Seorang anak rumahan, anak mama
yang tidak biasa keluar rumah, tidak pernah telanjang kaki main ke lapangan,
tidak pernah hujan-hujanan, tentu berbeda dengan anak kampung yang sering
telanjang dada, makan juga sering minus kalori dan tak jarang mengalami sesakit.
Tentu perbedaan tersebut ada plus
minusnya sendiri-sendiri. Anak mama yang cenderung selalu di rumah, bisa
dikatakan adalah prototip anak yang patuh, tertib, bisa jadi rajin, pandai,
‘sehat’ karena asupan gizi yang serba kecukupan atau bisa juga berlebihan
hingga tak jarang kita temui mengalami obesitas. Sementara anak kampung dapat
dikatakan lebih merdeka, mungkin kurang tertib, ‘prigel’, berani menantang
bahaya, walau asupan makan sederhana tapi
tubuh keras gempal jarang yang obesitas karena banyak bergerak.
Lingkungan tumbuh akan membentuk
tipologi manusia yang berbeda-beda, karena tiap lingkungan memberi tantangan yang
berbeda dan karena itu tentu produknya juga berbeda pula. Tidak mudah seseorang untuk
menjadi anak rumahan, tantangannya adalah rasa kebosanan, pengendalian harapan,
rutinitas yang sama, lemah fisik, tetapi bila mampu dilewati olah pikir anak
akan lebih berkembang dan menjadi keunggulan. Tidak mudah juga menjadi anak
alam, karena lingkungannya sering tidak bisa memanjakan, harus belajar menjadi survival, perlu toleransi sosial, harus
kuat, salah langkah bisa membahayakan didinya. Bila bisa melalui lingkungan
tumbuh seperti ini dengan baik maka akan membentuk ketangguhan fisik, mental
dan pengalaman yang kuat.
Untuk menjadi tangguh dalam hal
apapun seseorang memang harus mengalami tempaan yang berulang menyangkut hal
tersebut. Untuk menjadi petinju yang tangguh tentu harus menjalani latihan
fisik dan teknik yang berat, jam terbang latih tanding harus dialami berulang,
kemampuan memukul menghindar bertahan, strategi, atur nafas dan tenaga dan yang tidak kalah penting perlu juga tahan
pukul. Seorang pelaut yang tangguh tentu ia perlu belajar hantaman ombak besar
dan badai di laut. Tidak mungkin akan lahir seorang pemimpin besar tanpa
cacian, makian, demo-demo rakyat yang dipimpinnya dan serangan lawan
politiknya. Bangun subuh, mengeja alif, ba, ta, pukulan penggaris guru ngaji
ketika keliru, hukuman menghapal surat-surat pendek karena salah adalah jalan
menjadi seorang ‘dai kondang’.
Kata guru spiritualku: “Untuk
menjadi pisau yang tajam, keris yang elok, samurai yang kukuh, tentu sepotong
logam harus dibakar, dibentuk dan ditempa berulang. Tidak mungkin hanya
dilakukan pembakaran dan tempaan satu kali saja. Artinya untuk ‘menjadi tangguh’
dalam hal apapun jelas butuh suatu proses, butuh kegigihan tanpa menyerah,
butuh loyalitas, butuh disiplin diri”. Menurutku menjadi tangguh adalah usaha
dan perjuangan. Menjadi seorang maestro, tokoh besar, pemimpin dunia, atau
mencapai hal-hal besar dan istimewa adalah juga melalui proses yang butuh waktu
dan teruji. Ketangguhan adalah pilihan dan pengabdian diri, tidak mungkin bila
hanya sekedar saja, hanya setengah hati atau hanya sambilan.
Ketangguhan yang indah adalah
ketangguhan alamiah, seorang guru laku lain mengatakan bahwa ‘pertama perlu
kesadaran potensi dan bakat dasar kita’ trus kedua kita padu dengan harapan dan
keinginan kita, hasil kompromi itu sebagai landasan ‘menjadi tangguh’ yang kita
idealkan. Sebaiknya prosesnya alamiah saja biarkan mengalir tanpa rasa takut
tetapi malah menyatu dalam diri, menjadi dirinya sendiri. Artinya apa yang
dipilih dan pengabdian dirinya dijalani secara natural tetapi terjada
konsistensinya. Seberapa ketangguhannya bukan hal penting dan bukan kepeduliannya,
karena klaim maesto, pemimpin besar yang
menilai bukanlah kita tetapi orang lain, kita hanya perlu berusaha dan berjuang. Sangat disayangkan banyak contoh justru orang besar kebanyakan lahir seperti misteri, mereka tumbuh dari ibu kandung penderitaan, penindasan, sakit hati, penjajahan atau kebencian yang ujung-ujungnya sering melahirkan disharmonisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar