Rabu, 28 Juli 2010

SAYANGILAH TUBUH


Tubuh kata teman baik saya di Batam harus disayangi . Rasa sayang harus terus dibangun dan ditumbuhkan, rasa sayang bukan berarti berujung pada memanjakan tubuh berlebihan hingga malah tidak fungsional, atau memberi ‘budget’ yang besar untuk perawatannya, bukan begitu maksudnya. Prinsipnya coba jangan paksa tubuh untuk melakukan apa yang kita inginkan di luar kemampuan tubuh, karena tanpa disadari kita sering melakukan hal yang berlebihan kepada tubuh, misalnya dalam laku : makan, minum, kerja, tidur, melebihi kewajaran lantaran faktor gengsi sosial, tuntutan, atau ketidakfahaman tentang hidup.

Dalam kontek biologi tubuh kita sesungguhnya adalah paduan organisasi dari materi kehidupan berupa protein, karbohidrat, lemak, asam amino dan lain-lain yang kemudian membentuk sel-sel tubuh, jaringan, organ, hingga menjadi individu (in devide : tak terbagi). Paduan organisasi itu bersifat kompleks, interdependensi, berkeseimbangan, dan berketerbatasan. Tidak itu saja sifatnya, masih banyak sifat yang lain yang menggambarkan ciri sebuah kehidupan. Dalam kontek tulisan ini saya ingin memfokuskan empat sifat di atas.

Memahami bahwa tubuh kita kompleks, baik dari struktur yang membangun, proses metabolisme yang menopangnya, mekanisme tumbuh dan berkembangnya, perilaku, dan lain-lain diharapkan menyadarkan kita bahwa tubuh kita rawan. Sesuatu yang komplek lebih rumit untuk kita benahi ketika rusak dibandingkan sesuatu yang sederhana. Kesadaran ini mudahan membuat kita hati-hati memperlakukan tubuh, jangan sampai ‘kekomplekan’ yang terjaga oleh ‘kesempurnaan penciptaan’ Sang Kholiq menjadi rusak dan menjelma menjadi ‘kompleksiatas’ tak terkendali.

Tubuh itu bersifat interdependensi, saling berkait dan bergantung antara bagian satu dengan bagian lainnya. Hal inilah yang memberi kekuatan tubuh yang komplek menjadi terorganisasi dengan baik, kesalingterkaitan itu meredusif satu sama lain sel-sel, jaringan-jaringan, dan organ-organ . Semua jadi bisa jadi saling koordinatif kapan, apa, di mana hal yang prioritas oleh tubuh didahulukan prosesnya, sementara proses yang lain menunggu. Pada kondisi normal semua patuh, tidak ada yang berontak berproses semaunya sendiri, tetapi juga ada yang memang terdoktrin untuk kerja dan kerja walau pada kondisi apapun, ada juga yang terpola hanya kerja kalau tubuh berada pada kondisi tertentu.

Tubuh itu berkeseimbangan, artinya tubuh memiliki kemampuan mengatur dirinya untuk selalu berada pada tingkat tertentu yang nyaman untuk tubuh. Ketika tubuh dipaksa kerja dan kerja, maka tubuh akan memberi sinyal kecapaian, rasa ngantuk, lemas yang semua mendorong tubuh untuk diistirahatkan. Ketika tubuh kurang asupan energi, dia akan memberi tanda rasa lapar, ketika tubuh diberi makan berlebihan tubuh akan menolaknya bahkan bisa sampai memuntahkannya. Karunia tubuh yang selalu menghendaki berada pada status berkeseimbangan menolong tubuh sendiri agar tidak mengalami kerusakan dan disorganisasi.

Sifat kompleksitas yang terkendali, saling terkait satu sama lain, serta berkeseimbangan pada tubuh tersebut tetap bukan hal mengekalkan. Seperti halnya mahluk Allah yang lain tubuh juga memiliki ‘keterbatasan’ yang harus dimaklumi dan difahami. Organisasi tubuh yang rapi, terkendali, mantap tetap tidak akan mampu bertahan jika berada atau ditempatkan pada keadaan ‘tingkatan’ di luar kapasitasnya. Daya adaptasinya akan hilang dan tubuh akan merusak, organisasinya akan kacau balau bisa mulai pada tataran sel, kemudian ke jaringan organ maupun akhirnya tubuh.

Untuk itu menyayangi tubuh menjadi penting, agar organisasi tubuh kita tetap baik, mantap dan terkendali. Beri waktu tubuh untuk terjaga kompleksitasnya, interdependesinya, keseimbangannya dengan jalan ‘memberi porsi’ fungsi dan hak istirahatnya secara proporsional. Secara sadar harus kita beri layanan pada tubuh untuk ‘refress’ secara sadar kepada tubuh. Konon dengan cara demikian tubuh akan memberi imbalan balik berupa kenikmatan hidup yang lebih indah dari kenikmatan seksual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar