Dalam
kehidupan kita, sering kita mendengar ‘julukan atau label’ yang melekat atau
diberikan pada kelompok atau perorangan, misal cap terhadap anak-anak Malang
sebagai ‘Singo Edan’, atau suporter Persebaya sebagai ‘Bonek”, label itu seolah
menggambarkan anak-anak Malang bisa sangat galak, suporter persebaya sangat
berani ‘nekat’ modalnya. Label perorangan sering pula kita dengar, missal si
Tanto itu ‘Kompor’ kalau ada dia suasana pasti jadi panas dan heboh, si Tantri
itu ‘Prangko’ gampang nempel pada siapa saja, Si Rendra seniman Si Burung
Merak, kalau tampil sangat menawan. Sesungguhnya semua orang bisa punya label,
atau dalam kontek positif semestinya punya ‘label’. Tapi pernahkah kita
merenungkan tentang ‘label atau julukan’ yang melekat pada kita ? Apakah pernah kita perduli dengan ‘label’
kita ?
Seorang
teman bertutur kepada saya, “saya sih orangnya suka berbagi”. Pada keseharian,
sang teman ternyata benar punya kecenderungan bisa berbagi dengan
teman-temannya, ia lihat sang teman mudah ringan tangan membantu, mentraktir,
memberi sesuatu, berbagi sesuatu walau hanya sederhana berupa informasi. Dengan
suka rela begitu ia mendapatkan informasi penting untuk teman-temannya, ia
sempatkan kirim berita melalui sms ke seluruh teman-temannya. Berbeda sekali
dengan Dodo seorang teman lainnya yang cenderung ‘Cuek’, segala hal menyangkut
informasi dan lain-lainnya cenderung semua untuk sendiri dan tidak mau dibagi.
Ketika label sudah terbentuk, maka kecenderungan pembentukan karakter personal
tentu akan diwarnai label tersebut. Kalau kita faham akan hal ini, maka
sesungguhnya ‘personal branded’ menjadi sangat penting dan bisa menjadi
strategi pengembangan diri.
Selayaknya
kita perlu merenungkan dan melakukan pencarian ‘branding’ atau ‘label’ yang
layak melekat pada kita. Label biasanya berkait dengan pandangan hidup
seseorang, visi dan misi, cara berbicara, perilaku, kegemaran, baik menyangkut
hal sederhana maupun hal komplek menyangkut hal itu. Karena itu sesunmgguhnya
‘personal branded’ bisa dibentuk, bisa ditata sesuai dengan harapan seseorang. Saya jadi ingat sang teman yang bertutur
betapa indahnya bisa berbagi, sesungguhnya ia tengah melebel dirinya ‘orang
yang suka berbagi’. Ternyata semangat itu begitu kuat terbangun dan sering
menjadi corak kehidupan hariannya. Sang teman bila tidak ada hal yang
benar-benar menghalanginya akan dengan senang hati berbagi dengan siapapun,
termasuk orang yang baru dikenalnya. Suatu saat saya merasakan sendiri ketika
pulang dari Surabaya bersama dalam satu bus, karena keterbatan tempat duduk
kami duduk terpisah. Begitu duduk ia terlihat menyawa orang disampingnya, lalu
terlihat asyik berbincang, sementara aku tidak bisa berbuat apa-apa karena
orang yang sebangku denganku tertidur pulas. Kebiasaan berbagi cerita sang
teman, menjadikan perjalanan yang bagiku menjenuhkan karena macet di Porong
justru bagi dia terasa tidak terasa, tahu-tahu sudah sampai tempat tujuan
karena keasyikan berbagi cerita. Karena konsep berbagi tidak harus berbagi
material, berbagi informasi dan pengetahuan adalah juga tindakan berbagi.
Ketika kita
menemukan ‘label’ yang kita inginkan melekat pada diri kita, maka dorongan
pikiran, kata-kata, tindakan dan ukuran kepuasan secara otomatis akan berkiblat
ke label tersebut. Label ‘destroyer’ akan menggiring seseorang pada tindakan
cenderung merusak, pikirannya, kata-kata pilihan, tindakan akan diwarnai hal
yang merusak dan rasa kepuasan juga menuntuk ‘puas’ kalau ada yang rusak. Oleh
karena itu, kata Guru Spiritualku personal brended bisa pula konstruktif untuk
membangun pribadi yang baik. Misalnya ketika kita melabel diri kita sebagai ‘Si
Bijak’, maka secara otomatis cenderung akan melahirkan keinginan mewujudkan
klaim label itu. Yang pasti kita akan mefahamkan tentang apa yang dimaksud
bijak dan bagaimana bisa berpikir, berkata-kata, bertindak dengan bijak dengan penuh
keiklasan. Kalau seseorang ‘mengklaim atau diklaim’ sebagai ‘Si Lamban’ maka
pikiran, kata-kata, tindakan dan perasaan akan mentolerir hal-hal yang
menjadikan mereka lamban. Jadilah mereka benar-benar lamban.
Membuat
label diri dan mengaktualkannya adalah hal penting sebagai strategi hidup,
hidup jangan digulirkan saja tanpa ‘disain’ bentukan seperti apa ‘diri kita’
hendak dikembangkan. Ibarat membuat bangunan sebagai tempat tinggal kita, maka
perencanaan menyangkut disain, tata ruang, hingga pilihan cat dan dekorasi
rumah menjadi hal yang sangat membantu dalam mewujudkan rumah impian itu. Mari
kita belajar mencari dan menentukan ‘personal branded’ macam apa yang layak
untuk diri kita. Lalu kita renungkan dan pikirkan bagaimana langkah-langkah
untuk mewujudkannya. Jadikan label itu hidup dalam pikiran kita, lahirkan daya dan power yang dasyat. Keberanian untuk terus mengevaluasi capaian menuju ‘label’
yang kita inginkan dan mencoba terus memperbaikinya akan makin mendekatkan pada
‘harapan’ yang kita cita-citakan.