Sabtu, 26 September 2009

Hari Fitri dan Semangat Berbagi




Setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa, menahan lapar-haus-dahaga, datanglah hari di mana matahari tenggelam digantikan rona bulan tersebul di cakrawala sebagai pertanda hadirnya bulan Syawal 1430 H. Takbir tahlil dan tasmid terdengar di mana-mana, suaranya menggetarkan hati, Esok adalah Hari Raya Idhul Fitri, Hari Lebaran, hari kemenangan bagi mereka yang menjalani puasa dengan iklas, sabar, banyak amal, serta menyempurnakan dengan zakat fitrah.




Lelaku puasa tentu saja diharapkan tidak saja hadir cuma pada bulan ramadhan saja, kegiatan puasa bisa dilanjutkan dengan puasa-puasa sunah sesuai waktunya. Lebih penting lagi semestinya 'ruh puasa' mampu merubah, memperbaiki, membimbing laku kita di hari-hari kehidupan kita selanjutnya. Hakekat puasa terpenting menurut saya adalah : ketakwaan, pengendalian diri, dan semangat berbagi.




Dimensi ketakwaan pasca puasa tentu harus berbeda dengan sebelum puasa, melalui puasa tubuh, pikiran, laku dituntun pada kondisi yang positif, maka diharapkan ketakwaan kita juga berubah ke arah makin positif. Semestinya kesadaran akan 'kemahlukan' kita harus makin mempertajam keyakinan kita akan ke-mahaan-Nya. Sungguh kita miskin tanpa rejekiNya, sungguh kita bodoh tanpa ilmuNya, kita tak berdaya tanpa kekuatanNya, kita tersesat tanpa petunjukNya, kita.............




Pasca puasa juga harus memperbaiki pengendalian diri kita, kita mesti harus seimbangkan antara harapan dan kenyataan, kita harus menyadari power tubuh kita, kapasitas pikir kita, kekuatan hati kita dalam setiap aktualisasi hidup. Mengesampingkan salah satu dari ketiganya bisa mengakibatkan sakit tubuh, sakit pikir ataupun sakit hati. Kalau sesakit itu tidak mengenai kita juga bisa mengenai keluarga terdekat kita, tetangga kita atau masyarakat bangsa kita, yang akhirnya juga berdampak pada kita juga.




Untuk itu, karena kita berada pada suatu sistem hidup, ada kita, keluarga kita, saudara kita, masyarakat bahkan alam semesta ini. Kita sesungguhnya berapa pada interdependensi atau saling berketergantungan 'mahluk' dengan 'mahluk' pada penciptaNya dan kita tidak bisa hidup sendiri. Sehingga sesungguhnya semangat berbagi di dalam kehidupan ini adalah penting.




Masyarakat Indonesia jika dilihat dari konsep kemiskinan di mana masyarakat yang tingkat pendapatan perkapitanya kurang dari 1 US dolar, jumlahnya kurang lebih 40 juta orang. Tetapi jika berdasarkan ketentuan PBB di mana orang dianggap miskin jika berpenghasilan kurang dari 2 US dolar maka jumlah masyarakat miskin di Indonesia membengkak menjadi kurang lebih 100 juta orang. Kondisi yang sangat memprihatinkan bila melihat kenyataan bahwa negara kita dikenal memiliki kekayaan alam yang sangat besar.




Kenyataan di atas, tentu ada sebabnya mengapa bisa terjadi. Hal tersebut salah satunya adalah minimnya semangat berbagi. Kekayaan alam hanya dimonopoli segelintir orang, yang mengatas namakan kepentingan rakyat, wakil rakyat, pemimpin rakyat. Hak rakyat dikorupsi melalui tipu muslihat, tipu daya yang akar ujungnya demi mementingkan diri dan keluarga atau kelompoknya. Sudah saatnya semangat berbagi yang telah dicanangkan pendiri negeri ini lewat UUD 1945 diaktualisasikan. Mendukung pemperantasan korupsi, nepotisme dan monopoli adalah sudah sinal positif 'untuk berbagi'.

Sabtu, 12 September 2009

Malam Lailatul Qodar


Malam ini, ramadlan telah beringsut ke hari yang ke 21. Aku sengaja beranjak dari rumah, ingin ke mesjid AR. Fahruddin di jalan menuju kota Batu, tempat di mana aku sering mendapat hikmah. Aku berkendara, berjalan seirama dengan kumandang orang mengeja ayat Al Qur'an. Di sepanjang perjalanan, walau waktu sudah di puncak malam kulihat orang-orang mulai berbondong-bondong mendatangi masjid, bergegas dengan niat yang kukuh, tidak peduli pada hawa dingin yang selalu membalut kota Malang. Masjid milik kampus Universitas Muhammadiyah Malang ini menjadi berbeda dari hari biasanya, mobil-mobil berjajar di parkiran. Di dalam orang-orang mengisi beberapa sudut-sudut masjid, mereka kebanyakan berzikir, ada juga yang sembahyang,....... tapi ada juga yang sekedar tiduran. Sepertinya semua berharap mendapat berkah 'malam lailatul qodar'.


Aku lihat di seberang masjid, ada orang tua berumur 60 tahunan mendorong gerobag angsle yang disinari lampu teplok. Wajahnya penuh keteduhan, nampak iklas menjalani lakon hidup sebagai penjual minuman khas jawa timuran itu. Kopiah hitam yang sudah mulai kumal adalah piranti yang melengkapi kekhasan tukang angsle yang akhirnya aku kenal bernama ' Zaenal'. Menurut ceritanya ia telah berjualan angsle selama 30 tahun, bekerja untuk menghidupi istri dan 4 anaknya. Kala bulan puasa, mulai berjualan sore menjelang magrib dan sering terpaksa harus berjualan hingga larut malam, seperti halnya malam ini. Pak Zaenal tidak sempat beritifkah atau bertadzabur di masjid, ia hanya iklas menjalani hidup berjualan angsle untuk keluarganya. Sholat tarawih ia lakukan setelah selesai berjualan dan ia lakukan sendiri di rumahnya, sangat jarang dan kecil kemungkinan ia dapatkan nikmat tarawih berjamaah, tapi ia selalu pasrah dan iklas.


Bertemu dengan pak Zaenal si tukang Angsle, berkecamuk dalam benak pikirku. Muncul pertanyaan-pertanyaan. Apakah orang seperti Zaenal masih bisa mendapatkan anugerah dan berkah malam lailatul qodar ? Apakah berkah malam seribu bintang hanya diperuntukan bagi mereka yang berkutat di masjid pada malam-malam dimungkinkan datangnya malam lailatul qodar ? Apakah tidak mungkin orang biasa-biasa saja, yang tidak terang-terangan memburu malam lailatul qodar, beribadah di sela perjuangan hidup yang sulit, tetapi ia selalu tawaqdu menjalani hidup.


Apakah tidak mungkin malam lailatul qodar bersinar di rumah pak Karto si tukang becak yang selalu memuliakanNya di biliknya yang sempit ? Bukankah Islam adalah agama yang manfaatnya berdimensi 'rahmatan lil alamin'. Tentu dengan melihat ranah 'rahmat bagi seluruh alam' itu, saya punya keyakinan bahwa barokah malam lailatul qodar itu dimensi barokahnya juga bersifat 'lil alamin', artinya siapapun yang ada di alam ini sebagai mahluk Allah SWT yang iman dan islam memiliki kesempatan bisa mendapatkannya. Lagi pula hanya Allah SWT yang mengetahui kepada siapa dan kapan barokah malam lailatul qodar akan diturunkan. Rizki memiliki kaki seribu, kalau itu hak kita di manapun ia akan menghampiri kita, pun demikian kalau itu bukan hak kita sedekat apapun ia akan menjauhi kita. Allahu Akbar.