Kehilangan hal yang disayangi, hal yang selama ini memberi kebahagiaan, kesenangan dan kegembiraan akan memberi rasa duka cita yang mendalam. Kedukaan itu tidak terduga, walau kita tahu bahwa kehilangan adalah hal wajar dan pasti akan dialami siapapun. Berduka adalah hal yang tidak diinginkan siapapun, namun selalu bisa dialami oleh siapapun atas sebab apapun baik menyangkut hal besar maupun hal-hal kecil. Hanya saja respon kedukaan yang biasanya berbeda, yang sehat adalah kedukaan yang tidak perlu berlarut-larut, yang mengakibatkan orang hilang gairah kerjanya dan kehilangan harapan. Jelas bahwa kehilangan adalah hal yang menyebabkan kelengkapan hidup kita menjadi berkurang. Aku pernah bertutur di blog ini bagaimana kebingunganku ketika dompet berserta berbagai surat-surat penting hilang di pasar Bringhardjo Jogjakarta. Pulang berkendara tanpa identitas dan SIM untuk mengemudi tetapi harus mengemudi. Duka cita sebagai manusia pasti kita pernah dan mungkin sering merasakan.
Walau tanpa tangis dan raut duka, keluargaku beberapa minggu ini lagi berduka terutama barangkali aku yang paling merasakannya. Sebab-musababnya mungkin kebanyakan orang akan menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat tidak berarti dan sederhana, yaitu kematian berkala ikan-ikan koi peliharaan kami. Sekitar 60 ikan koi aneka warna tiba-tiba mati sedikit demi sedikit, selidik punya selidik kata temanku yang Kepala Balai Perikanan di Bangil itu gara-garanya sederhana yaitu menambah jenis ikan koi baru kebetulan membawa penyakit ‘KHV’ atau Koi Herpes Virus, sehingga dengan cepat menular dan mematikan. Memang benar beberapa minggu yang lalu atas pemikiran bersama kami baru menambah koi yang warnanya beda, yaitu yang putih, perak dan kuning yang belum kami punya.
Bagaimana kami tidak berduka ? Selama ini kolam koi kami adalah hiburan mengasyikan, peredam kepenatan kerja dan kejenuhan akibat hirup pikuk kehidupan kota yang makin sumpek. Ikan-ikan koi peliharaan kami lincah bergerak dari satu sudut ke sudut kolam, kadang menyelam, berkejaran dan sudah sangat jinak. Suara decakan mulut saja sudah membuat mereka bergerak menuju tempat kami biasa memberi makan. Ikan-ikan tersebut tanpa takut bisa kami pegang dan biasa menghisap-hisap telapak tangan yang penuh makanan ikan, rasanya seperti dihisap dan kasapnya gigi halus di mulutnya. Tidak mengenal waktu mereka sering menghibur kami, termasuk juga tamu-tamu yang akrab yang kami ajak masuk ke samping rumah. Sekarang keceriaan dan hiburan segar itu tiada, sebagian besar koi-koi dan suasana kolam menjadi tidak tertolong walau berbagai upaya telah kami upayakan, pemberian garam, obat-obatan, kini ikan tersisa sepuluh ekoran dan kolam sudah dikurangi airnya biar agak hangat.
Kata guru lakuku, koi herpes virus memang merupakan penyakit pada sebangsa ikan emas termasuk koi yang sangat ganas, begitu dalam kolam satu ekor terserang penyakit ini maka dalam hitungan 6 - 14 hari bisa mematikan 90 – 100 persen populasi ikan koi yang ada. Cerita orang mengalami stress akibat kasus koi peliharaan mereka terserang herpes virus ini banyak terjadi, artinya ternyata kedukaan yang aku alami tidak sendiri dan belum seberapa. Sejak tahun 2002 hingga 2007 di Indonesia kerugian akibat penyakit ini mencapai 250 milyar. Itu menjawab pertanyaan aku selama ini mengapa banyak kolam-kolam koi di daerah sentra yang kosong dan tidak difungsikan. Berarti daerah itu juga merupakan daerah yang ikut menderita kerugian akibat penyakit ‘koi herpes virus’ dan memang dari sana koi baru aku dapatkan ketika tidak sengaja ada kegiatan ke daerah itu.
Setiap hari perhatian kami banyak tersita pada problem kolam itu, kami terus berupaya, satu demi satu ikan yang mengalami gejala sakit kami pantau dan ditangani khusus, tapi tak upaya apapun tidak menolong, selalu ada minimal dua ekor, pernah sehari sampai menggelepar delapan ekor. Kedukaan akibat kematian koi-koi peliharaan kami, ternyata berhikmah menyenangkan anak-anak kecil tetangga kami. Koi yang menggelepar-menggelepar, tiba-tiba berenang cepat tanpa arah, sehingga sering ada yang membentur kaki pot besar tempat tanaman gelombang cinta yang berada di tengah kolam sehingga sekarat. Anak-anak itulah yang kemudian dengan ‘suka cita’ membawanya pulang untuk dimasak sebagai hidangan puasa. Kami sendiri tidak sampai hati mengkonsumsinya. Satu ekor yang besar aku rasa bisa disantap untuk satu keluarga kecil, hal itulah yang sedikit menghibur kami. Kami sudah berusaha, menyelamatkan yang kami cintai, tapi koi-koi itu lebih memilih membahagiakan anak-anak kecil di bulan yang penuh berkah ini. Harusnya uang yang untuk beli koi baru, mestinya aku belikan ikan konsumsi lalu aku bagikan ke mereka-mereka. Kesadaran memang sering kali datang terlambat. Allah Maha Besar yang menggerakan apapun sesuai dengan keinginanNya, kewajiban kita membeningkan hati sehingga untuk memahami dan mengimaniNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar