Selasa, 23 Maret 2010

CERMIN DIRI



Ketika aku tulis tentang 'bercermin' beberapa waktu yang lalu, beberapa hari setelah itu aku mendapat senyuman manis dari sahabatku yang merasa tergelitik, ia senang dan berterima kasih dapat sapaan atau kritikan atau apalah, yang jelas ia merasa mendapat hal positif dari aku, katanya disela senyumnya. Aku jadi tertegun, dalam hati aku bertanya, apakah sikap ' senyum menerima, bahkan tutur berterima kasih' bisa menjadi 'cermin diri' atau perlambang kematangan, kedewasaan dan sikap bijak diri pada sahabatku ini. Konon kata orang bijak salah satu ciri orang yang matang dan dewasa pemikirannya ditandai dengan mau menerima dan cenderung berterima kasih ketika ada saran dan kritik yang ditujukan pada dirinya.

Menurut kiai kondang AA. Gim, sahabatku ini termasuk sebagai orang yang telah bisa memahami tutur dan perasaan orang lain. Atau jelasnya sahabatku tahu maksudku, tahu tutur dan buah pikiranku yang aku tuliskan sebagai 'ketakutannya bercermin' di blog ini. Aku yakin sahabatku yang suka berdiam diri, cenderung mau mendengarkan, telah mencerna maksud terdalam dari tulisanku. Artinya sahabatku memang 'diam tapi aktif', walau diam tapi pikirannya berjalan. Kata orang tua ciri demikian juga menunjukan ciri orang dewasa dan bijaksana. Orang yang tidak dewasa dan tidak bijaksana bisa saja akan menganggap hal itu tindakan 'mencela atau membuka aib dirinya', sehingga mendorong lahirnya rasa tidak suka dan tindakan kritik balik atau balas mencela.

Ada cerita lain tentang seorang temanku lain, yang katanya sering mengaku dewasa, tetapi kalau dilihat dari perilakunya sebagai 'cermin diri', kebanyakan teman-teman beranggapan justru tidak menunjukan tanda-tanda kedewasaan dan kebijaksanaan. Misalnya omongannya seperti anak kecil, kata-katanya tidak merupakan kata yang terpilih, sehingga minus kesantunan, kurang bermakna, sering mengandung makna negatif, mudah marah dan tersinggung. Ada kecenderungan misalnya ketika seseorang menasehatinya atas suatu kesalahan yang jelas diperbuatnya, ia tidak bisa menerima dengan iklas, bahkan sering jawabnya cenderung 'mengaburkan permasalahan' malah bahkan balik menasehati bahkan sering 'menyudutkan' pada yang menasehatinya.

Ternyata untuk menjadi dewasa dan bijaksana memang tidak mudah. Ada pepatah bahwa 'setiap orang sudah pasti akan tua, tetapi tidak semua orang akan dewasa, karena dewasa adalah pilihan'. Bagaimana kita bisa menjadi dewasa ? Kata sang bijak, bahwa orang akan menjadi dewasa manakala orang itu bisa mengendalikan pikiran, perasaan dan tidakannya. Sehinga akan tercermin dari sikap yang kemudian menyertainya yaitu : 'hati-hati, tidak ceroboh atau sembrono, diam tapi aktif , sabar, tenang, mantap, stabil, amanah dan bertanggung jawab'.

Sikap lain yang menjadi cermin dewasa dan bijaksananya orang adalah seberapa besar 'empati' dan 'mau berbagi'-nya seseorang. Semakin orang mementingkan diri sendiri berarti semakin tidak dewasanya orang tersebut. Untuk mengasah kemampuan ini orang harus belajar memahami perasaan dan harapan orang lain, artinya kita perlu 'energi sosial' yang harus kita sisihkan, kita bagi dengan iklas. Sikap kekanakan yang mau menang sendiri, tidak mau tahu, cuek yang cenderung melekat pada diri anak kecil harus kita hilangkan seirama dengan usia dewasa kita. Kita mesti harus berani membuka hati kita agar dapat memahami hikmah di balik yang nampak, hikmah di balik kejadian apapun dengan sikap terbaik kita. Itulah cermin dewasa dan bijaksananya kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar