Selasa, 22 Februari 2011

ANGGREK DAN PARADIGMA HOLISTIK


“Semestinya, alam kosmos adalah jaringan proses transformasi energy dan merupakan sistem hidup” demikian kata profesorku, “dan jadi bukan objek atau materi belaka”. Guru spiritualku mengatakan bahwa hidup manusia di alam semesta adalah bagaikan jaring sistem yang teratur dan holistik. Hidup manusia tidak akan berlangsung Ianggeng jika tidak menyadari bahwa hidupnya adalah bagian dari alam semesta dan sebaliknya. Dalam kosmologi baru kesadaran adanya interkoneksitas jejaring kehidupan antara manusia dengan alam dan dengan hal-hal transendental sangat perlu dibangun. Alam harus dipahami untuk mencari jejak kreatif dan makna kehidupan, bukan untuk dikuasai sedemikian rupa.

Aku baca buku kuno, tercatat bahwa eksplorasi tanaman anggrek di habitat alaminya cederung berlebihan. Eropa pada abad 17 dalam catatan sejarah pernah dianggap sebagai ‘makamnya bunga anggrek’, lantaran ketamakan dan kepicikan orang Eropa waktu itu. Mereka mencerabut berkapal-kapal aneka anggrek daerah tropis termasuk Indonesia dan diboyong terutama ke Inggris. Ironisnya, sangat sedikit yang hidup karena mereka belum mengenal cara budidayanya. Mereka tamak, hanya mementingkan kesenangan bagi mereka sendiri, mungkin juga karena napsu ekonomi, karena pada saat itu di Eropa harga anggrek hidup berbunga melebihi harga emas.

Agar keberpihakan pada kemaslahatan manusia dan terhindarnya kerusakan ekologi dan lingkungan dapat dicapai, maka monopoli pengembangan anggrek harus direduksi dengan memerankan masyarakat secara luas dalam hal pengelolaan sumberdaya anggrek Mereka harus didorong untuk bisa melakukan hal itu secara bertahap termasuk menjadikan tanaman anggrek bernilai bagi kesejahteraannya. Salah satu kuncinya adalah teknologi madya, seperti penggunaan media diperkaya secara ex vitro. Permasalahannya apakah media ex vitro bisa diformulasikan ? Faktor media diperkaya apa saya yang dapat direkayasa ? Bagaimana rekayasanya ? Apakah menekan gangguan kontaminasi tidak mengganggu pertumbuhan bibit anggrek ? Dan masih banyak pertanyaan mendasar yang akan lahir dari permasalahan ini. Mungkinkah pendekatan holistik dilakukan pada problem ini ?

Pendekatan holistik adalah pendekatan menyeluruh, di negeri China ajaran holostik ada pada ajaran konfusianisme Daxue, yang kalau kita ambil garis emas pada persoalan anggrek yang hendak aku pecahkan, maka intinya jangan tempatkan persoalan melulu demi memenuhi kebutuhan manusia (antroposentris) tetapi haruslah menyeluruh . Awalnya persoalan harus diketahui, difahami, dan dimengerti terlebih dahulu (prinsip xewue), kemudian dari memahami persoalan kita cari dan kuasai pengetahuan yang melandasinya dan simpul lemah yang menyertainya (prinsip zhizhi), kita ambil sari pati kebaikannya nyata bisa menata (prinsip xiushen), lalu kita pelihara dan kembangkan kebajikan tersebut (prinsip qijia), lalu produk harmoninya kita jaga dan kita kelola dengan prosedur yang yang baik (prinsip zhiguo) agar ‘keseimbangan menyeluruh’ dapat kita jaga (prinsip pingtianxia).

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dilakukan aku perlu serentetan experimental ‘kaji tindak’ dengan ‘sedikit’ berpijak pada landasan sains yang sadar pada kosmologi alam yang dinamis dan lekat dengan siklus semeseta yang fana’ (kelahiran, kehidupan, dan kematian) dan memberi makna ‘rahmatan lil ‘Alamin’ atau rahmat bagi seluruh alam. Bahwa semesta ini bukanlah kumpulan benda objek yang terpisah, melainkan berupa jaringan yang terbentuk dari hubungan antara bagian-bagian atau entitas penyusun dari sesuatu yang tunggal.

Saran Guru Spiritualku aku harus tinggalkan paradigma Cartesian-Newtonian, paradigm yang melahirkan dunia modern yang menganggap bahwa secara ontologis terdapat pemisahan antara kesadaran dengan materi, dalam kontek ini alam dianggap sebagai tak berkesadaran dan tanmakna. Dengan demikian, kosmologi modern ialah kosmologi yang kering. Ia juga menafikan jejak kreatif Tuhan (vestigia dei, ayat-ayat Allah, signs of God) pada alam semesta. Padahal jejak Tuhan pada alam semesta merupakan prinsip dasar pengetahuan tradisional secara umum, dan prinsip religiusitas, secara khusus (Riansyah, 2002). cara pandang yg menyeluruh dlm persepsi realitas alam kosmos adalah jaringan proses transformasi energi dan merupakan sistem hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar