Sabtu, 08 Juni 2013

REVOLUSI JUNGGA




Sejak jaman penjajahan Belanda hingga sampai sekarang, komoditas perkebunan yang diusahakan 15 BUMN yang bergerak di bidang perkebunan masih berkutat pada komoditas konvensional seperti: karet, kopi, kelapa sawit, kakao, teh, tembakau dan tebu, sedangkan komoditas potensial lain seperti buah dan bunga tidak ada yang menjadi komoditas pilihan BUMN.  BUMN tidak ada keberanian untuk beralih komoditi walau kenyataan usahanya terus merugi, misalnya ada PTP  yang tetap mengusahakan komoditas tertentu, walau produktivitasnya rendah karena lingkungan sudah tidak sesuai lagi. Dahlan Iskan menyadari bahwa pengembangan buah dan bunga skala perkebunan terintegrasi akan menjadi salah satu solusi bagi Indonesia dalam memenuhi kebutuhan komsumsi buah, sayur dan bunga domestik yang terus meningkat, seiring denganpertumbuhan dan perubahan gaya hidup kelas menengah ke atas.



Menteri BUMN atas dukungan penuh Institut Pertanian Bogor mulai mulai November 2012 mulai menggagas dan pada  tanggal 17 Mei 2013 secara resmi telah mencanangkan gerakan 'Revolusi Jingga' atau 'Orange Revolution'  yaitu suatu gerakan untuk mendorong budidaya tanaman buah nusantara untuk meningkatkan pertumbuhan produksi dan ekspor buah nusantara.  Kegiatan pencanangan gerakan revolusi jingga dibarengkan dengan kegiatan Festival Bunga dan Buah Nusantara (FBBN) yang diselenggarakan di IPB International Convention Center - Baranangsiang Bogor mulai tanggal 17 -19 Mei 2013.

Dahlan Iskan mengatakan bahwa untuk itu telah dimulai pencanangkan  gerakan Revolusi Jingga, Kementrian BUMN melalui BUMN Perkebunan telah membuat program pengembangan buah nusantara skala skala perkebunan terintegrasi periode 2013-2017 seluas 116.800 hektar di lahan PTPN di seluruh Indonesia, yang terdiri dari jeruk (31.000 ha), durian (12.000 ha), manggis (18.900 ha), mangga (29.400 ha), pisang (18.750 ha) dan pepaya (6.750 ha). Sebagai pelaksana pertama gerakan 'Revolusi Jingga', PTPN VIII Jawa Barat telah mencanangkan pengembangan buah nusantara seluas 3.000 ha yang terdiri dari manggis (1.500 ha) dan durian (1.500 ha) yang akan diusahakan secara tumpangsari dengan pisang dan atau pepaya.


Gerakan 'Revolusi Jingga' telah ditabuh oleh menteri BUMN, tentu gerakan ini tidak mungkin hanya mengandalkan IPB saja. Partisipasi pakar daerah yang bisa jadi lebih mengetahui klimatologi dan aspek SOP budidaya lokal sangat dibutuhkan. Siapa mau ikut barisan menteri BUMN ? Guru spiritual saya kala mendapat penuturan perihal ini, berkomentar: ‘Yang penting bagaimana gerakan ini tidak ditunggangi para oventurir yang sengaja memanfaatkan gerakan revolusi jingga sebagai lahan pencari uang, atau popularitas politik. Kalau sudah demikian gerakan yang baik akan menjadi pepesan kosong karena lebih mementingkan pertumbuhan instan, tanpa mempertimbangkan proses yang sehat dan rasional sehingga gerakan bisa menjadi gerakan yang riil berkelanjutan. 

Guru yang lain berkomentar: ‘ Gerakan itu harus menjadi gerakan yang holistik, menyeluruh pada segenap aspek dan rasional pada hal pilihan kewilayahan. Jangan sampai, missal ada daerah di Kalimantan yang jauh dari kemudahan transportasi didorong mengembangkan komoditas nanas, sawit, atau komoditas lain dengan areal berhektar-hektar, tetapi infrastruktur jalan dan sarana transportasi, tenaga pemanenan tidak dipikirkan. Sehingga giliran panen, mereka dibingungkan bagaimana menjual hasil panen, problem pertama biasanya berkait dengan tenaga pemanen yg mahal, kedua minim dan mahalnya alat transportasi, ketiga batas umur ketahanan produk, keempat rendahnya kemampuan teknologi dan dana untuk melakukan penanganan pasca panen. Alhasil kerja mereka menjadi sia-sia, yang sangat kecewa akhirnya membiarkan produk itu tidak dipanen,  yang toleransi harus menerima produknya dibeli para tengkulak yang tidak toleransi. 

Kamis, 30 Mei 2013

TITIK BALIK

Sebuah penggambaran yang sepandan yang tengah dialami mas Bejo adalah 'ia telah terlalu jauh membelok dari jalan utama dan asyik menikmati panorama perjalanan yang cantik' sehingga lupa akan tujuan utama pengembaraannya. Mas Bejo lagi merasa lunglai, ia sadar telah kehilangan waktu, ia 'ndeprok' di depan guru lakunya sembari merenungi nasib. Sang Guru yang memahami muridnya tengah 'gundah gulana', bertutur: "Sudahlah nak, tidak perlu disesali, toh itu pilihan kamu sendiri. Mana sikapmu yang selalu mengambil hikmah positif dari setiap laku....". Mas Bejo, tercenung pada kata-kata gurunya. " Apa lagi jalan menyamping yang telah kamu jalani, bukan jalan yang tak bernilai, bahkan sangat bernilai, bukan pula jalan yang salah, karena kebanyakan pekerjaan itu semestinya  diperuntukan bagi mereka yang telah menempuh kesempurnaan jalan utama. Bukankah temanmu kerja di simpang jalan kebanyakan sudah empu dan begawan ? ". Sambung Sang Guru.  

Mas Bejo mendengar tutur Sang Guru, jadi ingat guru spiritual yang selama ini mengajak dirinya mengelana berjalan menjauh dari jalan utama. "Belajar pencak silat itu tidak harus berkutat di padepokan terus-menerus mas, kematangan pribadi 'seorang pendekat tahan uji' mesti ditempa seperti seonggok besi agar menjadi samurai yang perkasa". Tak heran ada banyak teman yang berseloroh tetaplah berjalan menyamping, tidak ada istilah 'titik balik' karena kamu sudah berjalan di jalan yang benar menuju pada titik yang sama dengan jalan utama hanya yang beda adalah alur jalan dan tantangannya. Yang diperlukan adalah konsekuen untuk menyisihkan energi, waktu, kefokusan dan konsistensi bekerja dengan program dan target yang jelas dan terukur.      

Guru yang lain juga tidak jauh berbeda menyemangati, malah mencontohkan dirinya yang 'keempuannya' dicapai dengan menjalani banyak pekerjaan sampingan. Katanya, bahwa jalan menjadi empu antara satu orang dengan orang yang lain adalah tidak sama, masing-masing tentu mempunyai pembelajaran yang berbeda, dari yang mudah-mudah hingga yang sulit-sulit. Tidak sedikit dalam proses olah keempuan kemudian mengalami depresi, strees bahkan harus bersakit-sakit hingga ada yang dibayar dengan nyawa. Jadi nikmati saja, jalani dengan kepasrahan dan selalu berdoa. Menimbang itu semua mas Bejo seperti mendapat amunisi, dia bangkit dari 'ndeprok-nya' hatinya tidak lagi gundah gulana, kini ia mulai ada semangat untuk terus berjalan dan bahkan kalau perlu berlari-lari.

Malamnya mas Bejo, matanya berbinar bahkan tidak sedikitpun mengantuk.....pas di tengah malam ia tulis sebait puisi..........

malam begitu sempurna 
seperti jemari waktu pikiranku mengelana
jauh menembus batas doa
seperti.......meladeni pertanyaan demi pertanyaan 
yang tereja hasrat
saat sujud 
padaMU
....................
malam begitu sempurna
tak terasa mata ini
basah
....................
ya Allah, sungguh aku tak berdaya tanpa kekuatanMU
sungguh aku miskin tanpa rizkiMU
sunggu aku malas tanpa semangatMU
sungguh aku bodoh tanpa ilmuMU
: Ya Allah......
  jagalah sehatku, barokahi rezkiku, mudahkan 
  urusanku
  aminnnn......

Minggu, 17 Februari 2013

KESEDIHAN


Seorang teman lama bersungut menghampiriku, wajahnya mendung, tinggal sejumput hujan air mata terasa akan tumpah ruah di wajahnya. Aku hapal betul dengan tabiat karib yang satu ini, dalam benakku bertanya tanya ‘kesedihan apa lagi yang menimpa dirinya ?’. Benar saja, gelegar tangis dan derai air mata tak lama meledak. Kalau sudah demikian tidak ada lagi obat apapun yang mampu menghentikannya, tidak ada cara apapun yang mampu meredakan. Solusinya hanya sabar menunggunya dan diam menemaninya, sampai hujan itu menjadi gerimis dan akan terhenti dengan sendirinya. Dari tutur bicaranya yang terbata-bata, sang karib bertutur bahwa ia baru ditipu habis-habisan oleh sindikat penipu telepon hingga tabungannya terkuras habis tinggal tersisa beberapa puluh ribu saja, katanya uang yang terkuras berkisar 58 jutaan rupiah.

Aku bisa memahami, kesedihan yang dirasakan sohib lamaku. Uang tabungan yang habis ludes adalah uang hasil menyisikan belanja bulannya dan penghasilan lain diluar gajinya selama sepuluh tahun ia kerja. Padahal tahun ini ia harus menyediakan uang sekolah anaknya yang masuk SMA dan SMP. Ia sadar. walau pemerintah telah membebaskan biaya sekolah, pada kenyataannya uang pungutan atas nama pembangunan dan lain-lain masih tetap ada. Siapa kiranya yang bisa hidup tanpa uang di jaman seperti ini, semua serba membutuhkan uang. Sangat jarang hal gratis di jaman ini, kalau toh ada yang memberi gratis banyak orang yang menyarankan perlu waspada, jangan-jangan ada ‘udang di balik batu’. Jadi sangat layak siapapun merasa sedih karena kehilangan uang.

Berkaitan dengan masalah kesedihan, Guru lakuku pernah berbicara, ada tiga hal dalam hidup yang sering menjadi penyebab dan layak menjadi alasan kita bersedih. Pertama yaitu kehilangan harta, salah satu contoh seperti yang dialami sang teman yang kehilangan uang karena ditipu seperti tuturan di atas; kedua yaitu kehilangan teman dan orang-orang tercinta; dan ketiga kehilangan kepercayaan.  
        
Kehilangan teman dan orang-orang tercinta sangat rasional menjadikan orang merasa sedih, karena teman dan orang-orang tercinta adalah hal yang menjadikan hidup kita lebih berarti, hidup kita lebih hidup. Tanpa mereka kita kesepian, hidup tidak lagi indah karena dari mereka kita bisa merasakan kehangatan bercengkerama, saling menghargai, berbagi apa saja, serta mengingatkan ketika kita keliru dan salah, melindungi ketika kita lemah. Maka dari itu menjadi teman, atau menjadi orang tercinta bagi orang lain adalah merupakan anugerah dan harus kita berlaku hormat untuk menjaganya, pun demikian juga ketika kita memiliki teman dan orang-orang tercinta harus pula mampu mengelola.

Kehilangan kepercayaan lebih menyedihkan lagi, karena keberadaan kita, menjadi ada dan merasa ada harganya ketika orang mempercayai kita. Manakala orang-orang di sekitar kita tidak mempercayai kita, itu berarti keberadaan kita di mata mereka berada pada titik yang sangat memrihatinkan. Interaksi korporasi, kerjasama, kemitraan, bisnis, menjadi buntu, mandeg, dan akan lahir dampak karambol yang sangat negatif melahirkan ‘mentalitas dan sosok frustatif’. Di negara matahari Jepang bahkan orang yang tidak dipercaya lagi oleh orang-orang di sekitarnya mendorong sikap ‘lebih baik bunuh diri’ dari pada hidup tidak ada gunanya bagi orang lain terutama orang-orang yang sebelumnya mempercayainya dan ia juga percaya. Maka dari itu, dalam Islam kepercayaan adalah amanah yang harus dijaga dan diaktualisasikan sesuai dengan hak dan tanggung jawab yang diembannya.    

Dalam pikiranku sepertinya masih banyak hal yang bisa menyebabkan kesedihan, semestinya orang harus merasa sedih ketika kehilangan rasa, kehilangan semangat, kehilangan jati diri, harapan tidak tercapai dan lain sejenisnya. Karena kesedihan itu juga sangat relatif dan subyektif pada yang merasakannya, sehingga ‘besaran stimulus’ untuk bersedih antara orang satu dengan orang lainnya juga tidak sama. Yang jelas, jika kita sedang bersedih janganlah pilih untuk dirasakan sendiri. Ingatlah, bahwa berbagi dengan orang yang terpercaya adalah hal penting yang perlu kita lakukan.