Rabu, 29 Februari 2012

NGLURUG TANPO BOLO MENANG TANPO NGASORAKE



                Seorang teman bincang-bincang dengan teman lainnya tentang kehebatan bangsa ‘Jepang’. Mulai dari semangat samurai, hakakiri, Yakuza, Fuji Film, Honda, Gunung Fujiyama, hingga bunga sakura. Siapa tidak mengenal negeri matahari terbit ?  Demikian kata salah seorang yang ada di komunitas bincang-bincang tersebut. Sekarangpun anak-anak kita barangkali Nampak lebih akrab dengan produk negeri ini disbanding dengan mengenal produk negeri sendiri. Filom anak misalnya anak-anak lebih familier dengan ‘Doraewmon’ di banding ‘Si Unyil’ bahkan film yang lainnya misalnya: sepakbola Jepang, Komik Jepang, Maruto dan lain-lain.
                “Produk Jepang sedemikian rupa bisa merajai di berbagai belahan dunia, pernahkah kita mencoba memikirkan mengapa bisa demikian ?” Tanya seseorang lainnya.
                “ Itu karena ethos mereka, pernah lihat film samurai ? Wooo ….. sangat mengesankan, kita bisa melihat bagaimana ‘kegigihan’, ‘kegagahan’ , ‘rasa hormat’, ‘ketaatan’ …….” Kata yang lainnya.
                   Berceritera tentang Jepang, aku ingat seorang Guru pernah membuat sebuah pembelajaran yang menarik dengan contoh ‘produk Jepang’. Sang Guru menjelaskan bahwa ‘bangsa Jepang’ yang berkenalan dengan budaya Jawa hanya seumur jagung, justru telah mampu menerapkan falsafah jawa penting yaitu: nglurug tanpo bolo menang tanpo ngasorake. Melalui produk-produk industrinya  Jepang ada di mana-mana, menembus lintas batas Negara bangsa. Melalui produk-produk unggulan mereka mampu diterima dengan suka cita, produk mereka  mempengaruhi kehidupan masayarakat Negara lain tanpa membawa ‘bala tentara’ untuk mempengaruhinya. Sebuah inperialisme gaya baru, barang-barang mereka menjajah kita dan menjadi penghidupan mereka tanpa harus perang dan mengalahkan.
                Perang masa kini adalah perang ekonomi, perang produk, perang dengan senjata sudah bukan jamannya lagi, selain seluruh bangsa-bangsa mengecam tindakan perang senjata juga perang jelas-jelas mengsengsarakan rakyat bangsa yang berperang. Di mana ada perang yang memakmurkan dan mententramkan masyarakat ? Bangsa yang cerdas mengalihkan ‘heroitasnya’ pada perang yang lebih bermartabat tidak banyak ditentang yaitu ‘perang produk yang berkecanggihan teknologi’, mulai dari produk pangan, sandang, papan, kendaraan, alat komunikasi hingga produk-produk kesehatan. Jadi terjadilah kompetisi ‘ekonomi’, perang ekonomi, sebuah keasyikan baru manusia dalam globalisasi dunia. Melalui keunggulan produk, suatu bangsa atau bahkan hanya suatu ‘perusahaan’ bisa memiliki unit usahanya di berbagai belahan dunia dengan karyawan seolah sebagai warga yang harus patuh pada tata aturan yang dimilikinya. Mereka tidak perlu membawa masyarakat bangsa negaranya untuk menjalankan ‘perusahaan’ di belahan bumi lainnya, dengan suka cita mereka akan mengabdi kerja, juga masyarakat yang ‘seolah terjajah’ oleh adanya perusahaan tersebut tidak akan merasa kalah tetapi sering merasa diuntungkan.
                Seorang Guru bijak berkata bahwa nglakoni ‘nglurug tanpo bolo lan menang tapi ora ngasorake’ bukan hal yang mudah. Karena untuk bisa ‘nglurug tanpo bolu’ orang harus berani, berani bukan asal berani, tapi berani dengan perhitungan yang cerrmat.  Orang yang berani nglurug berarti di dalam dirinya bersemayam mental juara, bukan mental ‘kroyokan’.  Juga falsafah Jawa itu, mengajarkan kepada kita bahwa kemenangan yang terhormat adalah kemanangan yang tidak merendahkan orang atau pihak lain yang menjadi lawannya. Di situ mengandung makna bagaimana seharusnya kita sebagai manusia bisa tetap menjunjung  harkat martabatnya sendiri dan sesamanya, menjaga kehidupan dan sadar akan kewajaran perbedaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar