Tahu tanaman Flamboyan ? Saya yakin banyak teman yang tahu atau mengenal tanaman ini karena memang sangat popular, baik karena tanaman ini banyak ditanam untuk peneduh jalan maupun popular melalui ‘lagu’ yang mendayu biru. Flamboyan nama latinnya Delonix regia, tanaman ini dipilih penjajah Belanda sebagai pohon tepi jalan di negeri ini pada masa penjajahan karena tanaman ini memang pohonnya kokoh, tahan hidup, daun-buah-bunganya kecil sehingga tidak membahayakan pengguna jalan, juga bersifat teduh karena kanopi daunnya membentuk seperti payung, yang tidak kalah penting adalah kalau sedang berbunga menampakkan pemandangan yang indah. Banyak seniman lukis yang telah mengabadikan keindahan tanaman ini di kanvas mereka.
Ada minimal 3 sifat tanaman ini yang kemudian diadopsi untuk ‘personifikasi’ pada mereka yang bisa dibilang ‘flamboyan’ yaitu: kokoh, menarik, dan teduh. Demikian pula minimal ada kesan demikian terhadap seorang lelaki yang aku kenal di tempat tinggalku di Surabaya, sebut saja namannya Rosso. Lelaki ini adalah pensiunan pamong praja yang relatif kaya, bisa dilihat dari rumahnya yang besar dan tidak cuma satu, usahanya juga tidak cuma satu, suka beramal dan banyak orang tahu ia banyak membantu orang yang sedang kesusahan di lingkungannya. Tidak sulit mengetahui keflamboyanan lelaki ini di kampungnya karena banyak orang yang membicarakannya, mana kala ada 3-5 oarang berkumpul di sudut-sudut gang atau tempat cangkrukan maka sudah dapat dipastikan salah satu bahan pembicaraannya akan menyangkut lelaki ini.
Lelaki yang kokoh, menarik dan teduh macam tuan Rosso, seperti tanaman flamboyan ia enak dipandang, enak untuk bersandar di bawahnya, dan sudah pasti enak menjadi tempat berkeluh kesah, menjadi tempat bermanja, menjadi tempat berlindung. Jadi seperti menjadi kepastian di mana lelaki itu berada selalu menjadi kerumunan orang, terutama perempuan dan laki-laki 'pengekor'. Terlebih dalam fenomena kuatnya problematika ekonomi dan tuntutan menjadi ‘masyarakat yang gaul’ sering menggiring perempuan-perempuan muda melakukan pendekatan yang melebihi batas kewajaran. Bagi orang yang memperhatikan hal seperti itu nampai mulai terjadi pada Tuan Rosso dan sudah menjadi pergunjingan, herannya yang bersangkutan tidak gerah, tidak sungkan, baginya yang penting ikhlas dan tidak terpancing melakukan hal buruk. Tuan Rosso sudah kenyang di waktu muda, menurut cerita orang yang sangat dipercaya, tuan Rosso bahkan saking ‘ngedon juannya', dulu pernah mempunyai perempuan muda yang jadi kekasih simpanan, dan rahasia itu tersimpan rapi hingga istrinya yang setia di rumah tidak pernah mengetahuinya. Tapi kini di usianya yang kepala 6 hal seperti itu sudah ditinggalkannya, kini ia lebih banyak memilih suka peduli dan membantu siapa saja yang mengalami kesusahan.
Kelihatannya susah bagi seseorang untuk menjadi ‘baik’ dengan latar belakang masa lalunya yang buruk, kenyataan orang sering tetap saja banyak tidak percaya. Banyak orang meragukan kebaikannya, menurut mereka itu hanya mencari muka, gila hormat. Hal itu makin dibenarkan karena kebetulan kebaikan apapun yang Tuan Rosso lakukan pada orang lain selalu diceritakan di mana-mana pada siapa saja.
“Mestinya kalau ikhlas berbuat baik, nggak usahlah cerita apa yang telah dilakukan. Kata ustadz kalau member pakai tangan kanan maka tangan kiri jangan sampai tahu. “ kata tukang Baso.
“Itu kan hanya omongan di mulut saja, di depan kita santun, kenyataan kalau di belakang kita sangat terbuka untuk berbuat apa saja. Soal perempuan, sangat mungkin, sangat mudah dengan uang dan fasilitas yang dia punya untuk …….” kata seseorang sambil memperagakan tangannya.
“ Lelaki mana yang tidak tergiur perempuan-perempuan cantik yang selalu mendekatinya ?” timpal yang lain.
“Tapi lelaki seusia dia paling sudah loyo, apalagi denger-denger temannya diabetes, “ sahut yang lainnya dengan timpalan yang berbeda.
Apa memang sebaiknya ketika orang mau merubah diri harus benar-benar meninggalkan dunia masa lalunya. Apakah tidak mungkin kalau tetap di situ dan melakukan kebaikan-kebaikan agar orang-orang lain yang potensial salah jalan bisa menjadi kembali ke jalan semestinya dan tidak salah jalan. Rasanya mungkin saja, dan sesungguhnya mungkin itulah idealnya. Tetapi harus diakui hal itu sulit dilakukan, kata guru spiritualku bahwa mengajak orang untuk melakukan kebaikan di masjid, gereja, biara tentu lebih mudah karena hampir kebanyakan orang yang ke tempat suci itu tentu sudah mempunyai niat yang relative baik. Sesungguhnya orang yang mampu berdakwah mengajak berbuat kebaikan di tempat maksiat, di jalanan, di perjudian adalah orang berdakwah yang sesungguhnya. Lelaki flamboyant yang aku kenal, pernah berujar bahwa ia memang menentang arus pemikiran orang, biarlah orang lain menganggapnya masih seperti dulu, yang penting ia yakin telah berubah tidak seperti dulu.
Hikmah lelaki flamboyan yang aku temui di kediamanku tercetus pada pemikiran Conficius. Ia mengatakan: 'Kakau anda bertemu dengan seseorang yang lebih baik dari anda, arahkan pikiran untuk menjadi serupa dengan dia. Jika anda bertemu seseorang yang kurang baik dibanding anda, lihat ke dalam hati dan periksalah diri sendiri'. Kebanyakan orang berpikir untuk mengubah fenomena yang ada disekelilingnya, mengubah dunia. Sedikit orang yang berpikir untuk mengubah dirinya sendiri. Ubahlah diri kita dengan kesadaran bahwa Tuhan telah menghadiahkan kita 86.400 detik setiap hari, selayaknya sebagian hadiah waktu itu kita gunakan untuk 'berbagi' sesama dan untuk berterima kasih padaNYA.