Aku baca tulisan perdana pada blog temanku yang baru dipublis, aku tertarik, ternyata temanku satu ini tidak saja cantik ternyata juga punya bakat menulis. Sesuai kerjanya, tema tulisan teman berkaitan dengan kegundahan dia pada cara kolega dia dalam ‘melayani’ tamu-tamu dari luar negeri (baca: turis) yang sering kurang menyenangkan. Teman saya ini memiliki usaha sebuah jasa ‘rencar, tour & trevel’ di Jogjakarta dan dalam kerjanya tidak mungkin sendiri tetapi selalu bekerja sama dengan pihak lain terutama hotel, pengelola obyek wisata, atau sesama pengusaha lingkup jasa wisata.
Seperti yang ia ceritakan, keluhan terbanyak adalah menyangkut pelayanan yang tidak enak yang dilaporkan oleh pengguna jasa baik secara langsung maupun saat mereka sudah balik dan berada di negara asalnya, dan biasanya mereka berkomunikasi melalui email. Teman saya berharap kejadian tersebut bisa menjadi pembelajaran dan menjadi cambuk untuk niat berubah. Pariwisata Indonesia akan maju dan berkembang bila cara kita ‘melayani’ tamu-tamu wisata mampu memberi kesan yang menyenangkan hati mereka.
Memikirkan problem temanku, aku teringat pada cerita saudaraku yang jadi dokter yang selalu membanggakan pelayanan di tempat kerjannya ’sebuah rumah sakit’ di Jawa Timur yang sangat bagus pelayanannya dan masyarakatpun mengakuinya. Saya kira masyarakat atau insan pariwisata bisa mengadopsi prinsip-prinsip pelayanan yang diterapkannya. Rumah sakit itu menerapkan enam prinsip melayani, yaitu: charity, competence, care, commitment, continuous, dan consistent. Bagaimana sih jabarannya.
Dalam melayani kita harus ‘charity’ atau murah hati. Caranya dimulai dengan memahamkan diri, menanamkan pengertian dalam hati untuk mencintai pekerjaannya. Hanya dengan cara ini kita bisa bekerja dengan rasa tulus dan iklas, ketika melayanipun kita bisa dengan mudah tersenyum dan gembira. Energi murah hati akan menyenangkan yang dilayani, dan itu akan secara otomatis menjadi ‘bola salju’ promosi untuk kita secara gratis, karena mereka akan bercerita bagaimana indahnya negeri kita dan ramah serta murah hatinya kita.
Untuk pelayanan yang bagus dibutuhkan juga prinsip ‘competence’ atau penguasaan pada pekerjaan kita. Artinya penguasaan pekerjaan bidang kepariwisataan tentu tidak mungkin dipercayakan kepada sembarang orang yang tidak mengetahui hal itu, dan harus diberikan pada mereka yang kompeten di bidangnya. Bidang wisata tentu memiliki standart pengetahuan, standard skill, aturan main, atau prasarat. Pendek kata profesionalisme bidang pariwisata harus tercermin dan menjadi motivasi yang kuat untuk mematuhi dan menjalankan sebagaimana mestinya hal-hal itu.
Untuk melayani dengan baik harus juga dibangun sikap ‘care’ atau peduli dan penuh perhatian. Kepedulian dan penuh perhatian akan tercermin pada sifat kita yang mudah ‘empati’ pada persoalan yang ada, kita selalu siaga dan selalu siap untuk memenuhi harapan dan kebutuhan tamu-tamu kita. Untuk itu memahami siapa mereka, kebiasaan mereka, kebutuhan mereka, pantangan mereka serta hal lain yang mukin tidak begitu penting untuk kita pribadi tetapi menjadi kunci seberapa jauh kita berlaku ‘care’ pada mereka.
Tidak kalah penting dalam melayani dibutuhkan sikap ‘comitmment’ atau tekad, kemauan yang kuat untuk merealisasikan janji. Harus diakui kebanyakan turis yang ‘gondok’ dan berkelu kesah karena problem menyangkut hal ini. Tidak sedikit cerita, bahkan penulis baru saja merasakannya beberapa hari yang lalu ketika tour ke Singapure, biro jasa tour & trevel tidak menepati janji sesuai kesepakatan awal, jadwal tidak ditepati, hak turis tidak dipenuhi, informasi sangat5 terbatas. Komitmen yang kuat tercermin pada kita yang jujur, terpercaya karena tepat janji dan selalu berupaya bekerja dengan tuntas dan memuaskan.
Mencitrakan baiknya ‘pelayanan’ kita harus pula dibarengi dengan prinsip ‘continous’, yaitu menjadikan proses koreksi, perbaikan dan menjaga kualitas layanan menjadi hal yang tidak pernah berhenti. Hal itu harus tetap terus terevaluasi, terus melahirkan semangat kerja, melahirkan harapan. Untuk itu semua yang terlibat harus sadar, harus mau menyediakan waktu untuk kerjasama, memiliki semangat berbagi yang besar dan selalu mengembangkan hubungan yang positif.
Terakhir untuk ‘melayani’ perlu juga dijaga dengan semangat ‘consistent’ atau menjaga tekad sepanjang waktu . Tercermin dari sifat penuh motivasi yang kuat untuk menggapai dan merengkuh cita-cita. Melayani bukan pekerjaan hina, tetapi justru merupakan pekerjaan mulia dan bermartabat, mereka yang bekerja pada bidang ini harus sabar dan tidak mudah putus asa. Ada pepatah Zen Jepang, bunyinya: ‘ Dunia ini seperti cermin. Lihat saja. Tersenyumlah dan teman anda akan tersenyum balik ! ‘. Nah, jadi ketika kita dengan tulus melayani orangt-or4ang yang harus kita layani, maka sebaliknya nanti akan banyak orang yang juga akan melayani kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar