Jumat, 08 Juni 2012

RAKUS

Bincang-bincang tentang nasib bangsa, terbersit aneka permasalahan. Ada permasalahan kemiskinan, permasalahan pengangguran, permasalahan korupsi, permasalahan kekerasan, permasalahan pelanggaran hak asasi, permasalahan hukum, permasalahan kinerja anggota dewan, permasalahan banjir, sengketa lahan dan masih banyak lagi permasalahan bangsa ini. Permasalah-permasalahan di atas kalau kita telusuri dan kita cermati akar masalahnya bertumpu pada 'sikap rakus' sebagian bangsa ini, bukan seluruh bangsa, tetapi walau sebagaian kecil mereka yang rakus ini demikian dominan sehingga mampu membungkam hal-hal yang semestinya 'terang benderang'.


Bumi bangsa yang siapapun tentu mengakui gemah ripah loh jinawinya, carut marut dieksploitasi bukan untuk sepenuhnya demi kemakmuran rakyat Indonesia tetapi bergeser dari UUD 1945 menjadi demi kemakmuran segelintir orang. Karena itu, tidak heran kemudian semua potensi alam negara bangsa ini sebagian besar berpindah tangan penelolaannya ke pihak asing, dan tentu sebagian besar keuntungan akan terdistribusi ke pihak asing yang sebesar-besarnya dan hanya sedikit yang berkucur ke masyarakat Indonesiua. Free Port di Timika Papua jelas-jelas produktivitas emas dan logam-logam tambang lainnya mengalir ke Amerika, penulis saksikan sendiri masyarakat di sekitarnya jauh dari sentuhan kesejahteraan, bahkan mereka seperti dibiarkan dalam kemiskinan dan kebodohan. Di Kalimantan eksplorasi batu bara tanpa malu dan merasa bersalah meninggalkan permasalahan kerusakan lingkungan masyarakat  di sana, dan berpotensi bencana longsor dan banjir di kemudian hari setelah mereka menguras rupiah dan dollar di sama.


Tali temali kerakusan memungkinkan semua terjadi, satu pihak penambang yang rakus tidak peduli merusak lingkungan demi melegalkan aktivitasnya bermitra dengan para petualang tambang yang mengetahui betul dengan siapa mereka harus bermitra misalnya pejabat, penegak hukum, tetua adat,  keamanan, preman-preman yang juga rakus atau bisa diajak rakus. Kerakusan di sini adalah mengambil sebanyak-banyaknya tanpa peduli kebutuhan tersebut sesungguhnya telah mengambil hak orang lain. Akhirnya penambangan yang semestinya pada areal yang sempit bisa bertambah luas, yang semestinya legal jadi tidak legal, yang semestinya terkendali menjadi tidak terkendali. Kongkalikong tidak terjadi bidang pertambangan saja, tetapi di berbagai sektor dan bidang.


Kasus korupsi adalah gambaran nyata tindakan lain yang berlandasakan  sikap rakus. Mereka yang korup entah mengapa tidak puas dengan apa yang semestinya mereka terima berdasarkan hasil kerjanya. Bagi mereka yang sudah kerasukan sifat 'rakus', gajih seberapapun besarnya yang mereka terima masih akan terasa kurang dan mereka akan berbuat dengan berbagai cara dan upaya untuk mengambil lebih. Nalar positif yang biasanya mengajak untuk menghindari perilaku dan tindakan tidak baik sudah mati rasadan tidak kuat lagi membisiki sang rakus agar tersadarkan untuk berhenti mengambil secara berlebihan dengan cara yang tidak benar. Mereka yang sudah rakus sudah bebal terhadap ancaman-ancaman, hukuman, resiko dunia akherat; kadang bahkan mereka pikir semua bisa dibeli.


Kerakusan bisa dihindari, dicegah dan diperangi dengan puasa. Itulah, mengapa hampir semua agama dan kepercayaan selalu mengajarkan puasa. Puasa mengajarkan kepada kita merasakan bagaimana berada dalam situasi kelaparan, kesusahan, dan kemiskinan. Guruku spiritualku pernah berkata Apalah artinya mendapat banyak kalau hanya sedikit yang bisa kita nikmati. Harus kita sadari bahwa sudah memiliki batas asupan, kalau asupan kita berlebih maka ada konsekuensi bahwa pada sisi lain yang terkurangi. Dalam hidup ada hukum interdependensi, hukum saling berketergantungan, satu hal akan menjadi sebab dan penyebab keadaan yang lainnya. Hukum limitasi atau hukum keterbatasan, semua hal sudah ada ukurannya siapa mengambil lebih tentu ada implikasi ketika lebih. Semua bertemali menjalin satu dorongan energi, kalau kita positip akan positif tetapi kalau kita rakus maka hal negatif yang akan kita panen. Jadi menurutku, belajar berbagi itu memang sangat penting.




   


2 komentar:

  1. salut atas tulisan anda yg berani menyampaikan kebobrokan yg sdh dianggap biasa oleh banyak orang. saya setuju klo kita memang harus belajar dan belajar. belajar utk berkata benar, belajar tuk berjalan di jln yg benar dan belajar utk sll berpkr benar demi kehidupan yg bener benar benar benar dihadapan Allah Swt

    BalasHapus
  2. Terima kasih mbak Hermin, ya...kita perlu berusaha, karena cara pikir positif akan membangun rasa, keyakinan positif, dan karena keyakinan adalah dasyat....maka kita berpeluang mendapatkan kedasyatan positif.....

    BalasHapus