Aku tertarik mengikuti cerita bersambung harian Kompas berjudul ‘Matahari’ karya Remi Silado, sebuah cerbung yang menggambarkan kekayaan pengetahuan budaya si penulisnya. Setiap pagi cuma tulisan itu yang aku baca habis loper koran melemparkan di teras rumahku, yang lain seperti berita, opini cuma aku baca sekilas, jatah bacanya siang atau kadang kalau memang lagi ada waktu longgar ya sama-sama dibaca tapi tetap belakangan setelah menyimak cerita yang selalu terpampang di halaman 15 bawah. Matahari bercerita tentang seorang perempuan Indo Belanda, penari eksotik, terkesan berparas cantik dan bergaya nakal. Satu hal yang membuat aku tertarik pada cerita ini adalah seringnya tercetus kata-kata menggelitik yang bisa direnungkan kebenarannya.
Seperti yang terlontar sebagai gumaman sang tokoh ketika ia berdebat tentang makna erotik dengan eksotik menyangkut tarian yang diperagakannya, ia mampu memperbobot nilai tari jawa ‘dengan keindahan tubuh’ tapi tidak erotic. Lalu mengomentari petinggi militer Jerman yang omongannya tidak bisa dipercaya dengan ungkapan ‘kentut dari mulut’. Sekedar berbagi cerita saja sang Mata Hari ini dengan eksotika tarinya mampu menjadi maestro tari di Eropa dan sekitarnya bahkan akhirnya dilamar untuk menjadi ‘agen rahasia’ Prancis dan Jerman. Kembali ke ungkapan kentut dari mulut, ini menarik untuk direnungkan, sesungguhnya sederhana tapi kena. Maka tulisan renungan ini saya coba angkat dengan judul 'JATUTRILUT' maksudnya Jangan Kentut Dari Mulut.
Sang Pencipta membuat organ tubuh kita berbeda-beda, berbeda pula fungsinya. Jadi kalau kentut yang semestinya dari dubur kemudian dialihkan ke mulut jelas hal yang keliru. Tetapi menurut saya maknanya tidak sekedar itu, tidak sekedar menguatkan tesis orang tua jawa yang melarang anaknya sendawa atau ‘antob’ karena itu tidak sopan, tidak patut, sebab buang angin mestinya lewat bawah bukan lewat mulut. Lebih dari itu karena ungkapan itu bisa dimaknai kita mesti pandai menjaga mulut, orang jalanan bilang ‘jangan asal njeplak’ atau ‘jangan asbun atau asal bunyi’. Gunakan mulut kita untuk bicara hal yang baik, yang benar, yang berguna, yang bertanggung jawab, yang bisa memberi ketenangan lahir dan batin siapapun yang mendengarkannya.
Kalau kita tidak bisa menjaga mulut, lalu misalnya dengan mudah kita berbohong, berkata-kata kasar, jorok, sering menebar fitnah, bergunjing keburukan orang, bahkan yang sederhana omong yang tidak perlu dan tidak pada tempatnya adalah penggambaran kita sudah kentut lewat mulut. Karena itu akan menebarkan kebusukan yang lebih busuk dari kentut, kentut tidak sampai lima menit akan hilang tertiup angin. Tetapi kebusukan dari mulut akan bertahan untuk waktu yang lama, bahkan akan menjadi pemicu hal-hal yang dibenci Allah dan bisa merusakan ketenangan lahir dan batin orang yang terkena sasaran kebusukan mulut itu.
Kata guru spiritualku, lebih baik kita diam dari pada kita bicara hal-hal yang buruk, dari pada kita melontarkan ungkapan jorok, berbohong, menghasut orang, bergunjing atau bergelisah. Berpikirlah sebelum bicara, timbang baik buruk apa yang akan kita ucapkan, pilih kata yang tepat yang menggembirakan atau yang menyejukkan kita sendiri dan orang lain yang mendengarkannya. Bayangkan juga perasaan kita bagaimana kalau kita yang mendapatkan omongan yang tidak mengenakan, kita yang jadi korban, kita yang teraniaya. Jangan mengikuti ego, walau kita sedang berkuasa, sedang berwenang, sedang di atas angin. Lebih baik sadar bahwa hal itu sewaktu-waktu bisa berubah, bisa terbalik seratus delapan puluh derajat dalam sekejap jika yang di atas menghendaki.
Orang bijak lain bilang ‘bicaralah dengan hati’ karena hati selalu diselimuti kejujuran, selalu setia mengingatkan kita untuk menghindari keburukan yang selalu menjadi pintu setan untuk bercokol di hati kita. Kenali dan akrabi suara hati kita, integrasikan dengan lisan yang terjaga kalau bisa menjadi lisan yang mulia, yang selalu bisa berbagi ayat Allah, berbagi nikmat Allah, lalu bisa menjelmakan semua itu ke dalam tindakan nyata. Sabda Rosullullah ‘ Orang yang paling bijaksana adalah mereka yang mampu menjaga lisan dan perbuatannya’. Tidak menebar kebusukan lewat mulutnya, atau kentut lewat mulut kata Mata Hari di cerbung Kompas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar