Sudah menjadi kodrat manusia bahwa ia tidak dicipta untuk tunduk, tetapi diberi alternatif. Sehingga tidak urung, hidup manusia selalu diliputi alternatif : ada pilihan. Pilihan-pilihan ini menuntut lahirnya sikap keberanian memilih, karena memang memilih tidak bisa tidak harus dilakukan manusia. Kita bisa pahami bahwa aktivitas memilih merupakan sesuatu hal yang pasti terus menerus dilakukan manusia, maka sesungguhnya jika seseorang tidak menentukan pilihan bukan berarti ia tidak memilih tapi ia telah memilih untuk tidak menanggapi pilihannya.
Sikap ragu selalu saja akan muncul di setiap gerak manusia, karena hidup manusia selalu diliputi bermunculannya pilihan-pilihan yang bisa jadi semua menjanjikan. Dan kebimbangan akan juga selalu lahir, karena dalam hidup harapan demi harapan juga menjadi tuntutan dan selalu mengalir.
Maka dari itu sikap orang terhadap hidup juga beragam. Ada yang menyatakan hidup itu sulit, ada pula yang mengatakan mudah. Saya ingin mencoba memandangnya sebagai suatu hal yang tidak perlu kita anggap sulit. Kesulitan yang paling dominan sesungguhnya bukan datang dari orang lain atau lingkungan kita tapi lebih banyak muncul dari diri kita sendiri.
Ragu, gelisah, takut, tidak percaya adalah merupakan sikap-sikap manusia yang cenderung menjadikan hidup itu terasa sulit. Sesungguhnya semua rasa gelisah yang acap kali muncul adalah merupakan kodrat bagi manusia dan tidak akan pernah terpisahkan dari manusia. Bukankah beberapa sifat manusia yang demikian secara tegas dimuat dalam Al Qur’an : tergesa-gesa (Al Isra’ 11), berkeluh kesah, gelisah (Al Ma’arij 19), putus asa bila ada kesusahan (Al Ma’arij 20).
Dengan sifat-sifat tersebut lahirlah dorongan penggunaan akal, lalu lahirlah pemikiran-pemikiran untuk menjauhkan rasa ragu, gelisah, takut dan ketidak percayaan diri. Pengalaman demi pengalaman meyakinkan seseorang akan sesuatu hal, ketajaman memahami sesuatu yang telah terjadi, sedang terjadi, entah dialami secara pribadi atau dialami orang lain menjadi kunci untuk menentukan sikap terhadap fenomena masa depan. Semua sikap yang menjadi pilihan untuk dijalani sama-sama mengandung harapan dan tantangan, mengandung kepastian dan ketidakpastian. Dalam menentukan pilihan baru, pilihan masa depan, manusia tidak bisa menawar agar menjadi pasti sesuai prediksi, sebab keserbapastian bukan miliknya tetapi hanya milik Allah semata.
Hidup manusia diwarnai oleh adanya kebebasan memilih, dan selalu pilihan demi pilihan muncul, harapan demi harapan lahir. Disinilah bedanya mahluk yang dinamakan manusia. Semua ini menuntut kerja keras mental, fisik dan rasa agar kita mampu mengambil satu pilihan yang tepat. Apalah artinya memiliki seribu alternatif yang indah tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan menjadikan kita bingung. Juga janganlah kita tergila-gila hanya pada satu pilihan yang terbaik menurut kita tapi kenyataannya dari waktu ke waktu merupakan mimpi belaka. Padalah satu-satunya yang jelas pasti datang kepada siapa yang menunggu adalah hilangnya waktu dan bertambahnya usia. Kita memang harus bersikap supaya tidak sekedar mengembangkan harap, lalu tanpa sadar tergilas waktu.
Dalam hal apapun apabila kita harus memilih. Intropeksi menjadi sangat penting agar harapan demi harapan bisa kita benahi sekaligus kita sikapi. Mana yang pantas dan mana yang benar. Tidak salah bila kita berharap sesuatu yang terbaik, tidak salah, yang salah adalah bila kita terjebak pada harapan-harapan yang tidak kunjung bisa kita rengkuh. Biasanya waktu yang akan menyadarkan kita. Karena kita sering menuntut : bahwa segala sesuatu yang untuk kita mesti harus yang terbaik. Tanpa kita menyadari bahwa belum tentu kita bisa diterima sebagai sosok yang terbaik, belum tentu kita bisa memberi yang terbaik bagi orang lain yang kita harapkan yang tentunya mereka mempunyai ukuran yang terbaik baginya yang kita tidak pernah tahu.
Keadaan yang belum tentu ini sesungguhnya merupakan sesuatu yang harus kita sadari dan kita terima. Ini merupakan tantangan bagi manusia. Karena manusia adalah mahluk berakal . Dan bila segala upaya rasional telah kita lakukan, dan rasa gemetar menentukan sikap masih tetap ada, rasa ragu masis menyelimuti sikap kita. Maka iskharoh adalah upaya yang selayaknya kita lakukan.
Guru spiritualku berpikiran, istikharoh adalah suatu usaha manusia untuk menagkap fenomena langkah ke depan yang baik untuk kita dengan mendekatkan diri pada Allah. Menangkap sesuatu yang masih abstrak, amat sulit. Dengan indra apa kita menangkap fenomena ini ? Semua indra kita sudah terlalu biasa hanya menangkap fenomena riil atau nyata, sesuatu yang nampak, yang dapat disentuh, diraba, atau didengar. Memahami sesuatu yang abstrak mesti harus dengan gerak hati. Keyakinan merupakan kunci yang bisa membuka semuai ini. Maka dalam istikharoh , ketajaman hati yang disertai dengan keyakinan yang mendalam dan iklas kepada Allah adalah sangat diperlukan. Sebab buah dari istikharoh tidak lain juga adalah satu keyakinan yang menghilangkan seribu pilihan lain yang sebelumnya membingungkan. Buah istikharoh menjadikan kita berani memilih satu pilihan, satu langkah atas nur Allah.
Nah, menurutku, kita garus selalu bahagia ! Bersyukur ! Bahwa sang waktu telah menjaga semangat kita. Detak harap memang harus selalu dilahirkan, agar tidak terhenti. Gairah harus dibangun terus, sebelum ia membeku. Mungkin benar bahwa hidup dapat diumpamakan sebagai gelas. Fungsi gelas tidak akan bermakna jika hanya sekedar ditandaskan isinya. Padahal mesti kita rajin, mengisinya, merawatnya, bahkan bisa mengoptimalkannya untuk berbagai fungsi yang pantas. Kalau kita bingung mengembangkan harap, mengoptimalkan hidup, menentukan pilihan di antara banyak pilihan, maka jalan terbaik adalah beristikaroh, sebab denga cara itu kita bisa dibimbing pada pilihan yang tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar