 negeri ini berjumlah 55 juta pengguna. Sangat besar potensi masyarakat yang bisa terpancing untuk yang menggugah ‘polemik panas’, dan sangat besar potensi kesia-siaan penggunaan waktu, dana, energy yang bakal terjadi.
                Terus terang saya pribadi menjadi tertarik komentar dan menulis ini adalah ketika ada salah seorang teman di BBM mengupload gambar bertajuk ‘Lady Gagal’, ya bukan Lady Gaga, dan yang terpasang adalah wajah artis komedian dengan wajah kocak plus keriput-keriput di kulit muka, tetapi dandanannya bergaya Lady Gaga. Kontan saya ketawa kecil, beberapa teman yang ikut melihat malah tertawa ngakak. Bayangkan, polemik tersebut secara pasti mendorong keisengan orang, sangat ironis, karena foto semacam itu bisa bermakna pelecehan pada seseorang, penghinaan pada orang lain yang bisa jadi melanggar hukum. Saya yakin awalnya mungkin peng-up load hanya ingin guyon dan iseng, tapi hal tersebut bisa berbalik menjadi kasus hukum, yang tidak pernah disadarinya sebelumnya. Hukum pemikiran selalu akan terjadi, mana kala berkembang pemikiran negatif di masyarakat maka energy, daya, kreativitas  negatif secara otomatis akan terdorong menyertainya. Ya….beginilah masyarakat kita, mudah terpancing. Masyarakat kita butuh panutan. Padahal kita semua juga belum tahu bagaimana sesungguhnya Lady Gaga sesungguhnya, denger-denger dia bukan orang biasa, tetapi orang pintar dan orang berprinsip di era serba hypermodern atau dengan kata lain bukan orang gagal. Sudahlah mari kita sudahi pembicaraan kita tentang Lady Gaga. Stop dan stop.
                Seorang bijak lain bertutur, memang capaian apapun dalam kehidupan sungguh sangat ditentukan bagaimana sikap kita terhadap segala sesuatu hal yang tengah kita hadapi. Kalau kita memandangnya secara negatif, maka segala hal menyangkut diri kita baik pikiran, waktu, semangat, energy, intuisi akan teraktualisasi untuk menggali dan menyuguhkan hal-hal negatif ke kepala kita. Juga segala hal menyangkut lingkungan kita, jelas akan mengakomodir harapan negatif kita dan energy, suasana, bayangan-bayangan, materi, orang-orang, keluarga dan lain-lain akan cenderung memberi input yang negative. Ekstrinya, misal bila kita sudah berpikir negatif pada orang terdekat kita, maka kecurigaan, prasangka akan terus datang mendera, dan secara tidak sadar kedekatan kita makin berkurang, akan lahir sikap, pandangan yang membentuk jarak, yang biasanya mesra jadi tidak mesra, yang biasanya penuh perhatian menjadi cuek, yang biasanya bermanja lahir sikap cuek. Jangan salah jika kemudian lingkungan luar akan mendorong juga partisipasi membangun negativitas yang kita bayang dan pikirkan. Orang terdekat kita yang sesungguhnya tengah berada pada pikiran positif, bisa jadi tidak akan terus-menerus kuat tergoda paparan hal negatif yang kita bangun. Bisa jadi orang tercinta kita malah menemukan hal positif baru. Pikiran memang dasyat bisa menggiring energy dan lain-lain sesuai dengan apa yang dibangunnya.