Aku tanpa sadar bicara pada anak-anakku ketika sedang santai makan bersama di sebuah rumah makan kesukaan kami, .........bahwa hidup ini sesungguhnya seperti kita sedang membangun dan meraih kepercayaan. Bicara begitu anak-anakku cuma diam, aku sadar mereka belum cukup mengerti untuk memahami pemikiran yang lebih jauh. Cuma anakku sulung yang mulai tanggap tetapi tetap bertanya maksud perkataanku. Aku perjelas, bahwa hidup kamu akan makin berarti kalau makin banyak orang-orang di sekitarmu mempercayaimu. Artinya apa ? Bahwa kepercayaan adalah hal, harkat tertinggi yang harus diraih manusia agar bisa meraih kebahagiaan lahir dan batin, dunia akherat.
Jadi kalian sekolah juga sebetulnya tidak sekedar mencari dan belajar ilmu, tetapi intinya kalian tengah belajar bagaimana membangun kepercayaan. Nilai yang kalian peroleh sesungguhnya sebuah refleksi 'tingkat kepercayaan guru' kepada kalian bahwa kalian benar-benar belajar. Pun demikian di rumah, rumah sesungguhnya juga merupakan sarana belajar yang paling tepat untuk kalian belajar membangun kepercayaan. Kalau kalian tidak mau memanfaatkannya keliru, sebab di tempat inilah sebagian besar waktu kita dihabiskan, lalu toleransi proses pembelajarannya juga paling longgar.
Artinya seharusnyalah setiap anggota keluarga sadar betapa pentingnya orang-orang terdekat kita dalam upaya membangun kepercayaan yang lebih besar. Sehingga semestinya hal itu mendorong memanfaatkannya secara maksimal rumah sebagai tempat belajar untuk saling percaya mempercayai. Anak yang tidak dapat dipercaya oleh orang tua dan saudara-saudaranya bagaimana akan dapat dipercaya oleh orang lain ? Nilai kepercayaan sering berkaitan dengan kejujuran, etika, tanggung jawab, sopan santun, keramahan, tepo sliro, semangat berbagi, bijaksana, ketekunan, kemampuan, keuletan dan lain-lain. Semua itu memerlukan proses untuk mendapatkannya, tidak bisa begitu saja berubah.
Kenapa orang tua selalu menekankan 'jangan bohong' karena kejujuran dan tanggung jawab itu penting untuk membangun kepercayaan. Pintar saja tidak cukup untuk bekal hidup, harus ada upaya untuk memoles dan menghiasi kepintaran dengan 'soft skill' berupa keramahan dalam kata-kata, keramahan dalam buah pikirnya, keramahan dalam bekerja, keramahan dalam berbagi. Tanpa itu jangan harap ada kepercayaan. Egoitas diri, sombong, tidak toleran, mau menang sendiri adalah 'pil manis' yang akan meluluh lantakan kepercayaan orang lain kepada kita, dan itu harus kita jauhi.
Orang dewasa yang sudah berkeluarga, bekerja, menduduki jabatan, banyak kolega, sahabat, teman bisa dianggap orang dewasa itu telah merengkuh tingkatan 'tertentu' menyangkut nilai kepercayaan orang lain pada dirinya. Orang itu bisa berkeluarga berarti ia telah dipercaya pasangannya, keluarga pasangannya, tidak mungkin kalau tidak dipercaya. Ia bisa diterima kerja, menduduki jabatan juga lantaran kepercayaan orang yang menyeleksinya serta dukungan dan kepercayaan teman-teman sekerjanya. Pun demikian menyangkut banyaknya kolega, sahabat, teman hal itu bertanda iorang itu mampu membangun rasa kepercayaan pada tanaman sosial yang lebih luas.
Lebih jauh dari itu bahwa kepercayaan kalau kita cermati bisa menjadi energi yang dasyat, hal tersebut bisa dipelajari bahwa dalam sejarah manusia semua nabi-nabi memiliki kepercayaan yang agung, iklas kepada Sang Pencipta hingga implikasinya mereka mampu melakukan tindakan supranatural yang tidak mungkin dilakukan orang lain, seperi tahan api, mampu membelah samudra, mampu menghidupkan yang mati dan lain-lain. Dalam kehidupan manusia sekarang proses penyembuhan sering lebih berdaya akibat dilandasi kepercayaan yang besar terhadap penyembuhnya. Pencapaian maha karya dan kesuksesan usaha diyakini sangat dipengaruhi oleh kepercayaan pelakunya untuk melakukannya. Tidak heran agama mensyaratkan penganutnya untuk 'mengimani' atau 'mempercayai' terlebih dulu 'inti ajaran' sebagai landasan sikap.
Sebuah pencapaian harkat, derajat hidup yang menggambarkan betapa pentingnya nilai 'kepercayaan' dapat kita telaah dari gelar yang disandang Rosulullah Muhammad SAW. Beliau adalah junjungan kita, teladan kita yang bisa menjadi 'kaca benggala' atau cerminan ke mana kita sebaiknya membentuk diri. Rosulullah mendapat gelar 'Al Amin' yang artinya orang terpercaya, kenapa tidak 'orang terpintar', 'orang terhebat', 'orang terunggul' ? Berarti menjadi terpercaya atau membangun kepercayaan adalah hal paling substasial dalam hidup agar kita bisa mengaktualkan berkah hidup baik sebagai kalifah di muka bumi secara lebih baik. Kehilangan kepercayaan adalah cobaan hidup yang harus kita hindari.