Minggu pagi ketika aku sedang asyik menata anggrek di rumah, sahabatku datang dengan anak dan istrinya. Aku tinggal kerja rutinku dan selanjutnya menyalaminya dan bercengkerama di pinggir kolam karena sambil mengawasi anak temenku yang lagi kegirangan melihat sisa ikan koi-koiku yang berebut makanan. Hal pertama yang muncul dari bibirnya adalah kata sanjungan, tentang apa lagi kalau tidak tentang tanaman yang memenuhi tiap sudut rumahku. Dia bilang: “……Beginilah semestinya dosen pertanian, ‘no talk only but full action’ , kebanyakan cuma omong doang haaa…..haa “. Aku tidak menanggapi, tapi belakangan aku jelaskan mengapa juga aku memilih banyak aksi nyata dari tidak sekedar banyak bicara. Intinya itu semua juga berawal dari ‘rasa malu’ akibat cuma banyak omong di forum, aku dianggap ngajar sepeda tapi tidak bisa naik sepeda. Ngajari berbagai seluk beluk budidaya tanaman tapi tidak pernah menanam. Bagaimana bisa benar ?
Sang teman yang satu ini, adalah satu generasi menjadi PNS yang diperbantukan di swasta. Satu juga nasib di tempatkan di tempat kerja yang berbeda dari basik asalnya. Kalau aku dari disiplin ilmu biologi dan harus mengajar di Fakultas Pertanian, sementara dia asalnya dari lingkungan ormas keagamaan A kemudian harus kerja di lembaga milik ormas keagamaan B. Sebetulnya hal tersebut kami sepakati bukan dan tidak akan menjadi problem pada situasi jaman yang menuntut kuatnya ‘pluralisme dan demokrasi’. Kenyataan memang demikian minimal hingga 20 tahunan kami kerja, terbukti dia sampai bisa meraih gelar professor, sedang aku karena males ngurus pangkat belum bisa seperti dia. Tetapi belakangan aku baru tahu bahwa sang teman ini ada kendala besar untuk berkarir menjadi pimpinan di lembaga tempat ia kerja, alasannya menyangkut aturan kelembagaan yang mengaruskan pimpinan mengakar pada ke B tersebut. Padahal dari segi kapasitas, sang teman ini jelas di atas rata-rata, dia telah tumbuh tidak saja member kontribusi ke dalam tapi juga bisa diterima dan mewarnai bidang keahliannya.
Ukuran kapasitas menjadi orang yang bisa diterima dan bisa memberi nilai menurutku telah ia buktikan, tidak mudah menjadi orang ‘yang beda’ diterima dan tumbuh di lingkungan tidak semestinya. Kalau seseorang kulit hitam tumbuh dan berprestasi di lingkungan masyarakat kulit hitam adalah hal biasa. Tetapi kalau seseorang kulit hitam tinggal dan tumbuh di masyarakat kulit putih, lalu ia mampu berkontribusi, berbaur, mengembangkan diri bahkan ia juga bisa diterima habitat kulit asalnya serta di luar masyarakat tempat ia tinggal maka itu adalah sebuah keunggulan atau orang yang berkapasitas. Karena keadaan sang temanpun bisa menerima, ia sabar, tetap berkarya, itu semua dianggap sebagai kesalahan awal yang tidak perlu disesali. Walau sesungguhnya hati kecilnya meronta, siapa sih yang tidak ingin berkarir dan menjadi orang yang mampu berbagi lebih banyak ?
Dalam sikap penerimaan yang iklas, tak diduga ia dilamar kepresidenan untuk menjadi salah satu purangga staf ahli presiden SBY. Dia berbisik padaku, jangan woro-woro, belum pasti, tapi Alhamdulillah ijin dari pimpinan tempat ia kerja sudah sudah oke. Awalnya ia kawatir ijin tidak akan keluar, karena memang selama ini tradisi pengabdian ke lembaga tempat ia kerja sangat dinomer satukan. Mendengar kabar itu aku katakana pada dia mungkin dan mudah-mudahan ‘ini jalan keluar’ kebuntuan berkarir yang selama ini dirasakan. Dari hpnya sebentar-sebentar datang ucapan selamat, bukan dari orang sembarangan, tetapi dari tokoh-tokoh masyarakat mulai dari bupati, wali kota, pimpinan Koran, partai, anggota dewan, sesama profesi, organisasi tempat ia beraktivitas dan masih banyak lagi. Ia dengan santun berterima kasih, lalu menyampaikan bahwa hal itu baru diproses, belum, tunggu kalau sudah pasti teman-teman akan dikabarinya.
Guru spiritualku berbisik padaku, itulah kebesaran dan maha bijaksananya Allah. Rizki dikejar ke mana dan dengan cara apapun kalau memang bukan rizki kamu, maka rizki itu akan lari menjauh dan sulit untuk didapatkan. Tetapi kalau sudah rizki kamu, ke mana dan sedang di mana kamu, dalam sesulit kondisi apapun, gangguan apapun, rizki itu tidak peduli pasti dan pasti akan menghampirimu. Karena Allah tidak pernah tidur, selalu melihat apa yang kita lakukan, tindakan yang baik, iklas dan sabar disertai doa yang khusuk akan diijabeni bahkan akan diberi dengan limpahan yang lebih besar. Sementara orang-orang yang hidupnya cenderung suka mempersulit orang lain, sesungguhnya kalau mau merenungkan, harusnya sadar karena dengan cara begitu berarti ia sudah memilih jalan yang sulit untuk dirinya sendiri. Hukum kebiasaan mempermudah akan lebih dimudahkan, kebiasaan memberi akan lebih diberi, kebiasaan mengasihi maka akan lebih dikasihi, ….tapi semua tetap kuncinya di iklas dan sabar.
Kepercayaan dalam menghadapi kesulitan hidup harus kita bangun, kita harus percaya bahwa Allah SWT telah menegaskan bahwa pada setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Sebuntu apapun jalan menurut kita, itupun sesungguhnya masih terbuka jalan ke luar kalau kita percaya pada Allah SWT. Alhamdulillah, banyak teman dan banyak guru yang hadir dalam hidupku justru memberi ‘benggala’ atau pencerminan hidup yang mudah-mudahan makin menjernihkan pikiran dan nuraniku. Semua jelas memperkaya hidupku, menyadarkan bahwa hidup harus dihidupi agar hidup makin hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar