Sabtu, 25 Desember 2010

RINDU TAK TERBAYARKAN


Anakku perempuan tak mampu melambaikan tangan ketika peluit pengatur jalannya kereta berbunyi dan kereta mulai bergerak, lambaian tanganku tak dibalas, ia hanya menunduk dengan air mata bercucuran di pipi kecilnya. Istriku di sampaingnya tersenyum melambaikan tangan untukku, sambil menepuk pundak bahu gadis kecil itu yang mulai tumbuh dewasa. Aku tetap berdiri di depan peron stasiun memandang kereka yang mereka tumpangi makin menjauh dan menjauh kemudian benar-benar lenyap dari pandangan . Aku meninggalkan stasiun dengan perasaan yang tidak nyaman, berbagai pertanyaan bermunculan. Sejumput kemudian hpku berbunyi, pesan singkat dari anak gadisku: “ Papa, aku masih kangen……”, membaca pesan itu, aku kembali trenyuh.

Aku bisa mengerti perasaan anak perempuanku satu-satunya itu, dari kecil ia paling dekat denganku, tapi …..ya, semua anakku dekat denganku. Bagaimana tidak, ketika ditinggal mamanya tugas belajar hampir enam tahun aku tidak saja menjadi ayah mereka tetapi juga ibu mereka. Saat belakangan ini aku banyak tugas ke luar kota, walau sesungguhnya hal itu sudah biasa. Namun kali ini karena untuk suatu hal aku harus juga tinggal di Surabaya untuk beberapa waktu secara berturut-turut, maka praktis hampir satu bulan aku tidak ketemu mereka. Wajar kemudian lahir kerinduan. Sehingga habis ujian catur wulan, ia minta pada mamanya untuk mengantar dirinya ke Surabaya menemuiku. Tetapi karena volume kerja, tidak mungkin aku bisa berlama-lama memenuhi keinginan dia, waktuku hanya terbatas pagi hingga sore, dan itu baginya belumlah cukup mengobati kerinduannya. Maafkan anakku, tetapi kamu juga harus belajar , bahwa dalam hidup harapan tidak selalu bisa kita dapatkan sepenuhnya.

Kangen atau kerinduan adalah kejadian atau kondisi alamiah yang lumrah, bisa terjadi pada siapapun yang memiliki jalinan emosi, entah karena alasan cinta, kasih, suka, saling membutuhkan, saling menghargai, saling menghormati. Kerinduan adalah sebuah harapan atas penghargaan pada sesuatu hal, misalnya makna kehadiran seseorang, kedekatan seseorang, kebersamaan seseorang dengannya, tempat atau makanan istimewa yang pernah terasakan dan berkesan mendalam. Kerinduan merupakan kebutuhan hidup, kebutuhan yang perlu kita hargai dan perlu menjadi pertimbangan untuk kita memenuhinya. Jiwa yang diluluri perasaan kasih, cinta, suka, rasa menghargai, menghormati tidak mungkin mengingkari dan menyepelekan kerinduan.

Menyangkut problem ini Guru spiritualku berpendapat bahwa kerinduan adalah seperti gelas mengosong yang berharap untuk diisi, kalau tidak diisi akan terisi oleh butir keresahan. Kerinduan anak perempuanmu adalah kerinduan kehadiranmu yang selama ini dianggap bermakna, dekat dan memenuhi harapan dirinya. Ketika ia menangis, berarti gelas kosong itu belum cukup terisi dan butir keresahan mulai mengisinya lalu menjadi gejolak kesedihan, lalu tangis menjadi tak tertahankan karena kerinduan menjadi tak terbayarkan. Aku mengerti, kerinduan memang menggelisahkan, apalagi buat anak sekecil anakku, buat orang dewasa saja kerinduan yang memuncak bisa berujung pada pilihan hidup yang justru merusak. Kita mesti belajar bagaimana mengelola kerinduan, hingga ketika muncul ia justru bisa menjadi energi positif kehidupan kita.

Seorang teman melengkapi kegundahanku menyangkut kerinduan ini, dengan cerita tentang bagaimana penyikapannya terhadap problem kerinduan yang tak terbayarkan juga. Ia pernah berada pada kondisi puncak kerinduan pada seseorang yang sangat mempengaruhi kehidupannya dulu. Ia hanya merasa ingin menghargai, menurutnya kesuksesannya kini karena pengalaman masa lalu, karena orang-orang yang dekat dengannya dulu. Ia merindukan kabar atau pertemuan kalau mungkin bisa terjadi setelah puluhan tahun waktu memisahkan mereka. Ia mesara bertahun-tahun ruang kosong di hatinya yang selalu berharap bisa diisi. Doanya terkabul, ia mendapat kabar , lalu terjadilah sedikit komunikasi, dan ruang kosong di hatinya mulai terisi. Tetapi hal itu tidak berlanjut, tiba-tiba komunikasi putus sama sekali. Kegelisahan kembali menjalar, kerinduan membentuk ruang kosong lagi. Tempaan hidup, kedewasaan, kesabaran membimbingnya mengerti. Ia harus sadar, tidak boleh ia berharap banyak, ia sadar bahwa kerinduan tidak bisa diukur dari satu sisi. Mungkin saja bagi saya ia sangat istimewa, tapi siapa tahu buat dia saya biasa-biasa saja di hatinya. Rindu tak terbayar juga bisa terjadi karena situasi kerja, status ekonomi, status social, rasa malu, kecewa, tidak percaya diri, kesombongan, ego yang lebih yang memungkinkan tagihan kerinduan tidak terlunaskan. Kuncinya melawan kerinduan adalah: sabar, tetap kerja, terus nikmati saja hidup dengan rasa syukur.

(Maaf untuk anakku, kau,
teman Fabio 83 yang jadi ngumpul di PWT,
karena aku tidak bisa melunasi rindu)

Selasa, 21 Desember 2010

MENDEKATKAN YANG JAUH, MENJAUHKAN YANG DEKAT


Seorang teman smaku berbicara lewat telepon rumah bahwa hpnya sedang rusak, jadi minta maaf tidak bisa komunikasi lebih baik. Sementara hpnya lagi diservis, ia dipaksa puasa ‘fb, bbm, chatting’ untuk sementara waktu, entah berapa lama, kata tukang servis paling seminggu. Teman-teman se group yang denger problermnya, langsung mendorong sang teman dengan berbagai cara untuk tetap bisa bercengkrama ria di dunia maya secepatnya, yang seru ada langsung usul ‘buang aja bb itu lalu beli yang baru’. Katanya ia hampir tergelitik juga untuk membeli hp baru, tetapi kemudian urung ketika sang suami bicara: “ Jangan paksakan diri, mungkin ini kenyataan yang harus kau terima, kau harus istirahat, jeda dari jalinan modernitas yang menurutku banyak menghabiskan waktumu. Kau harus bisa gunakan waktumu tanpa ‘keasyikan jejaring maya’ untuk sedikit ‘intropeksi diri’ ”.

Intropeksi diri ? Sang teman kemudian bercerita. Ya, aku memang sering berdebat dengan suamiku semenjak aku aktif di jejaring maya. Tetapi aku selalu bisa berargumentasi hal-hal positif yang nyata-nyata aku peroleh, tanpa mengganggu karir kerjaku, karirku tetap bagus bahkan naik. Hal positif yang aku peroleh: banyak teman, banyak belajar kehidupan, bisnis kecil-kecilan lewat dunia maya jalan, tidak gaptek, bisa berbagi, silahturahmi bertambah. Kalau sudah aku jelaskan demikian, suamiku tidak bisa mendebat, tapi aku faham pilihan suamiku berbeda. Ia sangat bersahaja, ke mana-mana ia cukup bawa hp butut yang sangat jauh dari ‘up to date’, fungsinya hanya untuk telpon dan sms saja. Komunikasipun cenderung terbatas untuk aku dan anak-anakku, keluarganya dan kolega kantor. Sungguh aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya yang paling dalam……tentang jejaring maya.

Teknologi besar memang selalu demikian, hadir selalu memudahkan kehidupan sekaligus memanjakan manusia. Tenologi listrik dan lampu memudahkan manusia mendapatkan penerangan dan energi gerak tanpa harus bersusah payah. Tenologi aeronotik mampu menghadirkan produk dan system penerbangan yang memudahkan manusia bergerak cepat dari satu tempat ke tempat lain di dunia yang jaraknya ribuan kilometer dengan jarak tempuh yang cepat. Teknologi plastik mampu menghadirkan produk plastik beraneka ragam dan fungsi, mulai dari fungsi sederhana sebagai pembungkus hingga fungsi spektakuler sebagai pengganti alat tubuh atau perbaikan bagian tubuh manusia. Bioteknologi menghadirkan rekayasa genetik yang memudahkan manusia mengutak atik gen mahluk hidup untuk mengatasi problem penyakit, produktivitas, keamanan, pencemaran lingkungan dan lain-lain.

Teknologi sering diibaratkan sebagai pedang bermata dua, selalu hadir membawa dua kemungkinan pemanfaatan, yaitu kabaikan atau keburukan. Semua itu tergantung bagaimana manusia yang mengembangkan dan menggunakannya. Pengembangan teknologi dan pemanfaatan oleh orang-orang jahat dan tidak bertanggung jawab akan memberi dampak buruk kehidupan. Listrik pernah menjadi alat pembunuhan, pesawat ada yang digunakan sebagai alat perang dan membombardir manusia dari udara, bioteknologi digunakan sebagai senjata genosida yang merusak ketangguhan genetik manusia secara perlahan, teknologi kimia digunakan untuk mendapatkan senjata racun syaraf yang mematikan, teknologi atom digunakan untuk bom atom yang dasyat. Seringkali batas antara dampak positi dan negative begitu tipis, sehingga kita sulit membedakannya.

Ketipisan batas antara kemanfaatan positif dan kenegatifan teknologi dunia maya juga bisa kita rasakan, itupun tergantung bagaimana manusia mengembangkan dan memanfaatkannya serta dari mana kita memandangnya. Ketika teman yang bertutur di atas, harus berdebat dengan suaminya yang keluar sebagai jawaban mbela diri adalah hal-hal positifnya. Tetapi kalau kita lihat dari segi lain terjadinya penyalahgunaan teknologi dunia maya, misalnya: pornografi, hampir sudah menjadi rahasia umum banyak anak-anak di bawah umur yang semestinya belum waktunya mengenal ‘kegiatan orang dewasa’ diketahui banyak yang sudah melihat lewat internet, implikasi lain berupa penculikan gadis di bawah umur, prostitusi maya, pencemaran nama baik dan lain sebagainya. Belum lagi kalau kita cermati dari ‘waktu’ dan ‘produktivitas’. Anak-anak sekolah banyak yang tercuri waktu belajarnya gara-gara internet dan keasyikan canda di dunia maya. Canda yang sederhana, seperti: sapaan…., gumam, omong yang tiada juntrungnya, menggoda, merayu, bohong, berkelakar, membuat sensasi, dan lain-lain. Tanpa sadar itu dilakukan dengan mengorbankan waktu yang dapat digunakan untuk kegiatan produktif sebenarnya.

Ketika guru spiritualku saya ajak bicara tentang hal ini, ia berkata: ‘ Teknologi adalah hal yang selalu mengikuti perjalanan kehidupan manusia, teknologi selalu lahir, berkembang, berubah bersamaan dengan perubahan pikiran manusia. Karena itu manusia harus siap dan antisipatif terhadap buah pikirannya sendiri. Dunia maya yang tumbuh demikian pesat, sebagai buah pikir manusia, seringkali kalau dipikir panjang sesungguhnya telah menjadi candu buat ‘harkat’ kemanusiaan itu sendiri. Naif, bohong rasanya, ketika orang bersembunyi di balik alasan berkutat di depan kumputer atau bb adalah menambah silahturami melalui jejaring pertemanan. Kalau ia mau merenungkan, sesungguhnya ia sedang melakukan aktivitas ‘mendekatkan tali silahturahmi yang jauh, tapi dengan mengorbankan, menjauhkan atau merenggangkan tali silahturahmi yang sudah dekat’. Kini betapa banyak suami, istri, anak mencuri-curi waktu bercanda di dunia maya, saling tersenyum sendiri di sudut masing-masing, yang seharusnya bisa digunakan untuk membangun, menghidupi, memperindah ‘harmoni keluarga’ mereka secara bersama. Kita memang harus sadar dan mulai berubah.


(Trims buat Ani & keluarga di Jkt)

Senin, 13 Desember 2010

BELAJAR IKHLAS


“ Kau ikhlas menerimaku apa adanya, sayang ? “ ucap seorang lelaki bersahaja, wajah pas-pasan, dan tidak begitu proporsional untuk ukuran badan dan wajah yang ideal, dibisikan di depan pelaminan pada telinga perempuan cantik yang baru dinikahinya. Sang perempuan tersenyum, mengangguk penuh arti sambil menggenggam jemari tangan suaminya. Tanpa kata-kata, dean tidak perlu ada kata-kata. Getaran yang bicara. Hati sang lelaki berbunga, dadanya mengembang, setiap udara yang dihirup ke dalamnya seperti energi yang mampu menggetarkan tiap sel tubuhnya. Rasa bangga tak terlukiskan, kegundahan menjadi luruh dan kini menjadi tenang dan bahagia.

Ikhlas ? Kata ini begitu menggelitik pikiranku. Apa sih gerangan yang dinamakan ikhlas, teman ? Kata orang yang aku kagumi, iklas itu tindakan tanpa harapan. Sementara kata Ustadz di kampungku, ikhlas itu berserah diri pada Allah, semua kita serahkan pada Allah. Intinya kalau kita gabungkan dua pendapat itu dan mungkin telah menjadi pendapat umum bahwa ikhlas itu berbuat tanpa harap timbale baliknya dan hanya karena Allah. Benarkah ikhlas itu tanpa harapan pribadi yang melakukannya ? Pertanyaan ini penting agar kita bisa memahami dimensi ikhlas yang lebih dalam, memang sih banyak orang tidak perduli apa pentingnya difinisi ? Kalau toh kita sulit merumuskan difinisi, ndak apa-apa, setidaknya proses bertanya menuntun kita pada pemahaman ‘simbul dan tanda-tanda’ yang menyertainya dari ungkapan tersebut.

Guru spiritualku, pernah bertanya padaku tentang cinta, apa itu cinta ? Waktu itu aku bingung, orang bilang cinta itu senang atau suka, sesederhana itu cinta ? orang lain bilang cinta itu cerita indah namun tiada arti, apa itu guyonan ? Pertanyaan sederhana tapi ternyata susah njawabnya. Jadi ketika kita bingung mengungkapkan pemahaman kata cinta, maka jangan pernah saling menyalahkan ketika terjadi ‘putus cinta’ karena di antara kita yang saling menyatakan ‘cinta’ tidak memahami makna sebenarnya cinta. Minimal cinta itu akan melahirkan rasa ingin tahu, kerinduan untuk dekat, ada rasa ingin memiliki, dan yang penting ada rasa ingin melindungi. Demikian guru spiritualku membuka kebuntuan pikiranku. Benar atau salah itu relative, minimal kita ada tawaran berpikir, dan aku setuju.

Kembali ke permasalahan ikhlas, Guru Spiritualku pernah mengatakan bahwa ikhlas itu berkaitan dengan ‘sikap menerima’, dan tantingan seberapa ‘kepasrah kita kepada Allah’ baik terhadap pilihan tindakan kita, rejeki kita, kepemilikan kita, musibah yang mengenai kita, nasib kita dan lain-lain. Keikhlasan akan melahirkan laku kita yang akan memiliki kecenderungan kontra negatif, misalnya: menghindari rasa penyesalan pasca kejadian, minus ketidakpercayaan pada sesama, minus kecurigaan, minus tuntutan balasan, minus ‘keakuan’, dan minus kegelisahan. Aku kembali bertanya apakah ikhlas itu tanpa harapan ? Tidak juga, kita berbuat ikhlas kan juga karena kita faham bahwa ikhlas adalah ‘tindakan mulia’ menurut agama kita, berarti setidaknya jauh di lubuk pikiran kita ada harapan, yaitu menyangkut laku kita agar ‘dibarokahi Allah’. Aku setuju mendengar jawabnya.

Ketika orang bisa berbuat, melakukan, menyikapi hidup secara iklas, maka pada orang itu akan tercermin ketenangan pikir dan jiwa. Ketenangan pikir dan jiwa akan menentukan pencapaian kebahagiaan yang diharapkan semua orang. Rasa syukur akan nasib dan rejeki, akan menjadi momentum terjadinya efek domino kebaikan yang akan menjadikan orang tertempa kesabaran dan tetap ulet meraih harapan, tidak sombong, selalu mau berbagi. Keikhlasan seorang dapat dilihat pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya yang selalu menyenangkan, tenang dan damai. Sebagai efek domino seorang yang berlaku ikhlas, lambat laun akan memiliki kekuatan yang besar, seakan-akan memiliki pancaran energi yang melimpah, sehingga akan mampu menjadi penyebar ‘virus’ keiklhlasan pada orang lain di sekitarnya.

Sebaliknya seseorang yang tidak ikhlas akan selalu tidak menyukuri apa yang telah diperoleh, meratapi apa yang terjadi, menyesali kesalahan atau kekeliruan yang dibuat dan terpaku pada waktu mereka yang telah berlalu, hal itu pasti akan menimbulkan rasa kesusahan, kesengsaraan, kegelapan dan keputusasaan. Jika orang yang berada dalam seperti itu dan ingin merubah hidupnya maka ia harus bangun. Mulailah memilih hal baik, jalani hidup dengan banyak bersyukur, dan bersabar, semua yang kita alami ada makna dan hikmah, di balik sebuah permasalahan pasti akan muncul kemudahan. Guru Ngajiku menekankan, bahwa: “Hidup memberi kita banyak pelajaran, tergantung pada kita apakah kita mau mempelajarinya atau tidak, serta memetik buahnya”. Termasuk tentang belajar ikhlas dan efek dominonya, kataku.

Senin, 06 Desember 2010

MARI BERHIJRAH


Semalam pergeseran tahun baru Hijriah aku rayakan dengan sebuah perenungan panjang tentang dunia 'kecintaanku' yaitu dunia anggrek. Sangat kebetulan suasana tengah malam di Puncak Bogor yang gerimis, udara tidak begitu dingin, kamar di atas perbukitan dengan pemandangan kerlip lampu, suasana diskusi dengan Dirjen Hortikultura sore hingga malam ini sangat membantu aliran kontemplasi dan intropeksi. Entah mengapa kebetulan juga dalam beberapa hari terakhir ini, di penghujung tahun 1432 H, tiba-tiba aku dibayangi perasaan sedih, aku menjadi miris, aku disodori kenyataan yang membuat aku gundah gulana. Aku rasakan, aku lihat orang-orang yang selama ini aku panuti, aku banggakan, dan bisa menjadi cermin keberhasilan menjalankan bisnis peranggrekan, kini mereka 'jatuh' dirundung kesulitan usaha dan kepailitan.

Ironinya, kejatuhan atau keterpurukan itu ternyata juga berdampak pada perubahan mendasar pada cara pandang mereka, sikap, dan pola komunikasi terhadap orang-orang di sekitarnya termasuk padaku. Cara pandangnya menjadi sempit, segala sesuatu dilihat sebagai sesuatu yang menggelisahkan, penuh curiga, tidak sabar, cepat marah, merasa terasing, terpinggirkan dan komunikasi menjadi buruk karena sering mudah tersinggung. Sementara kenyataan yang terjadi jelas terasakan bahwa daya dan power mereka makin mengecil, makin melemah. Usaha yang tadinya memberi kebanggaan, kehormatan, kini berbalik seperti menjadi godam yang tidak bisa dihindari dan menjadi hantaman rasa kegagalan yang mematikan.

Telisik punya telisik hal tersebut disebabkan karena terjadinya pilihan-pilihan langkah yang salah dan berimplikasi alternatif pilihan berikutnya yang juga salah. Problem diawali oleh lesunya pasar yang kemudian berdampak pada serapan produk yang berkurang, income minus, pengurangan tenaga kerja, pelanggalan SOP, yang ujungnya menjadikan penurunan kualitas dan kuantitas produk dan akhirnya berakibat balik pada pengingkaran terhadap tuntutan pasar yang menghendaki kualitas produk yang baik sehingga makin membuat kemandegan usaha. Hal itu menjadi lingkaran permasalahan yang tidak putus-putus. Menyedihkan.

Salah langkah, salah pilih, salah tindakan bisa membuat fatal apapun rencana atau usaha kita. Dalam hidup keseharian, kita selalu mendapat kesempatan memilih, peluang pilihan selalu ada yang bisa benar dan ada pula bisa salah. Ketika kita sekali mengalami kesalahan memilih dan kemudian sadar akan kesalahan itu, sering kali kita masih bisa berbalik pada pilihan yang memang benar, setelah itu di depan menghadang dua pilihan lagi yang bisa benar dan bisa pula salah. Tetapi ketika kita melakukan pilihan yang salah dan kita tidak sadar atau menggampangkan kesalahan itu maka di depan kita akan menghadang dua pilihan yang sama-sama salah. Pada kondisi demikian berarti kita sudah terjerumus pada tindakan yang akan membawa kita selalu melakukan tindakan yang salah.

Guru spiritualku selalu mencontohkan fenomena hal tersebut di atas dengan perumpamaan sebuah cerita tentang kejujuran seseorang. Ada seseorang yang pada suatu kesempatan ditanya oleh orang yang baru dijumpainya di jamuan makan. "Kerja di mana bapak ?" Respon mendengar pertanyaan tersebut dimungkinkan keluar jawaban jujur menyebut pekerjaan sebenarnya dan dapat pula menjawab salah seenaknya alias bohong. Pilihan jawaban itu akan menentukan tindakan kita selanjutnya. Coba renungkan ketika kita kemudian menjawab bohong misalnya dengan menjawab:" Saya bekerja sebagai Guru". Padahal sebenarnya kita bukan guru. Maka ketika ada pertanyaan lanjutan " Guru apa ? Di mana ? Sudah berapa lama ? dan seterusnya. Hal tersebut memaksa kita harus melakukan atau membuat kebohongan-kebohongan baru sebagai resiko ego pilihan, mestinya kalau jujur jawabannya maka anak pinak kesalahan tidak perlu terjadi.

Keberanian diri untuk mengevaluasi kesalahan, mengakuinya secara gentlemen sebagai tindakan yang keliru, dan menjadikan hal itu pengalaman sekaligus pembelajaran yang penting untuk segera merubah diri. Semua kuncinya ada pada kesadaran betapa pentingnya semangat berhijriah, yaitu semangat memperjuangkan kebenaran dan selalu berbenah agar kualitas hidup kita semakin baik. Bagi insan anggrek Indonesia harus mau belajar, harus berani mengurai permasalahan mengapa perkembangan peranggrekan nasional stagnan atau mungkin turun. Tentu nantinya akan ditemukan sederet kelemahan dan kesalahan-kesalahan kebijakan yang semestinya tidak perlu terjadi. Lalu yang penting mau memperbaikinya. Konsorsium Pengembangan Anggrek Indonesia mudah-mudahan bisa menjadi wadah yang memungkinkan terjadinya jalinan kerja, peran, dan sinergisme hingga berkembang produktivitas anggrek Indonesia yang berdaya saing. Singkirkan ego individu, mari berhijrah ke peranggrekan yang lebih baik.