Hari ini Kamis 6 September sampai
nanti hari Sabtu 8 September 2012 saya berada di Grand Palace Malang mencoba
ngecas semangat tentang bagaimana kita memiliki kemampuan menulis jurnal dengan benar. Para pendekar
penulisan jurnal menyampaikan jurus-jurus ampuh bagaimana memulai penulisan
jurnal. Hal awal penting yang tidak boleh dilupakan ketika akan memulai menulis
jurnal adalah dengan mengawalinya melakukan evaluasi diri. Evaluasi diri dimaksudkan untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan diri kita sebagai ilmuwan serta penelitian-penelitian
kita. Ketahui berapa besar ‘delta’ sumbangan simpulan kegiatan penelitian kita
bagi khazanah ilmu pengetahuan. Ketahui seberapa besar makna temuan,
capaian. substansi hasil penelitian yang kita lakukan. Hal itu
penting sebagai pijakan bagaimana kita
membahasakan hasil penelitian kita di jurnal yang akan kita pilih secara tepat
sasaran dan benar.
Wow….saya sadar, selama ini saya
tidak begitu serius evaluasi diri, atau tidak pernah memulai dengan cara
‘evaluasi diri’. Evaluasi diri akan menggiring kita terjauh dari penyakit
‘produk tulisan’ jurnal yang asal-asalan.
Akan terbangun kesadaran positif, betapa pentingnya kita memahami
posisi/ peran kita dalam kronstruksi besar keilmuan kita. Akan menyadarkan
pentingnya ‘etika, unggah-ungguh, dan
strategi menulis jurnal. Setidaknya agar
tidak terjebak pada tindakan culas ‘ilmiah’, misalnya mereka-reka atau
mengubah-ubah data (falsifikasi), mengarang atau membuat data penelitian untuk simpulan
yang kita inginkan (fabrikasi), atau mengakui penelitian orang lain menjadi
penelitian dirinya sendiri (plagiasi).
Evaluasi diri penting juga untuk
membantu mengarahkan kita agar kita bisa ‘menempatkan diri’ kita pada komunitas
keilmuan kita, ‘wadah jurnal’ yang akan kita pilih, termasuk berkesadaran untuk
berkemauan mengikuti ‘gaya selingkung’ jurnal
yang beda satu dengan yang lain, karena penulis yang baik tentu tidak
akan berkontribusi hanya pada satu
jurnal saja.
Kata guru-guru laku senior yang
menjadi nara sumber pada kegiatan itu, bahwa hal umum yang sering mengurangi
kredibilitas penulis adalah tindakan ‘plagiarisme’, yaitu mengambil kata-kata
atau kalimat atau teks orang lain tanpa memberikan acknowledgment (dalam bentuk
sitasi) yang secukupnya. Plagiarisme
adalah penganiayaan intelektual, karena hal ‘karya orang’ lain yang selayaknya
kita hargai justru mereka lakukan perampokan atau penyulikan atas ‘buah
pikiran’ mereka dengan klaim karya dirinya. Plagiarisme juga bisa terjadi tidak
menyangkut kekaryaan orang lain, tetapi menyangkut pencurian ilmiah pada
dirinya sendiri, orang menyebut sebagai ‘self plagiarisme’. Keculasan ilmiah
pada dirinya sendiri ini dicirikan dengan adanya tindakan publikasi berulang
karya dirinya yang sesungguhnya sama, akan lebih parah kalau itu dilakukan atas
dasar oreintasi kredit poin.
Di dunia maya sekarang ini sedang
dihebohkan atas munculnya ‘semacam’ tindakan pelecehan jurnal ilmiah akibat
munculnya ‘karya ilmiah’ dengan autor guyonan mencatut nama penyanyi dangdut
tenar Inul Daratista dan penyanyi seksi Agnes Monika di African Journal of
Agricultural Research vol 7 (28) terbitan bulan Juli 2012 berjudul ‘Mapping
Indonesian paddy fields using multipletemporal satellite imagery’. Pencatutnya juga tidak jelas, karena
menggunakan nama samara ‘Nono Lee’ beralamat Institute of Dangdut, Jalan
Tersesat No.100. Jakarta. 10000. Indonesia. Komunitas jurnal, beberapa Koran, blogger,
peneliti menjadi heboh, mereka berkomentar atas pandangan masing-masing
terhadap tohokan tersebut. Ada yang menyalahkan pihak jurnal yang memuat karena
dianggap ceroboh. Ada yang menganggap ini kritik terhadap ‘dunia kejurnalan’
nasional dan internasional. Ada yang
menganggap hal tersebut sebagai bentuk pelecehan ilmiah. Di sisi lain suka
tidak suka Inul dan Agnes namanya kembali jadi pembicaraan, kemudian African
Journal situsnya banyak dikunjungi.
Guru spiritualku berpendapat
bahwa fenomena yang digambarkan di atas sepertinya bukan merupakan tindakan sederhana
seseorang, tetapi bisa juga merupakan tindakan orang-orang yang sedang ‘protes’
terhadap kebijakkan pemerintah yang ‘nyata menilai lebih tinggi’ publikasi
internasional’ dibanding publikasi nasional. Apa yang dilakukan Nono Lee ini, ternyata bukan yang pertama karena ia telah
melakukan hal serupa pada bulan Juni, juga ada kesan’ meledek’, tetapi tidak
heboh karena pada penerbitan pertama tidak mencatut nama populis. Mungkin Nono
Lee ingin mengingatkan bahwa ‘pubikasi internasional’ bukan satu-satunya jalan
keluar menumbuhkan ‘standing academic’. Publikasi nasional juga harus diberi
peran yang besar, diapresiasi dan tumbuhkan secara konstruktif. Guliran kebijakan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan yang merekomendasikan ’publikasi internasional’ menjadi syarat bagi
kelulusan mahasiswa pascasarjana di Indonesia. Ada orang bicara bahwa
masyarakat perguruan tinggi kita belum siap. Dikawatirkan kebijakkan tersebut
justru akan mempersulit kelulusan atau terjadi pemudahan atas fasilitas jurnal
internasional ‘abal-abal’ yang sangat mungkin dikelola oleh ‘petualang ilmiah’
yang melihat bahwa pengelolaan ‘kejurnalan internasional’ memiliki peluang
ekonomi yang prospektif, karena penduduk Indonesia yang besar dan masih banyak
tidak malu menempuh jalan instan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar