Jumat, 05 November 2010

JENDELA DUNIA


Jelang ul;ang tahunku, tempat biasanya aku suka kontemplatif, merenung diri, evaluasi diri terhadap apa yang sudah dijalani. Seorang temen lama muncul di FB ku, trus berlanjut dengan komunikasi telpon. Ia bertutur kepada saya tentang kesadarannya yang dirasa terlambat, betapa selama ini ia tidak cukup bersyukur kepada Allah yang telah memberi kesempurnaan tubuhnya. Kesadaran itu sayang muncul setelah semua terjadi, baru terasa saat satu persatu bagian tubuhnya kehilangan fungsinya karena sakit yang dideritanya. Mulai mati rasa di bagian ujung jarinya, di lidahnya, kerontokan rambut, dan sekarang matanya terasa sudah mulai kabur. Begitulah kenyataan yang harus dihadapinya walau berbagai upaya sudah ia lakukan, mualai upaya medis kedokteran, jamu tradisional hingga pengobatan alternatif supranatural derita itu tidak mau surut.


Sang teman bercerita ia merasa sedih, tapi tidak berdaya, aku juga hanyut ikut sedih tapi juga sama tidak berdaya. Kesedihannya sekarang memuncak, ia cerita tadi pagi gundahnya makin memuncak ketika ia lihat anak-anaknya dan sadar bahwa lambat atau cepat kata dokter ia akan kehilangan kemampuan matanya, ia akan buta dan tidak lagi bisa melihat keindahan dunia. Mata yang baginya adalah jembatan untuk menimbang berbagai tindakan yang akan ia lakukan atau ia rasakan akan mal fungsi, akan ditutup tabir tanpa warna dan gelap. Ia sekali lagi amat sedih, ia harus mulai bersikap menerima kenmyataan dan belajar menggunakan kemampuan lainnya. Sebagai teman lama, saya merasa perduli. Mencoba membesarkan hatinya dengan mendorongnya untuk terus berdoa kepada Si Pengatur Hidup, klaim dokter tidak ada artinya kalau Allah tidak menggariskan begitu.

Saya bisa membayangkan kesedihan dan kegundahan sang teman terutama saat mendapat informasi dokter akan kehilangan penglihatannya. Karena menurut saya kehilangan penglihatan berarti kehilangan ‘ Jendela Dunia’. Jendela yang member kesempatan kepada kita untuk melihat, kemudian merasakan, menikmati, menilai, serta mensyukuri apa saja yang ada di dunia ini. Dengan mata kita bisa menangkap bias cahaya yang akan mempertontonkan bentuk, warna, gerak, keunikan yang terpapar di alam semesta ini. Tanpa mata maka ibarat rumah tanpa jendela dan kita ada di dalamnya dengan kekelamannya.

Maka dari itu kata guru spiritualku, mensyukuri nikmat atas karunia kesempurnaan tubuh kita adalah kewajiban. Kita manusia adalah contoh sebuah penciptaan yang sempurna. Di mulai dari jalinan sel, jaringan, organ, lalu jadi individu yang bisa tumbuh, mampu memanfaatkan energi, merubah materi, beradaptasi dan bereproduksi. Semua berproses dengan harmoni, yang memungkinkan satu sel, jaringan atau organ yang ada bersinergi untuk menjalani hidup, semua saling topang, saling mengisi, bahkan saling menjaga. Masa Allah. Dengan kesempurnaan yang harmoni itu rasanya kita tidak boleh sombong, congkak, lalu semena-mena pada diri sendiri dan alam semesta. Karena pada hakekatnya keduanya tetap mahluk yang berkelemahan dan akan rusak.

Menurut saya selain kita punya mata, kita juga punya ‘mata hati’ dan ‘mata akal’. Dengan mata sekali lagi saya katakan kita bisa melihat, membedakan bentuk, warna, gerak, keunikan dan lain-lain. Dengan mata hati kita bisa mengetahui dan rasakan apa yang bisa dilihat mata, serta yang tidak terlihat oleh mata sekalipun. Sedangkan dengan mata akal kita jadi bisa pikirkan apa yang kita lihat serta kita rasakan , kita bisa menimbang benar salah, baik buruk, sesuai pengetahuan di akal kita. Jadi untuk kawanku , aku ingin nasehati jangan terus sedih, kalau toh prediksi itu benar, tidak berarti segalanya berahkir, sadarilah masih ada mata hati dan mata akal yang bisa menjadi jembatan merasakan dunia dan syukur kepada sang Pencipta.

Untuk kita yang masih diberi kesempatan hidup, berulang tahun, tambah umur, bisa bangun pagi dengan tubuh yang sehat, bisa bekerja dengan baik, bisa menjalani hidup sewajarnya. Kita punya kewajiban bersyukut, dengan cara menjalani ibadah secara iklas serta ikut menjaga rahmat yang Allah berikan kepada seluruh alam semesta ini bukan malah merusaknya. Kerusakan alam, ketidak seimbangan alam tidak bisa dipisahkan resikonya dengan manusia sebagai salah satu penghuninya, jelas kalau rusak dampak buruknya akan juga dirasakan kita. Sudah banyak contoh, mungkin juga peringatan bahwa kerusakan alam memberi derita pada kita, seperti terjadinya musibah banjir, tanah longsor, pencemaran, wabah penyakit dan lain-lain

Pagi ini, saya kembali mengambil air wudlu lalu bersujud padaMu untuk mencoba bersyukur, karena lagi-lagi masih diberi waktu untuk melihat cahaya. Masih bisa melihat senyum dan keceriaan anak-anakku, melihat belahan dunia tanda kebesaranMu. Aku bersyukur dan masih terus berupaya melihat, menikamati keindahan jagat ciptaanMu. Saya paling suka siluet matahari dan pepohonan di pantai atau di gunung-gunung, aku suka cakrawala, dan bunga-bunga aneka warna. Sebab dari situ mata-mataku bisa berpadu hidup, melahirkan gairah berkarya termasuk juga bertasbih padaMu. Jelang setengah abad usiaku, aku ingin berdoa: Ya, Allah sungguh kami tak berdaya tanpa kekuatanMu, kami bodoh tanpa ilmuMu, kami miskin tanpa RizkiMu, kami celaka tanpa kasih dan pertolonganMu. Ya, Allah berilah kami semangat dan kesabaran, berilah kami kemudahan, berilah kami rizki, berilah kami kasih dan pertolonganMu agar umur dan hidupku, serta keluargaku mempunya arti dijalanMu. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar