Jumat, 09 Desember 2011

MELAYANI RASA



Seorang teman bercerita bahwa sekarang ia harus berhati-hati dengan lambungnya, lambungnya menjadi sangat sensitif pada makanan yang ia konsumsi, bila makan makanan yang terlalu asam perut menjadi melilit-lilit  tidak karuan, pun juga terlalu pedas atau sedikit terlambat makan pasti perut akan mengirim kado rasa sakit yang lama penyembuhannya. Semua itu gara-garanya sederhana, waktu sehat dulu ia sering terlambat makan, sering mengabaikan rasa lapar, sampai kemudian datang sakit magh dan harus nginap di rumah sakit. Seorang teman lain bercerita bahwa ia kini tidak memiliki harapan apa-apa, hidupnya tinggal menunggu waktu, ginjalnya rusak dan dia sudah dua kali seminggu harus cuci darah. Dia menyesal waktu sehatnya dulu bekerja terlalu keras, ngoyo, dan sering ‘dopping’ dengan minuman- minuman berenergi. Rasa lelah ia tidak pernah perdulikan, hanya satu yang ia inginkan prestasi kerja, kebanggaan, uang dan rasa hormat.  Alhasil ia jadi kehilangan harta terbesarnya yaitu kehidupan sendiri yang sesungguhnya telah diberkahi Allah sedemikian sempurnanya.

Masih banyak cerita senada yang bisa kita dengar, kita lihat, kita rasanya dalam kehidupan masyarakat kita yang makin kompetitif, konsumtif, dan tidak normatif. Orang cenderung berkompetisi tidak sehat, main sikut, saling menjatuhkan, main sogok, kuruptif, menghalalkan segala cara untuk mencapai harapan. Bagaimana mungkin aktivitas tidak sehat bisa melahirkan kehidupan yang sehat ?  Hukum alam mengajarkan pada kita hal-hal yang sederhana, tentang pentingnya asupan makanan yang cukup pada tubuh kita agar tubuh kita sehat, tidak ada kata perlu berlebihan, jangan pula kurang sebab akan menjadikan tubuh sakit. Adanya siang dan malam mengajarkan kepada kita perlunya istirahat, perlunya tubuh tidak beraktivitas, dalam kondisi seperti ini terjadi penyeimbangan kembali organ-organ tubuh yang lelah, perbaikan-perbaikan yang rusak, distribusi nutrisi dan energi hingga kondisi tubuh mengalami keseimbangan kembali pada level yang dibutuhkannya baik fisik maupun rohani.

Ada banyak manfaat mengenal dan memahami kondisi tubuh kita sendiri, bagi yang berduit upayanya melalui general check up. Tes menyeluruh itu meliputi kondisi jantung, paru-paru, ginjal, darah, air kecing, organ reproduksi dll. Dari hasil tes kita bisa tahu status kesehatan kita, ada apa dengan tubuh kita dan bagaimana selanjutnya menjaga agar tetap sehat. Bagi yang tidak mampu, tentu tidak bisa berbuat banyak, paling hanya merasakan bagaimana tingkat normalitas tubuh, akan terasa bila ada yang sakit, ada yang tidak wajar. Bagaimana bila kerusakan tubuh tidak memberi tetanda sakit ? Tentu akan sulit untuk diketahui dan bisa terlambat untuk diatasi. Bagi mereka yang mau belajar memahami dan mengenal kondisi tubuhnya sendiri, tentu akan lebih baik, lebih responsif terhadap abnormalitas pada tubuhnya. Mereka akan makin bisa memahami signal-signal tubuh yang menandakan sesuatu hal yang berbeda dan harus bagaimana menanggapinya.

Guruku pernah mengatakan bahwa kunci dari hidup yang sehat atau tidak sehat  adalah bagaimana sikap dan pilihan kita  ‘melayani rasa’ yang melingkupi kehidupan kita. Kita harus mampu mengenalnya dan mengendalikannya, jangan sepenuhnya melayaninya, orang jawa bilang ‘ ngono yo ngono tapi ojo ngono’, artinya semua harus dibatasi sesuai dengan ‘keterbatasan’ tubuh kita. Ketika anda merasa tahan terhadap rasa lapar dan anda merasa tangguh melakukan itu, maka yang kalah adalah lambung anda, dinding lambung akan mengalami iritasi karena jonjot-jonjotnya  terus meremas tanpa ada yang diremas. Ketika anda bekerja keras, tubuh terasa capai, tetapi anda tidak perduli dan terus bekerja, maka tubuh akan mengatur keseimbangan dirinya sendiri, kita akan merasakan tubuh menjadi lemah, mata mengantuk, pikiran tidak bisa konsentrasi , di situlah titik di mana kita seharusnya melayani harapan tubuh untuk istirahat. Kalau kita berupaya menolaknya ‘karena rasa takut’ pada bos karena bisa jadi pekerjaan tidak selesai dengan asupan obat tertentu untuk melawan kecenderungan tubuh, ya …. memang itu bisa dilakukan dan bisa merubah keadaan, tapi sesungguhnya kita telah memilih mengalahkan tubuh menyakiti tubuh kita sendiri.    

Saya punya pengalaman ceroboh yang hampir merenggut nyawanya sendiri akibat melayani rasa keinginan untuk tetap menjalankan kendaraan walau kondisi ngantuk berat. Waktu itu saya mau pergi ke Jogja untuk suatu acara. Seperti biasanya saya memilih berangkat dari Malang tengah malam agar sampai Jogja pagi hari.  Malang – Solo perjalanan lancer tidak ada masalah, tetapi setelah istirahat dan makan gudeg di Manthingan rasa kantuk mulai menyerang. Saya berpikir bahwa rasa kantuk itu hanya sementara, jadi karena berkendara sendirian saya tetap lanjutkan perjalanan pelan-pelan. Di Klaten rasa kantuk itu sedemikian hebatnya, sehingga saya sadar sering membawa kendaraan ke tengah jalan. Lalu saya berkata pada diri sendiri, nanti kalau ada pom bensin saya mau berhenti dan istirahat tidur. Beberapa kilo dari saya berujar sendiri ketemulah pom bensin, tapi pom bensin itu ada di kanan jalan. Pikiran saya secara cepat berguman ‘ ah nanti saja di pom bensin kiri jalan’. Kendaraanpun terus melaju, rasa kantuk terasa dasyat, tapi keinginan terus jalan juga dasyat. Apa yang terjadi akhirnya ? Beberapa kilometer dari pom bensin yang semestinya saya istirahat. Saya menemukan diri saya tersadar dengan kendaraan yang nyungsep di selokan pinggir jalan, suara mobil meraung, saya terbangun ketika orang-orang berusaha membukakan pintu mobil untuk mematikan mesin mobil dan memastikan saya tidak apa-apa. Saya beruntung menemukan orang-orang yang dengan iklas membantu mengembalikan posisi mobil di jalan dan memungkinkan meneruskan ke Jogja setelah istirahat. Saya ikut berpesan jangan sekali-kali ‘melayani rasa’ seenaknya, layani dia seperlunya saja. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar