Minggu, 30 Januari 2011

LELAKI FLAMBOYAN


Tahu tanaman Flamboyan ? Saya yakin banyak teman yang tahu atau mengenal tanaman ini karena memang sangat popular, baik karena tanaman ini banyak ditanam untuk peneduh jalan maupun popular melalui ‘lagu’ yang mendayu biru. Flamboyan nama latinnya Delonix regia, tanaman ini dipilih penjajah Belanda sebagai pohon tepi jalan di negeri ini pada masa penjajahan karena tanaman ini memang pohonnya kokoh, tahan hidup, daun-buah-bunganya kecil sehingga tidak membahayakan pengguna jalan, juga bersifat teduh karena kanopi daunnya membentuk seperti payung, yang tidak kalah penting adalah kalau sedang berbunga menampakkan pemandangan yang indah. Banyak seniman lukis yang telah mengabadikan keindahan tanaman ini di kanvas mereka.

Ada minimal 3 sifat tanaman ini yang kemudian diadopsi untuk ‘personifikasi’ pada mereka yang bisa dibilang ‘flamboyan’ yaitu: kokoh, menarik, dan teduh. Demikian pula minimal ada kesan demikian terhadap seorang lelaki yang aku kenal di tempat tinggalku di Surabaya, sebut saja namannya Rosso. Lelaki ini adalah pensiunan pamong praja yang relatif kaya, bisa dilihat dari rumahnya yang besar dan tidak cuma satu, usahanya juga tidak cuma satu, suka beramal dan banyak orang tahu ia banyak membantu orang yang sedang kesusahan di lingkungannya. Tidak sulit mengetahui keflamboyanan lelaki ini di kampungnya karena banyak orang yang membicarakannya, mana kala ada 3-5 oarang berkumpul di sudut-sudut gang atau tempat cangkrukan maka sudah dapat dipastikan salah satu bahan pembicaraannya akan menyangkut lelaki ini.
Lelaki yang kokoh, menarik dan teduh macam tuan Rosso, seperti tanaman flamboyan ia enak dipandang, enak untuk bersandar di bawahnya, dan sudah pasti enak menjadi tempat berkeluh kesah, menjadi tempat bermanja, menjadi tempat berlindung. Jadi seperti menjadi kepastian di mana lelaki itu berada selalu menjadi kerumunan orang, terutama perempuan dan laki-laki 'pengekor'. Terlebih dalam fenomena kuatnya problematika ekonomi dan tuntutan menjadi ‘masyarakat yang gaul’ sering menggiring perempuan-perempuan muda melakukan pendekatan yang melebihi batas kewajaran. Bagi orang yang memperhatikan hal seperti itu nampai mulai terjadi pada Tuan Rosso dan sudah menjadi pergunjingan, herannya yang bersangkutan tidak gerah, tidak sungkan, baginya yang penting ikhlas dan tidak terpancing melakukan hal buruk. Tuan Rosso sudah kenyang di waktu muda, menurut cerita orang yang sangat dipercaya, tuan Rosso bahkan saking ‘ngedon juannya', dulu pernah mempunyai perempuan muda yang jadi kekasih simpanan, dan rahasia itu tersimpan rapi hingga istrinya yang setia di rumah tidak pernah mengetahuinya. Tapi kini di usianya yang kepala 6 hal seperti itu sudah ditinggalkannya, kini ia lebih banyak memilih suka peduli dan membantu siapa saja yang mengalami kesusahan.

Kelihatannya susah bagi seseorang untuk menjadi ‘baik’ dengan latar belakang masa lalunya yang buruk, kenyataan orang sering tetap saja banyak tidak percaya. Banyak orang meragukan kebaikannya, menurut mereka itu hanya mencari muka, gila hormat. Hal itu makin dibenarkan karena kebetulan kebaikan apapun yang Tuan Rosso lakukan pada orang lain selalu diceritakan di mana-mana pada siapa saja.

“Mestinya kalau ikhlas berbuat baik, nggak usahlah cerita apa yang telah dilakukan. Kata ustadz kalau member pakai tangan kanan maka tangan kiri jangan sampai tahu. “ kata tukang Baso.
“Itu kan hanya omongan di mulut saja, di depan kita santun, kenyataan kalau di belakang kita sangat terbuka untuk berbuat apa saja. Soal perempuan, sangat mungkin, sangat mudah dengan uang dan fasilitas yang dia punya untuk …….” kata seseorang sambil memperagakan tangannya.
“ Lelaki mana yang tidak tergiur perempuan-perempuan cantik yang selalu mendekatinya ?” timpal yang lain.
“Tapi lelaki seusia dia paling sudah loyo, apalagi denger-denger temannya diabetes, “ sahut yang lainnya dengan timpalan yang berbeda.

Apa memang sebaiknya ketika orang mau merubah diri harus benar-benar meninggalkan dunia masa lalunya. Apakah tidak mungkin kalau tetap di situ dan melakukan kebaikan-kebaikan agar orang-orang lain yang potensial salah jalan bisa menjadi kembali ke jalan semestinya dan tidak salah jalan. Rasanya mungkin saja, dan sesungguhnya mungkin itulah idealnya. Tetapi harus diakui hal itu sulit dilakukan, kata guru spiritualku bahwa mengajak orang untuk melakukan kebaikan di masjid, gereja, biara tentu lebih mudah karena hampir kebanyakan orang yang ke tempat suci itu tentu sudah mempunyai niat yang relative baik. Sesungguhnya orang yang mampu berdakwah mengajak berbuat kebaikan di tempat maksiat, di jalanan, di perjudian adalah orang berdakwah yang sesungguhnya. Lelaki flamboyant yang aku kenal, pernah berujar bahwa ia memang menentang arus pemikiran orang, biarlah orang lain menganggapnya masih seperti dulu, yang penting ia yakin telah berubah tidak seperti dulu.
Hikmah lelaki flamboyan yang aku temui di kediamanku tercetus pada pemikiran Conficius. Ia mengatakan: 'Kakau anda bertemu dengan seseorang yang lebih baik dari anda, arahkan pikiran untuk menjadi serupa dengan dia. Jika anda bertemu seseorang yang kurang baik dibanding anda, lihat ke dalam hati dan periksalah diri sendiri'. Kebanyakan orang berpikir untuk mengubah fenomena yang ada disekelilingnya, mengubah dunia. Sedikit orang yang berpikir untuk mengubah dirinya sendiri. Ubahlah diri kita dengan kesadaran bahwa Tuhan telah menghadiahkan kita 86.400 detik setiap hari, selayaknya sebagian hadiah waktu itu kita gunakan untuk 'berbagi' sesama dan untuk berterima kasih padaNYA.

Senin, 10 Januari 2011

TETES KEPEDULIAN


Sungguh menyedihkan!!!! Membaca diberbagai media tentang berita meninggalnya enam orang bersaudara dari Desa Jebol, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, yang diduga akibat keracunan makanan tiwul yang terbuat dari bahan ketela pohon yang terpaksa dikonsumsinya lantaran alasan ekonomi. Rasanya siapapun tentu akan trenyuh merespon berita itu, berarti begitulah realita protret kemiskinan di negeri ini. Kata teman yang menggeluti bidang social, hal itu sesungguhnya baru merupakan hal yang nampak, fenomena sesungguhnya akan bisa mengungkap kondisi yang lebih buruk kalau tidak ditutup-tutupi. Masyarakat yang penghasilannya di bawah penghasilan keluarga korban (konon 150 ribu – 250 ribu per pekan) jelas masih banyak dan memiliki potensi memenuhi kebutuhan pangan seadanya berupa pangan alternative karena terpaksa.

Sangat ironis bila kita renung dan komparasikan antara kemiskinan dengan aktivitas hura-hura, pesta, kegembiraan yang baru kita lakukan dalam memperingati pergantian tahun baru. Pada satu sisi ada orang-orang yang kelaparan, disisi yang lain ada sebagian besar masyarakat kita yang dengan mudahnya mengeluarkan jutaan rupiah uangnya untuk dibuang melalui pembakaran kembang api dan petasan, ada juga pesta minuman keras, menyediakan aneka makanan yang berlebihan. Belum lagi kalau kita ingat tentang dana negara yang diselewengkan oknum atau simdikat melalui kasus-kasus bank, penggelapan pajak, biaya politik, mark-up proyek, korupsi, kontrak pertambangan, gaji / insentif buta anggota dewan, gratifikasi dan lain-lainnya. Semua itu membangun jurang pemisah antara sedikit kelompok masyarakat yang kaya raya dan memperlebar penyakit social mnasyarakat, semacam kemiskinan, pengangguran, prostitusi, premanisme, amoralitas, disharmoni masyarakat dan keluarga dan lain-lain.

Mudah-mudahan kejadian itu membuka mata pemerintahan SBY bahwa kesejahteraan masyarakat masih jauh dari harapan, masih jauh dari keberhasilan yang diklaim pemerintah selama ini, kemiskinan masih menjadi musuh besar bangsa ini. Komitmen dan konsistensi mengurai dan mengatasi akar masalah kemiskinan harus ditegadkan kembali menjadi prioritas kerja bangsa dan Negara ini. Proses pemiskinan para koruptor adalah upaya yang cerdas atas gagasan ketua MK, tetapi akan lebih cerdas kalau program itu ditambah atau merupakan kesatuan dengan program ‘mengayakan yang termiskinkan’. Dana hasil korupsi para koruptor yang berhasil dimiskinkan jangan sampai menguap tak berbekas, atau beralih tangan dengan banyak asumsi dan alas an yang sengaja dan mudah dibuat. Tetapi dana itu bisa menjadi modal kerja membangun produktivitas strategis yang mampu menyerap tenaga kerja yang banyak. Semua bertumpu pada bagaimana dan siapa yang mampu memulai untuk mempercantik ‘wajah moralitas bangsa ini’.

Sambil menunggu lahirnya pemerintahan yang berani, yang tidak terganjal oleh tarik ulur koalisi politik yang dibangun, yang mudah-mudahan bisa bersih dan bermoral, yang menjunjung tinggi hukum, yang selalu memihak kepentingan rakyat. Mari kita sebagai warga negara, warga masyarakat untuk mempertajam pengliatan kita, pendengaran kita, mencermati keluarga, tetangga dari yang dekat hingga yang jauh, kita harus trenyuh pada tragedi ‘kemiskinan’ dan ’pemiskinan’ yang masih banyak terjadi di sekitar kita, lalu mulai dan menjadi peduli mana kala kita bisa berbuat karena ada sedikit kelebihan dan kemampuan. Perhatian kita, sebagai ‘tetes kepedualian’ sesama, lambat laun pada tatanan yang lebih luas l akan terakumulasi menjadi segelas kepedulian yang menyejukan. “Tetap kita harus membangun semangat berbagi”, kata Guru Spiritualku.
(Modifikasi dikit dari www.alumni-unsoed-jatim.blogspot.com)

Sabtu, 01 Januari 2011

MOMENTUM PERUBAHAN


Hitungan waktu dimulainya tahun baru kian terasa, bukan lagi hitungtan detik tetapi kini sudah dalam hitungan jam, hari, bahkan bisa jadi pada saat anda baca tulisan ini kita sudah beberapa hari berada di tahun 2011. Sepertinya perayaan pergeseran tahun baru masih terasa di mana-mana diwarnai oleh suasana pesta, hura-hura, kumpul-kumpul, pawai kendaraan, teriakan-teriakan, bunyi-bunyian terompet, petasan, nyala kembang api, lampu hias dan lain sebagainya ungkapan suka-ria. Tetapi ada juga sebagian masyarakat yang tidak bisa menikmati perayaan itu, mereka tidak bergeming dengan keistemewaan tahun baru, bagi mereka pergeseran waktu sebagai hal biasa, hal yang sama saja dengan hari yang lainnya dan mereka harus tetap mengisi dengan aktivitas rutin mereka, kerja dan kerja serta harus siap menghadapi problema demi problema masyarakat miskin di kota.

Sesungguhnya fenomena pergeseran waktu saat kapanpun itu rasanya sama saja, setiap detik pergeseran waktu ada pergeseran kesempatan dan umur, kesempatan dan umur kita berkurang, Pada pergeseran itu seloalu ada hal yang kita tinggalkan dan kita sebut sebagai masa salu, dan ada saat di mana kita ‘eksis’ adalah masa kini yang nyata kita sedang jalani, serta masa yang akan kita hadapi yang kita sebut ‘masa depan’. Hitungan satu tahun sebagai jeda waktu yang umurnya 12 bulan atau 365/6 hari memang btelah menjadi ukuran manusia dalam banyak hal, misalnya: umur, masa pertumbuhan, kerja, anggaran, program dan lain-lain. Sehingga pergeseran tahun sering menjadi ajang evaluasi, ungkapan kegembiraan, pesta, termasuk kegiatan hura-hura.

Bagi orang tertentu pergeseran tahun sering juga dijadikan ajang kontemplatif, perenungan diri untuk melakukan evaluasi apa yang telah dilakukan, dicapai di tahun yang lalu dan kemudian menggagas apa yang akan dilakukan di tahun yang akan datang. Menimbang terhadap prestasi-prestasi kerja yang dicapai lalu mengkomparasiokan dengan kegagalan, masalah yang tidak dapat teratasi, lalu mengurai sebab dan kemungkinan solusi ke depannya adalah model ‘pesta’ diri yang baik. Masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang adalah satu jalinan hidup yang tidak terpisahkan. Sesungguhnya masa lalu yang telah kita jalani adalah hadir untuk hidup masa kini dan masa datang yang lebih baik.

Guru spiritualku selalu mengajarkan kepadaku untuk memandang positif terhadap semua hal, termasuk kepada momentum pergeseran tahun. Pergeseran waktu adalah hal yang paling konsisten yang me3nyertai hidup, waktu berjalan tidak pernah terlambat dan tidak pernah lebih cepat. Ia bergerak dari detik ke detik dengan konsisten, ia tidak pernah terbujuk oleh tangis, rayuan, harta benda agar ia bergeser dari konsistensinya, baik untuk percepatan atau perlambatan. Waktu yang telah berlalu jelas telah banyak member pengalaman, pembelajaran, nasehat untuk seseorang bisa memperbaiki kehidupannya di masa kini dan masa yang akan datang. Asalkan mereka sadar akan kuncinya yaitu mau menjadikan masa lalu sebagai guru, dan hati kita terbuka untuk menyadari kekeliruan dan mau melahirkan semangat perubahan kea rah yang lebih baik.


Semangat berubah itu penting agar kehidupan di waktu yang akan datang menjadi lebih baik capaiannya di banding tahun yang lalu. Untuk berubah, mulailah dengan perubahan yang sederhana dan mudah dilakukan, minimal dana, misalnya: permudahlah kita untuk tersenyum, mau untuk berbagi dan bekerjasama dengan orang lain, tingkatkan solidaritas, belajar untuk menepati janji dan tidak mengecewakan orang lain, konsisten pada pikiran, kata-kata dan perbuatan, selalulah hidup sehat, tingkatkan daya usaha, teruslah berdoa dan beribadah, serta berusahalah untuk bersyukur. Dalam dunia kerja, senangilah pekerjaan, rubah semangat kerja, pola kerja, dari yang sebelumnya tidak terukur, tidak terevaluasi menjadi terukur dan terevaluasi produktivitasnya.

Jadikan momentum pergeseran waktu tahun 2010-2011 ini menjadi ‘Golden Lining’, sebuah garis yang bagi fotografer sebagai garis cemerlang yang membingkai obyek yang kita biding, sehingga tepat posisi, tepat moment sehingga dapat menghasilkan karya foto yang cemerlang dan berkualitas. Golden Lining adalah bingkai positif yang menjadi niat kita untuk mengisi tahun baru 2011 dengan berbagai rencana positif, ibarat lukisan ‘sang pelukis’ siap dengan torehan warna hidup yang cemerlang, indah kaya warna dan sedap dipandang mata oleh siapapun yang melihatnya. Buat kita orang Islam, Golden Lining bisa menjadi koreksi doa kita harian yang selalu minta petunjuk jalan lurus yang Engkau ridhoi, dan bukan jalannya orang-orang yang Engkai murkai. Golden Lining adalah jalan lurus cemerlang bercahaya, jalan keselamatan. Selamat tahun baru 2011 saudara-saudaraku, mari kita perbaiki kekurangan kita, kita raih perubahan positif bersama dari yang kita bisa.