Senin, 30 November 2009

EPISTEMIK DEDUKSI


Ketika aku lagi membuat presentasi kualifikasi, pikiranku yang semula mengalir dari satu tahapan ke tahapan lain, tiba-tiba buntu. Tahu-tahu tumpul ketika ada pertanyaan apa itu Epistemik Deduksi ? Kan ketika kita memaparkan kerangka konsep tentang penelitian yang akan kita lakukan, kita mesti harus mampu meresum sesungguhnya apa epistemic deduksinya ? Pertanyaan itu tidak mungkin terjawab manakala kita sendeiri tidak tahu apa itu epistemic deduksi. Ya kan ?


Disimak dari kata yang menyusunnya berasal dari kata ‘epistemik’ dan ‘deduksi’. Epistemik berkait dengan terminologi epistemology yaitu maknanya berkaitan dengan bagaimana pengetahuan dicari, sedangkan deduksi bermakna proses mencari pengetahuan yang dilakukan dengan metode bagaimana cara melihat dan menyimpulkan suatu persoalan yang dimulai dari pernyataan yang bersifat umum menuju kepada pernyataan yang bersifat khusus. Dengan demikian epistemic deduksi adalah ‘bagaimana membuat kesimpulan khusus yang dihasikan dari kasus-kasus yang bersifat umum.


Masih ingat kuliah filsafat ilmu yang lalu, bahwa Untuk mendapatkan pengetahuan baru bisa dilakukan dengan dua cara : pertama dengan metode induksi, yaitu sebuah metode bagaimana cara melihat dan menyimpulkan suatu persoalan yang dimulai dari pernyataan yang bersifat khusus menuju kepada pernyataan yang bersifat umum. Bagaimana membuat kesimpulan umum yang dihasilkan dari kasus-kasus yang bersifat khusus atau individual.


Untuk menajamkan pemahaman tersebut, kita ambil contoh misalnya : besi jika dipanaskan akan memuai, timah jika dipanaskan akan memuai, seng jika dipanaskan akan memuai, emas jika dipanaskan akan memuai, perak jika dipanaskan akan memuai, tembaga jika dipanaskan akan memuai. Dari pemahaman itu maka secara umum bisa disimpulkan bahwa : Semua logam jika dipanaskan akan memuai.


Penyimpulan secara umum dilakukan dengan melihat dan meneliti kasus-kasus khusus dari beberapa sampel yang mempunyai sifat sejenis, baru kemudian dibuat suatu kesimpulan yang umum. Pendekatan proses mendapatkan pengetahuan ini dianggap sebagai metode yang paling praktis, karena untuk menyimpulkan bahwa ‘semua logam jika dipanaskan akan memuai’ kita tidak perlu lagi meneliti semua jenis logam yang ada di alam semesta ini.


Cara kedua untuk mendapatkan pengetahuan adalah dengan metode deduksi, metode ini adalah kebalikan dari metode induksi, yaitu dari memahami pernyataan yang bersifat umum, menuju kesimpulan yang bersifat khusus. Kita ambil contoh tetap dengan kasus logam, bahwa kita sudah memiliki pemahaman umum bahwa ‘logam jika dipanaskan akan memuai’. Maka dengan metode deduktif kita bisa mengkaji bagai mana dengan timbel yang juga logam, bagaimana kondisi timbel jika dipanaskan. Kenyataan membuktikan bahwa timbel memuai setelah dipanaskan, maka timbel benar-benar logam.

Dengan penalaran deduktif maka kita akan mendapatkan pengetahuan baru yang lebih terpercaya lagi, bahwa timbel jika dipanaskan akan memuai, walaupun kesimpulan ini kita dapatkan tidak melalui penelitian terlebih dahulu, tetapi berdasarkan pemahaman sebelumnya yang diperoleh secara induktif. Memang akhirnya kita bisa lihat kelebihan yang kita dapatkan dengan penalaran deduktif, akan lebih hemat biaya dan waktu untuk menyimpulkan suatu masalah.


Menurut pikiranku dalam mengkaji sesuatu, sebagai cara mengembangkan pemikiran sekaligus pengetahuan, rasanya dua pendekatan induktif deduktif tidak bisa jalan sendirian. Dua hal tersebut harus berjalan beriringan, saling topang, saling mengisi dan melengkapi, menguatkan bangunan ketelitian pemikiran dan pengetahuan. Toh, dalam kenyataan keseharian kehidupan manusia pendekatan cara melihat dari hal khusus ke umum dan dari umum ke khusus atau pendekatan verifikasi dan generalisasi adalah merupakan hal yang selalu bersinergi.


Sekarang, aku jadi tahu di mana resum epistemic deduksi dari penelitian yang akan aku lakukan. Hal umum tentang media, kontaminasi yang terjadi, stagnansi pada proses aklimatisasi, perubahan pada kondisi khusus dengan gula dan antibiotic lalu …………….. bla…..bla…. dan …….bla….bla.

Senin, 23 November 2009

GUNDAH


Entah ada reaksi chemikalis, biologis apa yang terjadi di dalam tubuh ini, ada kegundahan yang berjalan sendiri, tidak terkontrol oleh kendali otak yang memilikinya. Kegundahan itu selalu muncul di setiap waktu, tidak mengenal tempat tidak mengenal situasi. Konyolnya dari waktu ke waktu terasa kualitasnya makin meningkat, makin menekan menjajah hasrat-hasrat lain yang semestinya hadir dan tetap mengisi kewajaran hidup. Apakah ini sebuah anomali raga yang wajar lantara deraan kegelisahan pikiran. Apakah sedemikian kuatnya kegelisahan pikiran hingga mampu menguasai kendali otak ?


Kondisi seperti itu hadir tanpa diminta dan diharap, ia muncul begitu saja ketika focus pikiran tertumpu pada pekerjaan yang belum juga selesai, kesiapan yang belum mantap, padahal waktu terus berjalan dan kenyataannya ‘jadwal ujuan kualifikasi’ makin dekat. Malam ini aku merenung, mencoba bercanda dengan kegundahan itu, aku berharap bisa merayunya, mengajaknya bersahabat, kalau perlu mengajaknya kembali menyatu dengan ranah dan kendali otakku. Wahai ‘gundah’ siapa engkau ? Maumu apa ? Bisakah kita bersahabat ?


Kegundahan hati konon adalah suatu puncak kegelisahan yang disebabkan oleh adanya problematika hidup yang penuh dengan konflik, rumit dan tidak kunjung terselesaikan. Kalau wajah gundah itu demikian, aku merasa tidak sepantasnya gundah itu hadir padaku. Problematikaku tidak penuh konflik, tidak juga rumit, dan rasanya ada secercah harapan itu akan terselesaikan. Lalu siapa dan macam apa gundahku ? Ya….. mungkin, gundahku hanya merupakan perasaan tidak nyaman terhadap suatu keadaan saja. Konon, gundah jenis ini akan terasa berkurang ketika kita bersosialisasi dan bercerita pada orang-orang terdekat kita yang dimungkinkan kena nasib yang sama.

Sahabatku, hampir lebih tiga jam aku terdiam melanjutkan kontemplasi ini. Hanya terpekur, mencoba meyakinkan bahwa wajah gundahku adalah perasaan tidak nyaman saja. Tidak nyaman menghadapi sesuatu yang banyak orang menggambarkan sebagai sesuatu yang menakutkan, menegangkan, penuh ketidakpastian hasil. Ya, orang-orang menganggap demikian pada ‘ujian kualifikasi’ dan aku terlarut mengikutinya. Perasaan itu berkurang, ketika aku sesekali waktu bercerita dengan teman-teman yang juga sama sibuknya, gumuhnya, stresnya mempersiapkan itu. Bisa berkurang ketika mendengar, melihat ada teman yang ternyata permasalahannya lebih rumit dibanding kita.


Gundah ini hadir maunya apa ? Gundah konon kata orang pintar, sesungguhnya merupakan bahasa hati dalam mengungkapkan harapan sebaliknya. Kalau kita tahu gundah kita adalah perasaan tidak nyaman, maka sesungguhnya hati kita tengah memberi signal agar kita cepat bergegas menemukan akar permasalahan, lalu mengurangi, menghindari, menuntaskan apa yang semestinya kita lakukan agar tubuh kita, pikiran kita selanjutnya berada pada situasi yang nyaman. Dalam kasus ini, kegundahanku sepertinya ingin mengajak aku untuk focus, rubah pendekatan, dan disiplin diri. Ya, selama ini jujur tidak fokus, banyak berada pada pikiran dan kerja yang tidak semestinya, pendekatannya asal-asalan dan samben, trus disiplinya payah.


Ketika ranah berpikir positifnya jalan, pemahamanku berubah tentang gundah, kita semestinya sadar bahwa menempatkan kegundahan sebagai musuh adalah salah. Kegundahan adalah sahabat baik kita, dokter pribadi kita, dukun nujum kita yang selalu setia mengingatkan laku kita ketika kita berada pada jalur yang tidak semestinya. Ia adalah bahasa hati yang secepatnya harus kita tanggapi, jangan terlambat sebelum bermetamorfosis menjadi realita yang ‘menggoncang jiwa’.


Aku pernah punya pengalaman gundah dalam perjalanan dengan sebuah bus dari Bogor ke Purwokerto. Awalnya perasaan biasa saja ketika aku naik dan duduk di bangku depan dekat supir, lewat puncak kegundahan muncul dan makin menguat ketika mau memasuki Bandung, intuitifku mengajak duduk ke belakang, mundur satu bangku masih gundah, mundur lagi beberapa bangku, dan lucu kegundahan itu berkurang. Demi Allah, semenjak itu aku menjadi yakin bahwa suara hati adalah suaranya bisa kita panuti. Bayangkan, tak diduga tak dinyana di satu kilometer sebelum Bandung, tepatnya di tol dekat Pasir Kaliki bus yang saya tumpangi menabrak truk yang sarat muatan, bus penyok di bagian depannya, penumpang yang duduk 3-4 di depan menjadi korban meninggal dan luka-luka. Percaya ? Maka jangan takut dengan kegundahan kita, kenali maunya raih hikmahnya.