Kamis, 26 Mei 2011

INVESTASI DUSTA



Dalam pelajaran biologi modern kita mengenal sebuah reaksi yang banyak terjadi dalam jaringan tubuh mahluk hidup yang disebut ‘reaksi caskad atau cascade reaction’. Reaksi ini adalah reaksi berantai yang terjadi pada level biokimia tubuh, reaksi ini digambarkan dimulai dari satu hal yang menyebabkan rentetan kejadian yang saling sambung secara amat cepat. Reaksi ini juga disebut reaksi domino karena kejadiannya terus menerus bersambung dari satu titik reaksi ke titik reaksi yang lain. Reaksi satu memaksa terjadinya reaksi yang lain, produk reaksi satu menjadi substrak atau stimulasi terjadinya reaksi selanjutnya. Secara sederhana dapat digambarkan seperti sederetan sepeda yang diparkir berjajar lalu satu diujung roboh dan mengenai sepeda di sampingnya yang juga kemudian roboh, kejadian itu sambung menyambung hingga semua sepeda roboh. Inti yang peristiwa satu kejadian berdampak memaksa kejadian yang lain harus terjadi juga.


Demikian pula kalau kita dusta, bagaikan reaksi caskad dusta itu akan memaksa kita untuk berdusta dan terus berdusta lagi. Sekali kita berinvestasi dusta akan secara otomatis memberi bunga berbunga dusta kepada kita. Ambil contoh sederhana percakapan sederhana di bawah ini:


“ Kamu baru dari mana kawan ? ” tanga Si Jujur kepada sahabat karibnya Si Dusta yang tiba-tiba muncul bertandang ke rumahnya. Si Dusta yang sebenarnya hanya dari rumah, mendapat pertanyaan demikian merasa perlu berdusta untuk menjaga gengsi dan sedikit gaya di depan sahabatnya.


“ Baru dari Grand City(1), lihat pameran otomotif(2), “ jawab si Dusta mengarang seenaknya. Padahal ia hanya tahu dari berita di koran memang di mall yang relatif baru itu ada pameran otomotif, setidaknya jadi masih nyambung.


“ Ya opo pamerannya ? Banyak pengunjungnya ? “ tanya si Jujur polos.


“ Pameran Bagus(3), pengunjung juga ramai(4), “ Jawab di Dusta, jelas-jelas ngarang aja, mungkin untuk jawaban bagus ia masih mengandalkan komentar koran, sedangkan persoalan pengunjung ia terpaksa memilih ‘dusta’ beneran.


“ Kamu parkir mobil di area mana ? Aku benci parkir di atas karena tanjakannya bikin miris, terlalu panjang dan nanjak. “ Tanya si Jujur lagi mencoba nyambung percakapan dengan tamunya. Untuk menjawab si Dusta dipaksa berdusta lagi agar kebohongannya tidaklah terbongkar.


“ Iya, aku nggak mau parkir di atas(5), bener miris(6), pas aku masuk di parkir depan kebetulan ada mobil mau ke luar(7), jadi mendingan bisa parkir dibawah(8), ada di bawah pohon lagi(9), jadi lumayan tidak panas (10) “ jawab si Dusta.


Nah ! Sekarang dari sepenggal percakapan di atas bisa kita kalkulasi berapa banyak dusta yang harus terjadi lantaran tuntutan gengsi atau atas alasan apapun untuk harus berdusta, dari percakapan tadi ada 10 dusta terjadi, dan itu kalau percakapan hanya berhenti sampai di situ. Kalau terus bersambung, kebetulan ada pihak ke tiga dan ke empat yang nimbrung bagaimana ? Sudah bisa dipastikan dusta itu akan terus sambung menyambung, beranak pinak, menjadi bertambah dan bertambah disadari atau tidak disadari. Itulah yang menjadikan ‘pendusta’ dibenci Allah karena dusta akan menuntun seseorang pada kekejian.


Orang bijak bicara bahwa dusta adalah kemaksiatan lisan dan tindakan yang sangat merugikan. Ketika orang berdusta, lambat tapi pasti hal tersebut akan menyebabkan: 1), melahirkan keraguan, keresahan bagi orang lain maupun dirinya sendiri, 2), memantapkan kemunafikan, artinya orang yang dusta akan berkecenderungan tidak mampu menyelaraskan antara omongan dan tindakan, 3), menghilangkan kepercayaan, karena omongan dan tidakan tidak bisa diikuti, 4), memutarbalikkan kebenaran dan fakta, hal ini bisa membuat keadilan susah ditegakkan, 5), merusak anggota badan lainnya, karena pada dasarnya hidup adalah kesatuan organik, 6), menjadi pintu keburukan lainnya.


Guru spiritualku pernah menasehati, ‘janganlah kamu memulai dusta’, sebab dusta adalah penyakit paling merusak kehidupan bermasyarakat. Dusta akan menyulut kebencian dan permusuhan, menyulut rasa tidak suka orang lain kepada kita. Jika kita membiarkan sikap ini tumbuh subur pada diri kita dan orang-orang di sekitar kita maka hal tersebut akan sangat berbahaya, akan membuat komunikasi dan nilai kehidupan sosial di sekitar kita menjadi buruk. Menanam satu dusta saja, secara otomatis dalam hitungan waktu yang singkat dapat berbuah dusta-dusta baru dan selanjutnya tiap dusta baru akan beranak pinak sehingga membelenggu kejujuran kita, merusak kebeningan hati kita. Orang yang terbiasa berdusta akan cenderung bebal, mati rasa, tidak malu dan takut, sulit mendengar kata hati yang sesungguhnya cenderung ingin menyelamatkan kita dari keburukan.


Janganlah berinvestasi dusta, karena itu sama saja investasi kemaksiatan, investasi yang merusak moralitas dan kebaikan kita. Berusahalah menghargai hidup dengan cara memelihara sikap jujur dan selalu berusaha untuk tidak dusta. Orang bijak bernasehat agar kita bisa berlaku demikian maka kita harus belajar untuk tidak munafik, menjaga diri agar dapat dipercaya, tidak mengada-ada, tidak gila hormat, dan menjauhkan diri dari rasa sombong. Tidak kalah penting kita mesti rajin intropeksi dan selalu berupaya menselaraskan antara omongan kita dan laku kita, juga selalu bersyukur atas segala rahmat yang telah dilimpahkan Allah SWT kepada kita dan istighfar atas keteledoran yang kita lakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar