Senin, 28 Februari 2011

HARI BAIK


Seorang teman merespon puisi kegundahanku dengan menyatakan solidaritas bahwa banyak teman-teman yang merasakan hal yang sama dengan diriku. Puisi yang ada di sisi kanan ‘blog’ ini yang berjudul ‘Beri Aku BayangMu’, puisi itu entah benar entah tidak kata dan naratif sesungguhnya ingin mengungkapkan kegundahanku menjalani kuliah yang sedang berada pada titik yang menjenuhkan. Betapa tidak, persoalan demi persoalan seolah bergantian datang, langkah satu terlampau, di depan menghadang kembali portal yang membuat jalanku terhenti. Hari-hari di Surabaya atau di Malang aku dipaksa untuk selalu membaca dan membaca, belajar dan belajar, diskusi dan diskusi. Tapi memang aku tidak sendiri, dalam bidangku ada 26 orang yang mungkin senasib. Pada kondisi seperti itu selain terus usaha keras, aku butuh barokah dan sentuhan kesejukan Yang Maha agar terbuka pikiran tuk mengurai kejenuhan itu agar tidak berlarut-larut.

Pada situasi sulit macam begini, kalau kita duduk di perpustakaan sudah pasti setiap saat akan kita dengar gerundelan teman-teman yang mengeluh, ngomel, mengumpat bahkan aku pernah mendengar keluar ‘sumpah serapah’. Topik yang paling afdol adalah slendronya ‘motto' institusi yang jauh dari prakteknya, trus ketentuan-ketentuan yang tidak rasional yang tidak sejalan dengan harapan kelulusan, satu sisi mahasiswa diminta lulus tepat waktu tapi banyak kebijakan yang menjadi portal penghambat harapan itu. Awalnya itu juga membuatku ikut gerah, ikut ngomel, ikut menanyakan, tetapi belakangan setelah aku renungkan, memandang diri sebagai ‘mahasiswa’ aku pikir aku tidak boleh larut dalam permasalahan mereka. Karena waktu ternyata terus bergulir dan keadaan tidaklah berubah. Maka akulah yang harus berubah, aku tidak boleh menyerah, aku harus terus berupaya rasional tuk melangkah, meraih satu capaian demi capaian semampuku, prinsipnya hanya mencoba membangun keyakinan ‘kalau orang lain bisa kenapa aku tidak bisa’.

Langkah harus terukur, karena memang yang kita hadapi hal-hal yang capaiannya bisa kita ukur bisa kita evaluasi sendiri sebelumnya. Misalnya kalau kita sudah menyelesaikan tugas kuliah dan akan melakukan penelitian, maka yang harus kita persiapkan adalah ‘proposal penelitian dan ujian proposal’. Tetapi kita tahu bahwa untuk bisa ujian proposal syarat yang harus dipenuhi adalah ‘lulus ujian toefl 500’ dan lulus kursus salah satu bahasa asing lainnya, karena universitas tempat aku belajar bercita-cita menjadi world class university . Untuk itu siapapun harus sadar bahwa capaian toefl 500 dan penguasaan satu bahasa asing lainnya adalah sesuatu yang harus kita tuntaskan terlebih dahulu. Karena kalau tidak dituntaskan, hal itu bisa jadi cantolan yang membuat kita tidak maju-maju. Pentingnya mengeja kata-kata, kalimat, berdiskusi yang saya omongkan sebagai hal yang menjenuhkan sesungguhnya merupakan sesuatu yang perlu kita perjuangkan dengan sabar. Saya tidak setuju pada teman-teman yang menyerah, selalu menyalahkan orang lain, paswrah pada keadaan atau menggantungkan pada faktor keberuntungan untuk sesuatu hal yang harus semestinya kita perjuangkan.

Aku juga tidak setuju pada pemikiran salah satu teman yang konon ‘percaya’ bahwa ujian pada hari tertentu adalah ‘keberuntungan’ atau ‘hari baik’ baginya. Masa iya demikian ? Mungkin itu hanya guyon saja, sama untuk menghilangkan kejenuhan. Menurutku ujian itu ukurannya sudah jelas, karena ada materi yang akan diujikan, kita mesti sadar sejauh mana kita siap pada apa yang akan diujikan, menguasai atau tidak permasalahan yang akan diujikan. Kesadaran itu penting untuk memastikan apa yang kita lakukan tidak sia-sia, jangan melakukan spekulasi berani ujian manakala kita sesungguhnya tidak siap, siapapun bisa menilai kesiapan dengan melakukan evaluasi melalui latihan-latihan sebelumnya. Aku justru menduga, sang teman yang sesungguhnya kemampuannya di atas rata-rata teman lainnya, capaian sebelumnya juga bagus hanya sedikit dibawah standar kelulusan. Jangan-jangan karena keyakinannya 'hari baiknya adalah misal hari Kamis', sementara waktu ujian yang diploting penyelenggara adalah Jum'at, oleh karena sebab itu mungkin menjadi tidak 'self confidence' dan akhirnya membuat skornya malah menurun.

Guru spireiualku berkata bahwa semua hari adalah baik, justru kalau kita sudah punya anggapan tentang adanya hari baik, maka secara tidak langsung pada sisi yang lain berarti kita sudah menganggap ada hari yang jelek atau kurang baik. Ketika kita meyakini itu maka yang terjadi adalah dalam diri kita akan muncul dikotomi pemahaman pada hari-hari yang kita jalani . Ada pasang surut harapan, semangat juang, pada hari baik kita bersemangat dan pada hari biasa atau buruk kita menjadi kurang percaya diri bahkan sampai takut. Itu bisa menyebabkan produktivitas hidup kita jadi seperti gelombang, naik-turun, padahal semestinya tidak demikian. Kita mestinya harus berprinsip 'memaksimalkan perolehan hidup hari ini', karena cuma hari ini yangt jadi kesempatan dan milik kita, kemarin adalah masa lalu, esok belum tentu milik kita. Jangan buang hari ini dengan pengharapan atau menguatirkannya sebagai hari tidak baik apalagi karena menyesali yang lalu, apapun namanya hari ini semua hari adalah baik. Orang bijak secara turun temurun berpesan bahwa ada dua cara mengatasi kesulitan, yaitu kita mengubah kesulitan-kesulitan itu atau kita mengubah diri sendiri untuk mengatasi kesulitan itu. dan itu harus dilakukan sekarang. Kita butuh semangat, kita perlu belajar dari pendaki gunung, katanya gunung yang terlihat terjal akan terasa datar ketika kita sampai di puncaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar