Sabtu, 27 Februari 2010

NASEHAT MENASEHATI

Nasehat adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia yang kurang lebih bermakna ‘pitutur’. Kalau dalam bahasa Jawa. Nasehat selalu bermakna positif, tidak ada nasehat yang negatif, kalau bersifat negatif namanya bukan lagi nasehat tetapi ‘hasutan’. Nasehat memiliki energi amar ma’ruf nahi munkar, memerangi keburukan dan mengajak kepada kebaikan. Nasehat selalu menempatkan orang yang menasehati membayangkan kalau dia sendiri yang mengalami, dengan demikian nasehat akan selalu menunjukan jalan ke arah kebaikan, menutup aib, tidak membuat pergunjingan, dan tidak menjerumuskan.

Kita ketahui bersama agama Islam memerintahkan kita untuk selalu saling nasehat menasehati. Dari hal tersebut ketika kita telaah maknanya, sesungguhnya hal itu mempertegas posisi manusia yang lemah, sering pelupa, lalai, tidak sabar, dan sering membuat kesalahan dan kerusakan. Sehingga butuh gerakan pengingat dan pembenaran. Seorang ulama memberitahu bahwa nasehat menasehati adalah salah satu hak (dari 6 hak) antara satu muslim dengan muslim lainnya. Proses nasehat menasehati adalah proses menempa kejujuran, kerendahan hati, keterbukaan, komitmen dan rasa kebersamaan. Nilai sebuah nasehat menurut hemat saya ditentukan oleh sedikitnya 4 hal utama yaitu (1). Kemampuan Penasehat, (2). Kesadaran yang dinasehati, (3). Etika, dan (4). Waktu.

Karena setiap muslim diwajibkan untuk saling nasehat menasehati maka setiap muslim harus memahami dan sadar akan esensi atau ‘ruh nasehat’. Ruh nasehat adalah ‘amar ma;ruf nahi mungkar’, maka kemampuan tiap muslim harus diperkuat pada aspek ini. Orang yang bisa menjadi teladan dalam menasehati adalah Rosulullah nabi besar Muhammad SAW. Sebuah hadist soheh menjelaskan bahwa agama akan tegak manakala tegak pula sendi-sendinya. Sendi-sendi itu adalah saling nasehat-menasehati dan saling mengingatkan antara sesame muslim dalam keimanan kepada Allah, keimanan kepada Rosul, dan keimanan kepada Kitabnya, Artinya hadist itu mengingatkan agar kita selalu berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran dari Allah, Kitab-Nya dan menauladani sunah-sunah Rosul-Nya.

Kita juga harus sadar bahwa kejujuran, kerendahan hati, keterbukaan, komitmen dan rasa kebersamaan dalam proses nasehat menasehati harus terbangun dan tumbuh menjadi landasan saling percaya. Setiap manusia pasti membutuhkan nasehat, siapapun dia, kapanpun, dan di manapun dia hidup. Jadi jangan anggap sepele yang namanya nasehat, jangan merasa diri cukup, kuat, pintar, kaya, berpengalaman, sehingga tidak butuh dan menganggap sepele nasehat. Menerima nasehat bukan berarti kalah, rendah, bodoh dan lain sebagainya, menerima nasehat sesungguhnya menunjukan adanya kelebihan kita dengan orang lain.

Dalam bernasehat menasehati tentu ada etika yang harus kita kedepankan, karena bisa saja kegiatan tersebut berkait dengan aib dan kelemahan orang lain. Untuk itu nasehat harus diprioritaskan bahwa semua untuk Allah SWT semata. Lalu upayakan untuk memegang kerahasian masalah, dan yang tidak kalah penting adalah cara penyampaian nasehat yang penuh sopan-santun dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Semua hal di atas masih perlu memperhatikan waktu yang baik untuk memberi nasehat. Maka waktu yang tepat adalah waktu dimana nasehat itu diminta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar