‘Kalau kamu ingin menggunakan pelindung diri yang paling aman maka gunakanlah ‘Jaket Kerendah-hatian’, demikian kata orang tua yang kebetulan duduk di sampingku ketika sedang gelisah menunggu jam pemberangkatan pesawat ke Batam di bandara Juanda Surabaya. Aku tersenyum mendengarnya, aku faham maksudnya karena memang sebelum orang tua itu mengatakan hal itu kami telah berbincang-bincang tentang pentingnya orang rendah hati.
Waktu itu, diskusi tentang kerendah-hatian dimulai ketika kami (yang sebelumnya tidak saling kenal) sama-sama disuguhi sebuah drama pendek di hadapan kami. Ada seorang pria muda berdandan eksklusif dan klimis tiba-tiba marah-marah kepada seseorang dengan pakaian yang sangat sederhana dan jelas lebih tua karena rambutnya saja sudah memutih. Masalahnya sederhana orang tua tersebut tanpa sengaja menyenggol perempuan menor pasangan pria perlente itu hingga menjatuhkan tas yang dibawanya dan sebagian isinya berhamburan keluar. Walau orang tua itu sudah minta maaf dan membantu memunguti barang yang jatuh, pria itu masih marah. Sesungguhnya mungkin mereka sama-sama tergesa-gesa.
‘Masa Allah, anak muda !!!’ kata orang tua yang ada di sampingku melihat drama pendek itu. Aku juga ikut menyayangkan sikap tidak toleransi terhadap ketidaksengajaan yang menyebabkan insiden itu. Karena kejadian itu, aku diuntungkan bisa tahu pikiran orang tua bernama ‘Musthofa’ yang duduk disampingku tentang bernilainya sikap ‘rendah hati’. Dalam kontek hidup, bagiku, orang seperti Musthofa yang tanpa kita sengaja kita kenal lalu bertutur tentang ‘hal baik’ maka itulah ‘golden learning’, guru laku untuk menata hidup kita yang lebih baik.
Sikap mudah marah, sombong, suka merendahkan orang lain pada intinya juga menggambarkan tingkat ketidakmatangan hidup orang itu, yang bahkan bila dirunut akan menggambarkan tingkat kematangan ekonomi, sosial, dan bahkan spiritual. Hm…… bener juga pikirku. Saya tadi sempat lihat orang tua yang bersahaja yang dicaci maki, baru keluar dari ‘exsekutive loge’, dan rasanya dia ceck in di maskapai berklas. Artinya walau nampak sederhana rasanya orang tua yang dicaci maki bukanlah orang sembarangan tapi orang berklas. Sementara itu, aku juga tahu bahwa pria muda perlente terbang dengan pesawat klas ekonomi, yang ceck in-nya antri. Tidak itu saja dengan ‘dengan juru angkut bagasi’ sempat bersitegang, mungkin uang tipnya kurang.
‘Menurut pengalaman saya anak muda, ‘ kata Bapak Musthofa sambil menepuk bahu saya. ‘Ketika orang sudah mampu mengendalikan amarah, rasa sombong, rasa tinggi hati, maka orang tersebut sudah mulai mendekati kesuksesan hidup yang sebenarnya. Orang yang tidak mudah marah, tidak sobong, cenderung akan memiliki banyak teman. Teman yang banyak akan membuka pintu rejeki yang lebih lebar, akan member jalan kemudahan usaha, mengurangi resiko kegagalan karena ada kepedulian teman, semua itu akan membuat hidup menjadi lebih enjoi dan tidak mudah stress.’ Aku cuma manggut-manggut mengiyakan.
‘Sementara orang yang mudah marah, hatinya akan diliputi rasa ketidaknyamanan, sering was-was, sering ragu, dan sering terasingkan dari teman-temannya. Orang yang demikian akan lebih tertutup kesempatannya mendapat ‘mitra usaha’, mendapat ‘peringatan dan pertolongan’ saat ia mestinya membutuhkannya. Maka dari itu untuk hidup lebih baik pakailah ‘jaket kerendah-hatian’. Karena jaket ini akan melindungi kita dari kuatnya hujan, angin, atau gelombang penyakit hati. Ingatlah ! Everyone does not like one who walks tall. ' ucap Musthofa menutup pembicaraan. Bagiku lengkap sudah pembelajaran hari ini, menunggu yang mestinya membosankan menjadi hal yang menyenangkan, terlebih setelah mendarat di Batam sahabat lamaku mas Tunggul, senyum flamboyannya mengobati rindu teman lama tak bersua plus gambaran kerendah-hatian seorang perantau yang sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar