Sekembali ke stasiun dari
menunaikan sholat Jum’at , antrian di loket sudah mengekor panjang, aku
pesimistis, tapi tetap mencoba antri juga. Pikir-pikir toh yang antri tidak
untuk satu jenis kereta, informasi tambahan gerbong ternyata juga tidak hanya
yang ke Jakarta tapi untuk jurusan ke Jogja dan Bandung. Di belakangku, seorang
ibu yang ikut mengantri berceloteh kesal, nasibnya hampir sama telah banyak
berupaya untuk mendapatkan tiket dan
kondisinya sama dengan yang aku alami. Hal senada juga dikeluhkan oleh yang
lain, bahkan ada yang telah berupaya mencari informasi ke stasiun lain dan
kondisinya sama. Seorang anak muda di
antrian sampingku berkata: “ Semua ini gara-gara hari ini dianggap hari yang
sangat istimewa bagi sebagian orang, sebelas-sebelas-sebelas, bahkan tadi baru
saja telah kita lewati momentum ‘empat sebelas’ yaitu jam sebelas di tanggal
sebelas, bulan sebelas (nopember) dan di tahun sebelas (2011). Aku tersadarkan, benar juga pendapat anak
muda ini, bisa jadi ‘high setion’ di jagat transportasi disebabkan oleh faktor
itu. Sekarang banyak orang tergila-gila pada momentum istimewa, entah apa dasar
alasan istimewanya tidak begitu jelas.
Seorang Ibu muda yang mengaku mau
pulang ke Jogja di antrian tidak jauh dari anak muda mengakui bahwa ia bersama teman-teman sekelas SMAnya baru
saja reuni di momentum itu, ia keburu pulang selepas jam sebelas karena malam harus sudah ada di
Jogja untuk kumpul dengan keluarganya di jam 11 malam. Wow….aku tertegun,
kenapa bisa begitu ? Demikian istimewanyakah momentum serba sebelas itu ?
Sehingga orang mau bersusah payah memanfaatkannya, tidak mau kehilangan karena
hanya terjadi sekali dalam kehidupan ini ? Apa iya ? Kalau itu alasannya, aku berpendapat
pikiran mereka harus dikoreksi, bukankah setiap waktu selalu hanya terjadi sekali
dalam kehidupan, tidak ada duanya. Hanya kalau momentum itu dianggap unik aku
setuju aja, karena momennya serba sebelas. Tapi kalau dipikir panjang, momen
itu juga bisa terjadi di serba angka lainya misalnya di serba dua (2/2/2/22),
serba tiga (3/3/3/33), serba delapan (8/8/8/88), serba sembilan (9/9/9/99), dan
sebangsanya Jadi tidak terlalu istimewa
karena banyak kemungkinannya.
Guru spiritualku berpendapat
bahwa seiring makin menuanya zaman maka tantangan manusia makin bertambah,
manusia makin kehilangan oreintasi dalam menjalani hidupnya, mereka akan
terdesak dan dijajah oleh produk-produk
manusia sendiri . Keinginan manusia yang berharap segala sesuatu sebisa mungkin
bisa ‘serba mudah, instan’ berbuntut melahirkan kemanjaan, rasa malas, tidak peduli, dan tidak mau berbagi. Kondisi
ini bisa berbuntut pada lahirnya
generasi yang lemah. Bagi mereka yang berekonomi kuat mereka asyik dengan
dirinya sendiri dan kelompoknya, memenuhi keinginan-keinginan yang beraroma
‘beda dan selalu ingin beda’, hal itu selalu bisa dilakukana karena kekuatan
ekonomi sangat memungkinkan untuk itu.
Mereka ini kelompok yang suka pada momen khusus seperti tahun baru, valentin day, tanggal khusus yang bisa melahirkan
sensassi-sensasi dan citarasa tersendiri
bagi mereka. Pada sebagian kelompok mapan ini ada yang telah mulai tercerahkan
dengan mengarahkan aktifitas sensasi mereka ke bidang sosial semacam
beraktifitas bakti sosial di daerah pedalaman, daerah bencana, dan lain sebagainya.
Mereka yang mempunyai kondisi
ekonominya kuat bila dilebihkan kondisi pikirannya, disadarkan bahwa ada banyak
peran yang bisa ia ambil, bukan harus melakukan yang sensasional, sesungguhnya banyak pekerjaan, cinta, dan
kesempatan untuk member dan berbagi, untuk mendukung harapan-harapan semua
orang. Seorang guru yang lain berkata bahwa orang yang berkemampuan atau
berkelimpahan tidak punya arti tanpa rasa memiliki nilai, berkemampuan atau
berkelimpahan bernilai akan memampukan orang untuk mengikuti kata hatinya dan
senang berbagi kesuksesan dengan orang lain. Orang yang paling kaya dan sukses
adalah orang yang paling bermurah hati. Bermurah hati bukan cuma dengan cara memberi materi, tetapi juga
meliputi berbagi waktu, informasi, ilmu, teknologi, sumberdaya, pengalaman,
cinta dan kasih sayang. Nah….nah, secara tidak langsung sesungguhnya kalau kita
mau berbagi….berarti kita lagi belajar berbuat untuk kaya dan sukses. Berbagi tidak harus menunggu momentum
istimewa, jangan mengekor pada tradisi yang tidak jelas. Sebenarnya mementum serba sebelas yang baru lalu merupakan pergeseran waktu yang biasa, tidak ada yang istimewanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar